Salamullah, Sekte Ajaran Lia Eden Disebut Sesat oleh MUI dalam Memori Hari Ini, 22 Desember 1997
Lia Aminuddin, atau Lia Eden, duduk di singgasananya. Lia, pendiri agama Salamullah, meninggal pada tanggal 9 April 2021. (Dok. Komunitas Eden)

Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 26 tahun yang lalu, 22 Desember 1997, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa sesat terkait ajaran agama Lia Aminuddin alias Lia Eden yang diberi nama Salamullah. MUI menganggap tidak ada hadis yang mengatakan bahwa Malaikat Jibril masih diberikan tugas menurunkan ajaran agama.

Sebelumnya, Lia Eden pernah mengaku jadi utusan Malaikat Jibril. Ia mendapatkan wahyu bak jadi juru selamat. Pengakuan itu menggemparkan seisi Indonesia. Kecaman pun berdatangan dari sana sini. Lia Eden dianggap membawa aliran sesat.

Perihal agama kerap jadi isu sensitif di Indonesia. Kehebohan Lia Eden yang mengaku sebagai utusan Malaikat Jibril pada 1997, misalnya. Pengakuan itu membuat Lia Eden bak mendaulat dirinya sebagai juru selamat. Lia menganggap Jibril memilihnya untuk menegakkan kedamaian di muka bumi.

Rumahnya di Jakarta disulap bak Kingdom of God (Kerajaan Tuhan). Kehebohan Lia Eden terus berlanjut. Semuanya karena Lia Eden sudah memiliki pengikut, dari hartawan hingga jelata. Mereka percaya segala hal yang keluar dari mulut Lia Eden adalah ajaran Jibril.

Lia Eden memimpin ritual komunitas sekte Salamullah. Para ahli menyebutkan bahwa kemunculan aliran kepercayaan sinkretis Salamullah sebagai akibat kekosongan karena gejolak politik dan sosial di akhir 1990-an di Indonesia. (Dok. Komunitas Eden)

Suatu ajaran yang menekankan kembali kepada Tauhid. Lia Eden beranggapan bahwa kondisi Indonesia sedang kacau balau. Kemusyrikan di mana-mana, dari percaya dukun hingga bersekutu dengan jin. Kondisi itu terus berlarut-larut tanpa perubahan berarti.

Lia Eden menggambarkan bahwa Jibril geram dan mengutus Lia Eden menuntaskan misi menyelamatkan rakyat Indonesia. Ia pun mendeklarasikan kehadiran Kerajaan Tuhan. Pun ia jadi bak Bunda Maharaja Lia Eden.

Setiap perkataannya bak perintah. Ketaatan pengikutnya jadi amunisi buat Lia Eden bertindak untuk melebarkan pengaruh Kerajaan Tuhan di Indonesia.

“Dalam Kingdom of God, prinsip-prinsip demokrasi dan HAM justru dienyahkan. Titah Maharaja Lia Eden sebagai personifikasi Jibril, yang merupakan ‘tangan kanan’ Tuhan, tak bisa diganggu gugat. Mereka, para pengikut Kingdom of God, hanya tahu satu kata: sami'na wa ato'na (kami dengar dan kami taat) apa yang diperintahkan oleh Sang Raja.”

“Betapapun perintah itu tidak rasional, tidak demokratis, dan tidak humanis. Itulah anomali perenialisme Komunitas Eden: gagal merespons dan memberikan perspektif agama masa depan. Kegagalan ini terjadi karena perenialisme yang, diusung Komunitas Eden melawan arus peradaban manusia saat ini,” terang mantan pengikut Lia Eden, Syaefuddin Simon dalam tulisannya di Koran Tempo berjudul Lia Eden dan Agama Masa Depan (2008).

Rumah Lia Eden di kawasan Senen, Jakarta Pusat yang dijadikan markas sekte Salamullah. (Dok. Komunitas Eden) 

Kehadiran Lia Eden dengan sekte Salamullah dikecam banyak pihak. Lia Eden justru dianggap sebagai biang keladi kesyirikan. Pengakuannya sebagai utusan Jibril justru dianggap penodaan agama Islam. MUI pun segera bertindak. Mereka mulai menyelidiki Lia Eden.

MUI pun memutuskan jika Lia Eden dan ajarannya adalah sesat. Narasi itu dituangkan dalam fatwa yang keluar pada 22 Desember 1997. Fatwa itu menegaskan bahwa tidak ada hadis yang menyatakan bahwa malaikat Jibril masih diberikan tugas oleh Allah untuk menurunkan ajaran kepada umat Manusia.

“Tidak ada satupun ayat maupun hadis yang menyatakan bahwa malaikat Jibril masih diberi tugas oleh Allah untuk menurunkan ajaran kepada umat manusia, baik ajaran baru atau ajaran yang bersifat penjelasan terhadap ajaran agama yang telah ada.”

“Hal ini karena ajaran Allah telah sempurna. Pengakuan seseorang bahwa dirinya didampingi dan mendapat ajaran keagamaan dari Malaikat Jibril bertentangan dengan Al-Quran. Oleh karena itu, pengakuan itu dipandang sesat dan meyesatkan,” isi fatwa MUI yang keluar pada 22 Desember 1997.

Lia Eden lahir di Surabaya pada 21 Agustus 1947. Dia meninggal akibat sakit di Jakarta pada 9 April 2021.