Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 32 tahun yang lalu, 4 November 1991, Istri mendiang diktator Ferdinand Marcos, Imelda Marcos kembali ke Filipina. Imelda akan menghadapi lebih dari 60 kasus hukum yang menjerat keluarganya. Suaminya dianggap telah merampok duit milik rakyat Filipina jadi salah satu kasus penting yang akan diungkap.

Sebelumnya, kepemimpinan Presiden Marcos adalah aib bagi Filipina. Ia mampu memborong tiga kejahatan sekaligus. Diktator, pelanggar HAM, dan koruptor. Rakyat Filipina marah. Kekuasaan Marcos lalu digulingkan.

Kepemimpinan Presiden Ferdinand Emmanuel Edralin Marcos Sr penah dianggap membawa harapan. Ia digadang-gadang sebagai sosok yang akan membawa Filipina ke arah lebih baik. Ia terpilih sebagai Presiden Filipina pada 1965. Namun, harapan tinggal harapan.

Laku hidup Marcos jauh dari menyejahterakan rakyat. Alih-alih memilih berdiri membela kaum lemah, ia justru tampil sebagai pemimpin yang represif. Ia mulai melanggengkan kuasanya untuk mengontrol media massa hingga sejarah.

Ia pun mulai menggunakan ramuan ala diktator dunia. Ia memanfaatkan militer untuk melanggengkan korupsi dan meneror rakyat. Barang siapa yang melawan dominasi Marcos, maka hukuman besar menanti –disiksa hingga dibunuh.

Imelda Marcos saat meresmikan monumen Bataan Death March pada 1965. (Wikimedia Commons)

Narasi kediktatorannya membuat seisi Filipina marah bukan main. Mereka menuntut perubahan. Aksi turun ke jalan kemudian menggema ke mana-mana. Gebrakan itu kian nyaring karena tokoh oposisi, Benigno Aquino ditumpas rezim Marcos.

Kematian Benigno memantik amarah seisi Filipina. Istri Benigno, Corazon Aquino kemudian menggantikan suaminya melawan. Gelora revolusi menggema di tiap sudut Filipina. Hasilnya gemilang. Seisi Filipina bergerak menggulingkan pemerintahan Marcos pada 1986.

Marcos dan keluarganya yang takut dieksekusi lalu memilih melarikan diri ke Hawaii dengan membawa banyak barang hasil korupsi. Corazon Aquino pun akhirnya menggantikan Marcos jadi orang nomor satu Filipina.

“Marcos akhirnya lengser. Dia dan keluarganya kabur ke Hawaii pada 25 Februari 1986 dengan membawa jutaan dolar Amerika Serikat uang tunai, perhiasan, emas, dan saham. Marcos meninggal dalam usia 72 tahun di Honolulu pada 1989 karena penyakit ginjal, jantung, dan paru-paru.”

“Setelah kepergian Marcos, orang menemukan tempat penyiksaan khusus tahanan politik di Malacanang. Mereka juga menemukan koleksi Ibu Negara Imelda Marcos, seperti 3.000 pasang sepatu, 500 kutang, dan 200 ikat pinggang, di rumah mewah Marcos di Tacloban, Pulau Leyte,” terang Iwan Kurniawan dalam tulisannya di Majalah Tempo berjudul Masa Gelap Sang Diktator (2022).

Imelda Marcos mendampingi putranya Ferdinand "Bongbong" Marcos Jr dan istrinya, Marie Louise Araneta dalam pelantikan sebagai Presiden Filipina pada 30 Juni 2022. (VOA/AP/Aaron Favila)

Kematian suaminya tak membuat sang istri Imelda Marcos menetap terus di Hawaii. Pemerintah Filipina pun mengizinkan Imelda untuk pulang ke Filipina. Akhirnya setelah sekian lama, Imelda menginjakkan kaki kembali di Filipina pada 4 November 1991.

Kehadiran Imelda di Filipina dianggap sebagai bentuk tanggung jawab menghadapi ragam tuntutan hukum mendiam suaminya. Dari korupsi hingga kekerasan. Pemerintah Filipina berharap kepulangan Imelda dapat mengembalikan uang negara yang dikorupsi sebelumnya.

“Dengan kesibukannya berkemas di rumah mewahnya di Honolulu, rakyat Filipina jadi teringat pada peti uang peso, emas, dan permata yang dibawa dari Filipina. Imelda bersiap untuk pulang ke Filipina untuk menghadapi lebih dari 60 kasus hukum. Tuduhan itu berdasarkan anggapan bahwa dia dan suaminya telah merampok miliaran dolar AS dari negara selama 20 tahun pemerintahan.”

“Pejabat Manila mengatakan Imelda bisa didakwa pada minggu pertamanya di Filipina dengan tuduhan penipuan pajak. Tuduhan lain akan ditujukan untuk dapat mengembalikan setidaknya 356 juta dolar AS dari keluarga Marcos yang dicurigai disimpan di bank-bank Swiss,” tertulis dalam laporan Surat Kabar The New York Times, 4 November 1991.