Mengenal Projo: Gerakan Relawan Pendukung Jokowi
Jokowi pada saat berjumpa dengan relawan pemenangannya, termasuk Projo. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Tiada yang meragukan popularitas Joko Widodo (Jokowi). Tokoh politik itu mampu menunjukkan ‘taringnya’ dalam kontestasi politik nasional. Ia mampu menjelma sebagai Wali Kota Solo. Pun ia mampu terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 2012.

Kemenangan itu membuat Jokowi dijagokan sebagai calon presiden (Capres) Indonesia pada Pilpres 2014. Dukungan pun mengalir. Alih-alih hanya dari partai politik, tapi juga dari kelompok relawan. Pro Jokowi (Projo), namanya. Projo jadi alat penggerak strategi politik memenangkan Jokowi.

Pengusaha masuk gelanggang politik adalah hal biasa. Jokowi pernah merasakannya. Pengusaha mebel itu menjatuhkan pilihan kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai kendaraan politiknya. Opsi itu banyak membawa berkah.

Jokowi mampu menjelma sebagai Wali Kota Solo dua periode, dari 2005 hingga 2012. Keberhasilan itu berkat serangkaian terobosan yang dilakukan Jokowi untuk Solo. Jokowi tak hanya pandai menata infrastruktur, tapi ia juga memperkuat identitas Kota Solo lewat branding The Spirit of Java.

Kepemimpinannya dipuja. Apalagi Jokowi kerap memposisikan dirinya berpihak kepada rakyat kecil, atau wong cilik dalam bahasa PDIP. Keberpihakan itu makin melejit kala Jokowi membawa popularitas mobil Esemka ke panggung nasional.

Jokowi berkampanye di depan para relawan, termasuk Projo menjelang Pemilu 2014. (Wikimedia Commons)

Sebuah mobil karya pemilik bengkel Kiat Motor Sukiyat dan anak-anak SMK. Mobil Esemka membuat nama Jokowi populer di seantero negeri. Sekalipun gagal uji emisi. Isu Jokowi sebagai calon pemimpin masa depan gaungnya ke mana-mana.

PDIP pun tak ingin kehilangan momentum. Popularitas Jokowi yang tinggi kemudian dikemas PDIP untuk ikut dalam kontestasi pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2012. Jokowi ‘dikawinkan’ dengan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Duet Jokowi Ahok nyatanya mampu berbicara banyak.

Jokowi-Ahok mampu melejit sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru. Kemenangan itu bak telah diramalkan. Dominasi itu berkat popularitas Jokowi yang dianggap juru selamat Jakarta dari segala macam masalah menahun seperti banjir dan macet.

“Performa Politik Jokowi, Semangat kepemimpinan jokowi akan menentukan kesuksesan Indonesia, presiden memiliki kewenangan dalam membuat framework, nilai dalam mengatur nagara, pemimpin baru kebijakan baru. Jokowi memiliki performa komunikatif di mana jokowi mulanya kurang begitu dikenal pada panggung politik pada masa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).”

“Berkat kesuksesannya membangun kota solo dan kedekatannya dengan media, maka popularitasnya meningkat dan dia pun berpeluang untuk menjadi gubernur DKI Jakarta. Namun, karena popularitas begitu kuat akhirnya Jokowi menjadi pilihan partai besar untuk masuk sebagai calon terkuat presiden,” terang Muhammad Qadaruddin dalam buku Kepemimpinan Politik Perspektif Komunikasi (2016).

Pro Jokowi

Kepemimpinan Jokowi di Jakarta semakin mendulang kesuksesan. Popularitasnya kian hari semakin melejit. Gebrakannya bersama Ahok kerap memancing pemberitaan media massa. Apalagi, aksi blusukannya. Narasi itu membuat Jokowi dijagokan melaju dalam kontestasi politik Pilpres 2014.

Mulanya popularitas yang besar tak membuat Jokowi dilirik sebagai Presiden. Isu Megawati-Jokowi justru muncul. Mantan Presiden Indonesia itu dianggap punya peluang besar dicalonkan PDIP sebagai Presiden dibandingkan Jokowi.

Problema itu membuat gerakan relawan bermunculan. Utamanya, dari internal PDIP sendiri. Gerakan relawan bernama Projo pun lahir pada Kongres Projo I pada 23 Desember 2013. Pendirinya didominasi oleh kader PDIP dan aktivis mahasiswa 1998. Dari Budi Arie Setiadi hingga Fahmi Alhabsyi.

Ketua Umum DPP Projo Budi Arie (tengah) bersama Sekjen Handoko (kanan) dan Bendahara Umum Panel Barus (kiri) menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers usai rakernas di Jakarta, Minggu (15/10/2023). Dalam rakernas VI tersebut membahas strategi pemenangan usai deklarasi dukungan terhadap Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024. (Antara/Asprilla Dwi Adha)

Kehadiran Projo semakin menyiratkan makna bahwa sosok Capres yang tepat dari PDIP adalah Jokowi, bukan Megawati. Projo terus mengumpulkan ribuan relawan. Bahkan, Projo turut terjun ke kader-kader PDIP di daerah. Mayoritas kader PDIP justru mendukung Jokowi sebagai Capres.

Hasilnya gemilang. Aspirasi itu kemudian didengar oleh PDIP dan Projo terus memainkan peran sentralnya untuk meningkatkan popularitas Jokowi. Jokowi yang kemudian berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK) memenangkan Pilpres 2014. Keduanya kemudian jadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang baru.

Projo senang bukan main. Jokowi yang notabene tokoh yang didukungnya mampu jadi orang nomor satu Indonesia. Kondisi itu tak membuat Projo membubarkan diri. Projo justru menjelma sebagai organisasi yang memonitor pemerintah Jokowi. Bahkan, hingga hari ini. Pun petinggi Projo ikut diserta Jokowi dalam pemerintahan. Utamanya, Budi Arie Setiadi yang kini jadi Menteri Komunikasi dan Informatiko (Menkominfo) sedari 17 Juni 2023.

“Seiring dinamika politik di tanah air, sejumlah kader dan simpatisan partai PDIP, serta puluhan paguyuban warga daerah-daerah yang berdomisili di DKI Jakarta mendirikan organisasi Projo di Jakarta pada 21 Desember 2013. Satu aspirasi Projo adalah mendukung Jokowi maju sebagai calon Presiden 2014.”

“Alasannya, Jokowi dianggap sebagai sosok yang mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik dan konkret. Sekretaris Koordinator Nasional Projo, Budi Arie Setiadi mengatakan, saat ini gelora dan dukungan untuk memperjuangkan Jokowi menjadi Capres untuk Pemilu 2014 semakin membesar dan berasal dari berbagai lapisan elemen masyarakat,” ungkap Damhuri Muhammad dalam buku Mengantar ke Gerbang (2014).