Bagikan:

JAKARTA - Revolusi Iran membawa pengaruh besar dalam banyak hal. Ambil contoh hubungan Iran-Israel. Hubungan yang dulunya adem ayem jadi runyam. Ada nama pemimpin besar Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini di baliknya.

Ia mendeklarasikan era Iran-Israel bak musuh bebuyutan. Khomeini menganggap Israel yang menjajah Palestina seraya 'kanker' di dunia Islam. Penyakit yang akan merusak kaum Islam dunia. Ia bahkan menuduh Israel akan menguasai dua masjid bersejarah di Makkah dan Madinah.

Gerakan rakyat Iran meruntuhkan monarki disambut dengan gegap gempita pada 1979. Peristiwa itu dikenal dengan Revolusi Iran. Kepemimpinan monarki kemudian berubah jadi negara Republik Islam Iran. Khomeini pun bergerak sebagai pemimpinnya.

Kiprah Khomeini berjuang bersama rakyat Iran meruntuhkan monarki ada di baliknya. Penjara hingga hidup terasing pernah dilaluinya. Kondisi itu membuatnya tak ingin melanjutkan apa yang dibangun oleh pemerintah monarki. Utamanya, urusan menjaga hubungan baik antara Iran-Israel.

Demosntrasi menentang Shah Mohammad Reza Pahlevi yang akhirnya menimbulkan Revolusi Iran di bawah pimpinan Ayatollah Ruhollah Khomeini, dan mengubah hubungan Iran dengan Israel. (Wikimedia Commons)

Khomeini beranggapan hubungan baik itu takkan terjadi. Khomeini rela memutus ragam kerja sama era Reza Pahlevi. Republik Islam Iran tak ingin bergantung di bawah kuasa Israel seperti masa sebelumnya. Ia pun melihat Israel bak benalu dalam dunia Islam.

Sikap Israel yang ngotot merebut wilayah rakyat Palestina jadi muaranya. Khomeini yang muncul sebagai kekuatan baru di Timur Tengah menganggap Israel bak musuh Islam. Israel harus diperangi, katanya. Khomeini meminta seluruh umat Muslim sedunia segera melawan dominasi Israel.

Sekalipun pengasuhnya, Amerika Serikat (AS) kerap waspada dan membantu. Khomeini yang berang lalu memberikan julukan kepada AS sebagai The Great Satan (Setan Besar). Sedang Israel sebagai Little Satan (Setan Kecil). Sebuah julukan yang kemudian populer hingga saat ini.

Khomeini pun terus melakukan konfrontasi. Ia sengaja melakukannya bak menyindir negara-negara Timur Tengah lainnya. Khomeini heran kaum Muslim sulit bersatu, padahal Israel akan mudah dikalahkan bila bersama.

Pasukan pemberontak pendukung Revolusi Iran 1979. (Wikimedia Commons)

“Harus kukatakan bahwa Mohammad Reza Pahlevi, pengkhianat ini, telah pergi, telah terbang, setelah merampok milik kita. Dia telah merampok negara dan membangun kuburan-kuburan. Seluruh struktur ekonomi kita rusak. Iran harus bekerja keras, dan lama, untuk membangunnya kembali.”

“Mereka mengira telah memberikan tanah pada petani, padahal sesungguhnya mereka menghancurkan pertanian kita sehingga sekarang kita bergantung sekali dengan negara asing. Mohammad Reza telah membuat ini agar kita bergantung pada Amerika Serikat dan Israel. Seluruh yang dikerjakannya telah merusak berat negeri kita sehingga dibutuhkan 20 tahun untuk memperbaiki,” ujar Nasir Tamara dalam buku Revolusi Iran (2017).

Tuduhan Khomeini

Usaha membakar semangat negara Muslim di Timur Tengah terus dilakukan Khomeini.  Ia bahkan melepaskan tuduhan sensasional. Israel yang disokong AS sedang berusaha merebut dua masjid paling suci di Arab Saudi.

Pertama, Masjidil Haram di Makkah. Kedua, Masjid Nabawi di Madinah. Khomeini berani berspekulasi begitu karena hadirnya upaya pengepungan terhadap Masjidil Haram pada 20 November 1979. Pengepungan oleh 200 orang pemberontak itu dianggap Khomeini didalangi oleh AS dan Israel.

Pengepungan yang berubah jadi ladang pembantaiannya dikutuk oleh seluruh penjuru dunia. Apalagi, korban yang meninggal dunia mencapai ratusan orang. Khomeini tak memandang pemberontak berasal dari kalangan ulama Islam. Satu-satunya yang dilihat adalah AS dan Israel sebagai dalang utamanya.

Ia menganggap Israel seperti ingin menguasai wilayah suci umat Islam dunia. Khomeini meminta umat Islam jangan cuma diam saja melihat peristiwa itu berlangsung. Umat Islam dimintanya bergerak dan melawan.

Masjidil Haram di Makkah, Arab Saudi yang dikatakan Ayatollah Ruhollah Khomeini bakal direbut Israel. (Wikimedia Commons)

Laku hidup AS dan Israel itu menurutnya tak dapat dimaafkan. Khomeini pun mencontohkan rakyat Pakistan yang mulai bergerak menggoyang dominasi AS kala Kedubes AS di Islamabad diserang pada 21 November 1979. Ia menyebut hal itu wajar terjadi.

Semuanya karena pengepungan Masjidilharam. Khomeini meyakini pengepungan Kedubes AS sebagai bentuk kebencian kaum Muslim terhadap Israel dan pengasuhnya, AS. Sekalipun tuduhan Israel ingin menguasai Makkah dan Madinah tak terbukti.

Makkah dan Madinah masih milik Arab Saudi. Pun umat Muslim yang berkunjung ke sana kian hari terus meningkat. Bukan milik kaum zionis.

“Tampaknya AS dan koloni korupnya, Israel, berusaha menduduki Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Dan umat Islam masih duduk diam, menonton dengan acuh tak acuh. Umat Islam, bangkit dan bela Islam.”

“Salah satu kesalahan terbesar yang dilakukan AS dan kaumnya adalah mereka tidak memahami kedalaman gerakan Islam kontemporer. Gerakan kami Islami, sebelum menjadi orang Iran,” ucap Khomeini sebagaimana dikutip John Kifner dalam tulisannya di surat kabar The New York Times berjudul Khomeini Accuses U.S. and Israel Of Attempt to Take Over Mosques (1979).