Bagikan:

JAKARTA - Nama Tjokropranolo memang tak secemerlang tokoh bangsa lainnya dalam Perang Revolusi (1945-1949). Namun, pengawal yang merangkap ajudan Panglima Besar TNI, Jenderal Soedirman punya peran penting. Ia berani pasang badan melindungi martabat negara dan atasannya.

Kesetiannya melindungi Jenderal Soedirman yang sedang sakit selama perang gerilya tiada dua. Kondisi itu membuatnya jadi salah satu suksesor dari perang gerilya. Ia kerap jadi pilihan utama Soedirman untuk menjalankan misi khusus.

Penjajah Belanda tetap ngotot ingin menguasai Indonesia kali kedua. Mereka dengan panji Pemerintah Sipil Hindia Belanda (NICA) mencoba melanggengkan teror di seantero negeri. Aksi itu diwujudkan dalam Agresi Militer I. Operasi militer itu menargetkan kota-kota besar di Jawa pada 1947.

Tujuannya jelas. Belanda ingin membuat Indonesia hancur lebur.  Kemudian, mereka mulai menguasai kota satu demi satu. Perang itu membuat rakyat Indonesia berduka. Korban yang tak berdosa terus berjatuhan.

Belanda pun mulai menguasai banyak kota besar dan berharap seisi Indonesia segera tunduk. Jauh panggang dari api. Seisi Indonesia menolak takluk. Semangat pejuang kemerdekaan tak surut. Perlawanan terus dilanggengkan. Siasat angkat senjata terus dimainkan sambil diimbangi dengan siasat diplomasi.

Caption

Perlawanan rakyat Indonesia membuat Belanda berang. Agresi militer jilid II ingin dilancarkan pada 1948. Alih-alih menyerah, segenap rakyat Indonesia justru memilih melawan. Panglima Besar Jenderal Soedirman pun memilih untuk melawan.

Ia pun secara khusus menemui Bung Karno dan mengajaknya bergerilya sebelum Agresi Militer II dijalankan. Namun, ajakan itu ditolak Bung Karno. Orang nomor satu Indonesia itu ingin berdiplomasi, sekalipun ke depan Bung Karno ditahan Belanda.  

Bung Besar pun merestui Soedirman berperang. Ia menyarankan Soedirman untuk beristirahat dan berobat dahulu supaya sembuh dari penyakit yang dideritanya. Keputusan pun sudah diambil Soedirman. Ia bersama pasukannya, termasuk ajudannya, Tjoropranolo memilih menggelorakan perang gerilya dengan rute dari Yogyakarta hingga Pacitan.

Ajian itu dianggap Soedirman sebagai opsi paling memungkinkan untuk melawan Belanda. Aksi heroik Jenderal Soedirman disambut dengan gegap gempita oleh segenap rakyat Indonesia, utamanya TNI. Kepercayaan diri mereka jadi meningkat.

"Pada waktu Pak Dirman datang ke Istana Presiden untuk minta diri, saya melihat sendiri, betapa kondisi beliau sudah sangat lemah, oleh karena telah tiga bulan menderita sakit paru-paru. Ketika Bung Karno mendengar. Pak Dirman akan berangkat ke luar kota untuk memimpin perang gerilya, Bung Karno memberi nasihat agar beristirahat saja serta berobat lebih dulu di Yogyakarta, sampai nanti sembuh.”

“Agar segera bisa kembali kuat, untuk bekal dalam meneruskan perjuangan. Tetapi Pak Dirman tetap teguh kepada tekadnya. Bung Karno langsung memeluk sambil memberikan doa restu. Begitulah, Pak Dirman kemudian melangkah keluar dengan tegap, berangkat memimpin perang gerilya," terang Ali Sastroamidjojo sebagaimana dikutip Julius Pour dalam buku Doorstoot naar Djokja: Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer (2009).

Tjokropranolo Pasang Badan

Keputusan Jenderal Soedirman memilih perang gerilya tak mudah. Kondisi Jenderal Soedirman yang sedang sakit Tuberkulosis (TBC) jadi musababnya. Penyakit itu cukup parah. Soedirman saja tak mampu melanggengkan banyak hal.

Pengawal yang kemudian merangkap jadi ajudan Soedirman, Kapten Tjokropranolo pasang badan. Tjokropranolo yang Mantan Pasukan Tanah Air (PETA) era Jepang itu dan rekan-rekannya tak menganggap kondisi Soedirman yang sedang sakit sebagai halangan.

Sosok yang kerap disapa Nolly itu memilih pasang badan demi keselamatan Soedirman. Kuasa itu membuatnya kerap menandu Jenderal Soedirman ke mana-mana, dari Keluar masuk hutan hingga bersembunyi di sana-sini.

Tjokropranolo saat menggantikan Ali Sadikin sebagai Gubernur DKI Jakarta. (Perpusnas)

Ia pun bertindak mencarikan ragam makanan bergizi supaya Soedirman lekas pulih. Pengabdian itu membuat Tjokropranolo kerap dipercaya Soedirman untuk melanggeng misi-misi penting. Ia mampu bergerak menjadi penghubung antara pasukan Soedirman dan tokoh-tokoh bangsa lainnya.

Ia mampu menjalankan semua tugasnya dengan baik. Kuasa itu membuat Nolly dikenal sebagai ajudan setia Jenderal Soedirman. Pengabdian itu kemudian berbuah manis. Kariernya menanjak. Ia dapat jadi Letjen TNI. Nolly mampu menjelma sebagai sosok panutan di Indonesia. Alih-alih hanya sebagai prajurit, tapi juga sebagai pelayan masyarakat Jakarta. Ia pernah menjabat sebagai Gubernur Jakarta era 1977-1982.  

"Hanya khusus untuk Pak Dirman, kami selalu berusaha agar dapat menyediakan makanan bergizi yang akan dapat memberi kekuatan fisik dan kesembuhannya, seperti telur, kacang-kacangan, sayur, daging ayam, ikan, buah-buahan, dan Jain-lan. Dan ini pun jarang sekali dapat kami peroleh," ujar Tjokropranolo sebagaimana dikutip Krisna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad dalam buku Soedirman: Riwayat Hidup, Perjuangan, dan Kisah Cinta Sang Jenderal (2017).