Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 65 tahun yang lalu, 17 September 1958, Pemerintah Orde Lama menyetujui rencana Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia, WHO dan International Cooperation Administration (ICA) untuk membasmi wabah malaria dari bumi Indonesia. Rencana itu disetujui karena Indonesia sudah rugi banyak gara-gara malaria.

Sebelumnya, wabah malaria kerap jadi momok menakutkan sejak masa penjajahan Belanda. Wabah malaria banyak membawa petaka. Saban hari angka kematian karena malaria meningkat. Pun rumah sakit dan pemakaman sampai penuh.

Maskapai dagang Belanda, VOC pernah salah urus terkait tata kota Batavia (kini: Jakarta). Pembangunan dan pembukaan lahan dilanggengkan secara masif. Pabrik bertumbuh, demikian juga dengan lahan pertanian dan perkebunan.

Kondisi itu diperparah dengan warga Batavia yang abai menjaga lingkungan. Kota yang amburadul jadi harga mahal yang harus dibayar. Kompeni tak peduli. Asal untung, perilaku merusak tetap jalan. Masalah muncul. Narasi abai terhadap lingkungan membentuk Batavia bak rumah yang nyaman bagi wabah mematikan.

Malaria, utamanya. Kehadiran wabah malaria justru menjelma bak malaikat pencabut nyawa. Tiada satu pun orang di Batavia yang mampu menebak kapan malaria dapat menyerang seisi kota. Mereka cuma tahu banyak rekan-rekannya yang hari ini baik-baik saja, kemudian meninggal dunia esok hari.

Upaya pemberantasan malaria di era penjajahan Belanda. (Tropenmuseum/Wikimedia Commons)

Kondisi itu membuat masalah baru muncul. Rumah sakit dan pemakaman jadi penuh. Kondisi yang sama juga berlangsung di wilayah jajahan Kompeni lainnya, Lampung hingga Semarang. Kondisi itu bertahan lama hingga Kompeni digantikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Pergantian kuasa nyatanya tak berpengaruh banyak. Penjajah hanya memikirkan keuntungan. Sedang nasib rakyatnya diabaikan. Bahkan, hingga Indonesia merdeka masalah penanggulangan malaria jadi hal yang tak pernah tuntas.

“Markas VOC di Batavia sekarang mendapat reputasi buruk sebagai sumber wabah mematikan yang terus dipertahankan hingga abad 19. Kolam-kolam ikan yang dibangun sepanjang pesisir Batavia merupakan tempat berkembang biak yang ideal bagi nyamuk-nyamuk anopheles. Sejak 1733, kota ini menyebarkan wabah malaria yang mematikan.”

“Antara 1733 dan 1795, sekitar 85 ribu serdadu dan pejabat VOC di Batavia mati karena wabah ini dan sebab-sebab serupa. Pada tahun 1734, diumumkanlah satu hari pembacaan doa dan puasa untuk memohon kepada Tuhan agar melenyapkan wabah tersebut dari kota ini. Permohonan penduduk Batavia, yang sering dianggap sebagai gembel bermoral bejat dan tidak beriman, ini tidak mengubah keadaan,” terang sejarawan M.C. Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008).

Masalah malaria kemudian jadi pekerjaan rumah besar pemerintah Indonesia yang baru seumur jagung. Langkah penanggulangan yang dilakukan masih skala kecil. Bak gali lubang tutup lubang. Inisiasi penanggulan masif baru digulirkan kala Indonesia mulai diakui kedaulatannya oleh Belanda pada 1949.

Vaksinasi wabah di Pulau Jawa pada masa Hindia Belanda. (Tropenmuseum/Wikimedia Commons)

Pengakuan itu membuat Indonesia mendapatkan dukungan dari berbagai organisasi kelas dunia. WHO dan ICA, misalnya. Kehadiran WHO dan ICA punya pengaruh besar. Keduanya ingin membantu Indonesia bebas dari wabah malaria.

Kemenkes pun membentuk Lembaga Malaria untuk bekerja sama dengan WHO memerangi wabah malaria. Hasilnya gemilang. Rencana perang terhadap wabah malaria disiapkan. Dari penyemprotan skala besar, hingga tahap penyelidikan entomologi. Jawa, Bali, dan Lampung jadi target utama. Setelahnya baru pulau lain.

Rencana itu menyebut Indonesia akan terbebas dari malaria pada 1970. Pemerintah Orde Lama pun mendukung penuh langkah rencana Kemenkes bekerja sama dengan WHO dan ICA memusnahkan wabah malaria dari bumi Indonesia pada 17 September 1958.

“Melihat usaha yang berhasil dalam upaya memberantas malaria dan insektisida, maka pemerintah mempertimbangkan, apakah sifat pemberantasan malaria (malaria control), yang hingga waktu itu dilaksanakan dapat diubah jadi pembasmian malaria (malaria eradication). Pembasmian malaria dari seluruh penjuru Indonesia.”

“Berdasarkan hasil penyelidikan serta pengalaman yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa penyakit malaria di Indonesia dapat dilenyapkan. Untuk mencapai itu, maka cara kerja harus dirobah dan diperbaharui sama sekali. Lembaga Malaria dengan dibantu oleh ICA dan WHO menyiapkan rencana untuk pembasmian malaria. Rencana tersebut pada tanggal 17 September 1958 telah disetujui oleh Dewan Menteri,” tertulis dalam buku Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia Volume 2 (1978).