Bagikan:

JAKARTA - Pagi dini hari pada 2 Agustus 1990 pasukan Irak menyerbu Kuwait. Invasi ini menjadi awal Perang Teluk II di mana negara adidaya Amerika Serikat ikut terlibat dalam peperangan. Invasi ini memang turut mengancam kepentingan AS di Kuwait, mengingat banyak ladang minyak di sana yang menggelontorkan pundi-pundi ke negara tersebut. 

Serangan Irak membuat pasukan pertahanan Kuwait kewalahan dan beberapa kocar-kacir ke Arab Saudi. Emir Kuwait, keluarganya, dan para pemimpin pemerintah misalnya, yang melarikan diri ke negara monarki itu. 

Dalam beberapa jam Kuwait direbut dan Irak mendirikan pemerintahan provinsi. Dengan menginvasi Kuwait, Irak menguasai 20 persen cadangan minyak dunia dan garis pantai substansial di Teluk Persia. Jet Irak mengebom Ibu Kota Kuwait dan pasukan khusus mendarat di Kementerian Pertahanan dan di istana Emir.

Sementara itu pemblokiran jalan dilakukan serta penjarahan di toko-toko kota. Laporan awal menunjukkan hingga 200 orang tewas dalam baku tembak berat di sekitar kota.

Mengutip BBC, adik dari Emir Sheikh Jaber al-Sabah terbunuh ketika mencoba mempertahankan istana yang digeruduk Irak. Semua komunikasi terputus dengan Kuwait dan banyak orang, termasuk ribuan warga negara asing terjebak.

Irak yang saat itu dipimpin oleh Sadam Hussein, ingin mendapatkan kontrol lebih besar atas pasokan minyak yang menguntungkan dari Timur Tengah. Kekecewaan Hussein kepada negara Timur Tengah juga menjadi faktor dari terjadinya invasi Kuwait. Irak dianggap berutang kepada Kuwait atas keperluan perang Iran-Irak. Irak juga memiliki utang terhadap negara-negara Timur Tengah lainnya. 

Ilustrasi (Sumber: Wikimedia Commons)

Minggu-minggu menjelang invasi, Irak terus menuduh Kuwait membanjiri pasar dunia dengan minyak dan menuntut kompensasi atas minyak yang dihasilkan dari ladang minyak yang disengketakan di perbatasan kedua negara. Setelah invasi, harga minyak naik secara dramatis dan pasar saham di seluruh dunia jatuh.

Sadam Hussein berharap bahwa cadangan minyak Kuwait akan membantu melunasi utang besar yang diperoleh Irak akibat berperang dengan Iran. Dia juga berambisi memberikan Irak kekuatan yang signifikan sebagai penjaga gerbang minyak Timur Tengah.

Aset Kuwait di Inggris dan Amerika Serikat (AS) segera dibekukan untuk mencegah Irak merebutnya. AS juga telah membekukan aset Irak. Uni Soviet, pemasok utama senjata Irak, menangguhkan pengiriman semua peralatan militer ke Irak.

Pendudukan Irak di Kuwait berhenti pada 28 Februari 1991. Pasukan Irak meninggalkan Kuwait, setelah membakar ratusan sumur minyak. Presiden AS George Bush mengumumkan gencatan senjata, dan Perang Teluk berakhir. 

Dampak invasi 

Semua perang pasti memiliki dampak. Setelah Perang Teluk II usai, Irak dikucilkan oleh dunia internasional. Hal tersebut semakin mempersulit perekonomian Irak yang sudah jatuh akibat biaya berbagai keperluan perang. Selain itu, ekonomi Kuwait juga porak poranda karena banyak sumur minyak yang telah dihancurkan oleh Irak. 

Setelah Perang Teluk II usai, AS semakin terjerat dalam politik Timur Tengah bahkan hingga sekarang. AS paling merasa terancam ketika Irak menginvasi Kuwait, mengingat banyak ladang minyak di sana mengalirkan dana ke AS. Selama Perang Teluk II, AS membangun koalisi 34 negara di PBB dan meningkatkan kekuatan pasukan AS menjadi lebih dari 500 ribu. 

Mengutip Khan Academy, AS meluncurkan Operasi Badai Gurun untuk melindungi Arab Saudi dan membebaskan Kuwait. Operasi ini dilakukan atas persetujuan PBB dan menargetkan kekuatan Angkatan Udara Irak. Lalu dilanjutkan dengan menargetkan pusat komando dan komunikasi.

Perang Teluk ini juga menjadi konflik Amerika pertama yang ditayangkan di televisi langsung. CNN menayangkan gambar langsung dari bom yang meledak dan peristiwa perang lainnya ke televisi. Militer AS terus berada di Kuwait, bahkan menambahkan 4.000 tentara pada Februari 2015. 

AS dan Irak kembali terlibat perang setelah serangan teroris 11 September 2001. Perang kedua AS dengan Irak dimulai pada 2003 setelah badan intelijen AS dan badan mata-mata di seluruh dunia menyatakan bahwa Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal.

Pada Desember 2002, Saddam Hussein meminta maaf atas invasi Kuwait dan akhirnya digulingkan dalam invasi Irak 2003 oleh AS, Inggris, Australia dan Polandia. Pada 2005, kepemimpinan Palestina juga meminta maaf atas dukungan terhadap Saddam Hussein. Warga Yaman yang tinggal di Kuwait dideportasi oleh pemerintah karena Yaman mendukung invasi Irak ke Kuwait. 

*Baca Informasi lain soal SEJARAH DUNIA atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya