Beda Sambutan Kunjungan Mahmoud Ahmadinejad dan George W. Bush di Indonesia
Mahmoud Ahmadinejad yang disanjung pengagumnya. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Mahmoud Ahmadinejad kerap dianggap simbol perlawanan terhadap imperialisme barat. Presiden Iran era 2005-2013 itu tak saja menentang kuasa AS, tapi juga Israel yang mencaplok wilayah rakyat Palestina. Ia kemudian jadi idola anak muda sedunia. Indonesia, apalagi.

Kondisi itu dibuktikan dengan kunjungannya ke Indonesia yang disambut dengan rasa antusias tinggi pada 2006. Kunjungan Ahmadinejad digadang-gadang lebih semarak dibanding kunjungan Presiden AS, George W. Bush di tahun yang sama. Benarkah?

Popularitas Ahmedinejad kian melejit kala dirinya menjadi orang nomor satu di Iran. Mantan Wali Kota Teheran dikenal sebagai figur yang sederhana. Hidupnya jauh dari gemerlap harta. Padahal, pria kelahiran Aradan 28 Oktober 1956 itu memiliki kapasitas untuk hidup mewah.

Urusan kesederhanaan Ahmadinejad ternyata ampuh dan mengundang kekaguman. Banyak orang mulai mengidolainya. Kekaguman itu beralasan. Boleh jadi tampilannya sederhana, tapi nyali Ahmadinejad tinggi bukan main.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) menyambut Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad (kiri) saat menghadiri Bali Democracy Forum (BDF) V di Nusa Dua, Bali, Kamis (8/11/2012). (Antara/Nyoman Budhiana)

Ia berani mengikuti jejak pemimpin besar dan pendiri Republik Islam Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini. Ia bahkan setuju dengan pandangan Khomeini yang menyebut AS sebagai The Great Satan (Setan Besar) dan anteknya, Israel sebagai Little Satan (setan kecil).

Ahmadinejad pun ingin menghapus Israel dari peta dunia. Ia menggungkap keinginan hapus Israel pada 2005. Pandangan itu meneruskan keinginan Khomeini yang mengacu kepada tindak-tanduk Israel yang terus menjajah rakyat Palestina. Buahnya, kesederhanaan dan nyali tinggi Ahmadinejad jadi kombinasi ampuh sosoknya dikenal dunia.

Nama Ahmadinejad bahkan bergema di Indonesia. Penggagumnya bejibun. Fakta itu dibuktikan dengan kunjungan kenegaraan Iran ke Indonesia pada 2006. Ahmadinejad tak saja dijadwalkan berjumpa dengan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Ia juga dijadwalkan untuk berkunjung ke kampus-kampus di Jakarta, antara lain Universitas Indonesia (UI) dan UIN Syarif Hidayatullah. Ahmadinejad akan memberikan kuliah umum. Kunjungan itu nyatanya disambut dengan antusias.

Mahmoud Ahmadinejad yang pernah menjabat sebagai Presiden Iran era 2005-2013. (Wikimedia Commons)

Sosok Ahmadinejad dipuja-puji. Poster wajahnya dengan ragam tulisan memenuhi ruangan. Tulisan Iran in My Heart dan Nuclear for peace juga ikutan mejeng. Sambutan itu membuat Ahmadinejad gembira. Ia pun dengan semangat memberikan kuliah umum dengan ragam tema menantang. Urusan Amerika Serikat, konfik Israel-Palestina, dan membakar semangat kaum muda untuk melawan pengaruh asing yang nakal.

“Sebenarnya Ahmadinejad berbicara- dengan banyak pejabat eksekutif -maupun legislatif negeri ini, termasuk Presiden SBY. Tapi, yang paling menarik, Ahmadinejad adalah bintang di kampus. Di UI, ia mencoba berbicara dalam -bahasa Indonesia, juga melontarkan canda. UI kan luas, kenapa tanahnya tidak dibagi-bagi saja buat mahasiswa.”

“la juga membalas acungan huruf simbol damai para mahasiswa. Presiden yang sederhana ini juga langsung memberi beasiswa kepada Siti Fatimah, 28 tahun, mahasiswi Kajian Timur Tengah dan Islam Ul yang menyatakan ingin meneliti soal Iran. Bisa dikatakan, kunjungan pertama- Ahmadinejad ke Indonesia dari Selasa- malam hingga Jumat pekan lalu sukses,” terang Bina Bektiati dan Indriani dalam tulisannya di majalah Tempo berjudul Diplomasi Senyum Ahmadinejad (2006).

Beda Perlakuan

Kedatangan Ahmadinejad ke Indonesia disambut dengan gegap gempita. Banyak yang beranggapan kunjungan kepala negara lainnya akan sama perlakuannya. Nyatanya, tak sama. Presiden AS, Bush yang berencana datang ke Indonesia pada November 2006 tak disambut dengan antusias.

Alih-alih sambutan, rencana kedatangannya saja sudah banjir aksi demonstrasi. Jalanan Jakarta sering kali penuh dengan segenap rakyat Indonesia yang menolak kedatangan Bush, dari kalangan agamis hingga mahasiswa.

Presiden yang mengacak-acak Irak itu dianggap musuh Islam. Semuanya karena kebijakan luar negeri yang diambil Bush. Kehadiran Bush dianggap hanya mendatangkan mudarat ketimbang manfaat. Penolakan terhadap Bush kian menggema.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono menerima Presiden George W. Bush dan istrinya, Laura Bush di Istana Negara, Jakarta pada 20 November 2006. (White House Photo/Eric Draper)

Kekesalan khalayak umum pun makin menjadi-jadi kala pihak AS meminta pengamanan ketat supaya Presiden Bush dapat dengan tenang berkunjung ke Indonesia. Kondisi itu menandakan kontras perlakuan rakyat Indonesia terhadap Presiden Iran dan Presiden AS.

Ahmadinejad dapat dengan tenang datang ke Indonesia. Bahkan, tanpa pengamanan yang berlebihan. Nama Ahmadinejad pun kian disanjung, dibanding Bush. Kunjungan Bush pun diyakini tak banyak bawa manfaat di Indonesia.

Pun Iran sendiri tak khawatir dengan kunjungan Bush. Mereka menyebut kunjungan Bush takkan membuat hubungan Iran-Indonesia jadi rusak. Narasi itu diungkap karena sambutan rakyat Indonesia dianggap lebih meriah, ketimbang kala Bush datang.

“Penyambutan Indonesia terhadap presiden kami tidak akan terjadi pada Presiden Amerika kapan pun. Mau 6 jam atau 60 jam Bush datang ke Indonesia, itu tidak akan mengubah persahabatan Indonesia dan Iran. Sudah ada kebiasaan internasional, kami tidak akan mencampuri negara lain," kata Dubes Iran untuk Indonesia, Behrooz Kamalvandi sebagaimana dikutip laman Detik.com, 10 November 2006.