Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 33 tahun yang lalu, 24 Desember 1990, Presiden Irak, Saddam Hussein mengancam akan jadikan Israel sebagai target utama serangan kala Perang Teluk berlanjut. Pernyataan itu diungkap karena Israel yang notabene antek Amerika Serikat (AS) terus menerus menekan Palestina dan negara Arab lainnya.

Sebelumnya, banyak pemimpin Timur Tengah yang simpati kepada Palestina. Dukungan kepada Palestina dijadikan senjata untuk dapat simpati rakyat. Alih-alih hanya Irak, negeri Iran pun justru lebih dulu mengecam Israel. Israel disebut Little Satan (Setan Kecil).

Penjajahan era modern yang dilanggengkan Israel terhadap Palestina dikecam dunia. Apalagi, kala Israel mencoba memproklamasikan kemerdekaannya pada 1948. Kondisi itu membuat Israel kepincut untuk meluaskan wilayahnya.

Konfrontasi terhadap rakyat Palestina dilakukan. Ajian penjajahan ala Israel membuat banyak rakyat Palestina terusir dari tanahnya. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang merenggang nyawa. Aksi serakah Israel menarik perhatian dunia. Banyak di antara negara di dunia mengutuk Israel.

Saddam Hussein bersama Pemimpin Palestina, Yasser Arafat di Gaza City. (Palestinian Authorities)

Apalagi, sesama negera Timur Tengah. Israel dengan bantuan AS kerap dianggap pengganggu yang merusak ketentraman dunia. Pemimpin dari negara Timur Tengah pun berlomba-lomba jadi juru selamat.

Mereka mencoba menawarkan bantuan kepada pejuang Palestina. Pun ajian dukungan itu membuat elektabilitas mereka meningkat di antara rakyatnya masing-masing. Pemimpin besar Iran, Ayatollah Sayyid Ruhollah Musavi Khomeini, misalnya.

Khomeini kerap mengutuk langkah AS dan Israel dalam perpolitikan dunia. Ia kerap menyebut AS sebagai biang keladi rusaknya politik luar negeri negara lain. Citra itu membuat Khomeini tak segan-segan menyebut AS sebagai The Great Satan, pun sekutunya Israel disebutnya Little Satan pada 1979.

“Ayatollah Khomeini berulang kali menggunakan kebencian terhadap Amerika Serikat – ia menyebutnya sebagai Setan Besar – untuk meningkatkan dukungan bagi revolusinya, di tengah tanda-tanda meningkatnya perselisihan internal mengenai berlanjutnya penyanderaan Kedutaan Besar Amerika. Motif lain anti-AS Ayatollah adalah visinya menyebarkan revolusi fundamentalis ke seluruh dunia Islam,” tulis dalam laporan surat kabar The New York Times, 5 Juni 1989.

Sebuah rumah di Tel Aviv, Israel hancur dihantam rudal Scud yang ditembakkan Irak pada Januari 1991. (Bamahane/The Times of Israel)

Dukungan terhadap Palestina bukan cuma monopoli Iran saja, musuh bebuyutannya, Irak juga melanggengkan narasi yang sama. Saddam Hussein dan pemerintahannya kerap melanggengkan dukungan terhadap Palestina secara terang-terangan.

Kondisi itu membuat dunia menaruh hormat kepada Saddam. Sekalipun Saddam termasuk dalam kategori pemimpin diktator. Dukungan Saddam kepada Palestina ditunjukkan dengan keberaniannya mengancam Israel.

Israel diancam Saddam jadi target utama serangan Irak kala Perang Teluk berlanjut. Pernyataan itu diungkap oleh Saddam dalam salah satu wawancaranya di salah satu stasiun televisi pada 24 Desember 1990. Kata-kata itu benar dipegang oleh Saddam. Irak pun ikut menyerang dua kota Israel, Tel Aviv dan Haifa pada 1991. Sekalipun serangan itu dengan mudah dipatahkan. Israel pun menantang balik Irak.

“Siapa pun yang berani menyerang kami akan diserang tujuh kali lebih banyak. Pasukan Pertahanan Israel bersiaga untuk mengantisipasi setiap bahaya.”

“Dia (Saddam) tahu bahwa Israel tidak ikut serta dalam konfrontasi ini (perang teluk). Dia ingin menyeret kita ke dalam konfrontasi ini untuk memberikan karakter konfrontasi Israel-Arab,” ungkap Perdana Menteri Israel Yitzhak Shamir sebagaimana dikutip koran Los Angeles Times dalam tulisan berjudul Tel Aviv Is 1st Target, Hussein Reportedly Says (1990).