Bagikan:

JAKARTA - Etnis China dikenal sebagai pedagang yang ulung di era kolonial. Mereka rela mengarungi samudra untuk melanggengkan aktivitas dagang. Ke Pulau Makau, misalnya. Mereka tak melulu menetap untuk berdagang belaka, tapi juga melanggengkan hobinya: perjudian.

Aktivitas perjudian di Makau jadi tumbuh subur. Rumah-rumah judi bermunculan. Karenanya, perjudian kemudian menjelma bak DNA Makau. Apalagi, roda ekonomi Makau banyak digerakkan dari pajak perjudian.

Dinamika pencarian rempah-rempah di Asia tak hanya menarik perhatian orang barat. Pencarian rempah juga dilanggengkan oleh orang Asia sendiri. Etnis China, utamanya. Orang China banyak mendatangi wilayah-wilayah di Asia untuk mencari rempah dan berdagang.

Mereka datang murni sebagai pedagangan, bukan menguasai atau memonopoli rempah. Dinamika itu membuat mereka nyaman dan hidup menetap. Di Makau, misalnya. Sebuah wilayah yang notabene milik pemerintah China yang kemudian dikuasai penjajah Portugis.

Kedatangan imigran dari China tak dapat dibendung karena penjajah Portugis mendirikan pos dagangnya. Penjajah Portugis senang bukan main dengan keuletan orang China dalam bekerja. Kedatangan orang China membuat segala laku hidup mereka hadir di Makau. Perjudian jadi salah satu yang paling menonjol.

Lukisan tentang Makau di masa lalu sebelum berkembang menjadi pusat perjudian di Asia. (Wikimedia Commons)

Saban hari aktivitas perjudian dilakukan. Rumah-rumah judi pun tumbuh subur. Penjajah Portugis mulanya tak terlalu peduli. Namun, empunya kuasa mulai mencium keuntungan yang besar dari perjudian. Semenjak itu, penjajah Portugis tak mau ketinggalan.

Perjudian pun jadi aktivitas legal di Makau pada 1847. Sekalipun Portugis bercita-cita membangun Makau jadi religius. Perjudian dianggap Portugis sebagai pundi-pundi keuntungan yang sayang jika tidak digarap.

Segala macam perjudian mulai dipajakinya. Hasilnya gemilang. Makau bak menjelma sebagai kota judi. Barang siapa yang datang ke Makau maka mereka diizinkan untuk berjudi. Apalagi, kemudian status Makau sebagai pelabuhan bebas memungkinkan hal itu.

“Sejarah perjudian di bekas wilayah jajahan Portugis ini dimulai sejak didirikan sebagai pos perdagangan pada abad ke-16. Pekerja imigran asal China menjadikan judi sebagai hobi. Perjudian mulainya dilanggengkan secara sederhana dalam bentuk  kios-kios sementara.”

“Karena popularitas perjudian meningkat di kalangan pekerja, pada tahun 1847, pemerintah Portugis Makau secara resmi melegalkan perjudian dan mengenakan pajak atas pendapatannya. Lanskap perjudian Makau berkembang pesat setelah Portugal menyerahkannya ke kekuasaan ke Republik Rakyat China pada tahun 1999,” tulis Chad de Guzman dalam tulisannya di laman Majalah Time berjudul An Empty Shell of What It Used to Be’: Asia’s Gambling Mecca Gets a China-Backed Makeover (2022).

Tulang Punggung Ekonomi

Industri perjudian kian menggeliat kala Portugis menyerahkan kembali Makau ke China pada 1999. Empunya kuasa tak mengambil pusing urusan perjudian. Sekalipun China sudah melarang perjudian di beberapa wilayahnya sendiri.

Alih-alih melarang perjudian di Makau, pemerintah China justru membiarkan, bahkan ikut mengembangkan perjudian. Pemerintah Makau pun mulai memberikan peluang kepada perusahaan asing untuk membuka rumah perjudian (Kasino). Dari MGM hingga Las Vegas Sands.

Kondisi itu membuat Makau menjelma jadi pusat perjudian terbesar di dunia pada 2006. Perjudian pun jadi penyumbang terbesar pembangunan ekonomi di Makau. Semuanya karena luasnya Makau yang tak terlalu besar untuk dikelola jadi ragam investasi, selain perjudian.

Narasi itu membuat keuntungan perjudian mampu memfasilitasi segala macam pembangunan kota. Alias, perjudian mampu jadi pilar ekonomi utama kota Makau. Perjudian dapat menerangi tiap sudut Makau.

Potret Makau di masa lalu saat dalam penguasaan Portugis. (Wikimedia Commons)

Perjudian juga jadi pintu utama wisata. Artinya, empunya kuasa turut memanfaatkan perjudian sebagai gerbang utama wisatawan mengenal segala macam hal yang ada di Makau. Dari wisata sejarah hingga wisata kuliner.

“Dalam 450 tahun terakhir, ekonomi Makau mengalami pasang surut, sama seperti politiknya. Pasang surut itu dimulai dari industri militer yang mulai menolak perdagangan opium dan budak. Ketika kedua sumber uang itu merosot, industri perjudian berkembang.”

“Orang China dan Portugis pun berkolaborasi. Orang China dimanfaatkan oleh orang Portugis untuk ragam hal. Ada yang jadi pekerja, ada juga yang jadi tentara. Orang China pun jadi penentu roda ekonomi di Makau, bahkan hingga hari ini. Narasi itu membuat pada abad ke-20, terdapat peningkatan golongan kapitalis industri China dan golongan pekerja di Makau,” terang  Zhidong Hao dalam buku Macau History and Society (2011).