JAKARTA – Memori hari ini, 21 tahun yang lalu, 12 September 2002, Sutiyoso kembali terpilih sebagai Gubenur DKI Jakarta untuk masa bakti 2002-2007. Pria yang akrab disapa Bang Yos itu menang dalam pemilihan Gubernur DKI oleh anggota dewan yang berlangsung di Gedung DPRD, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Sebelumnya, kontroversi kerap mengiringi langkah Sutiyoso sebagai orang nomor satu Jakarta. Ia dianggap punya dosa masa lalu dalam Peristiwa Kerusuhan 27 Juli (Kudatuli) 1996. Namun, kepemimpinannya di Jakarta justru didukung penuh banyak pihak.
Peristiwa penyerangan markas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dikenal Kudatuli 1996 masih hangat dalam ingatan seisi Indonesia. Pengusutannya tak kunjung dilanggengkan. Tokoh-tokoh sentral dalam Kudatuli masih bergerak bebas.
Beberapa justru jadi pejabat negara. Sutiyoso, salah satunya. Sutiyoso dianggap memiliki peran sentral dalam Kudatuli karena menjabat sebagai Pangdam Jakarta. Ia dianggap bertanggung jawab atas peristiwa Kudatuli. Alih-alih diadili, ia justru diangkat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 1997.
Semenjak itu kepemimpinan Sutiyoso kerap dikaitkan dengan dosa masa lalu. Namun, Sutiyoso menganggap angin saja segala komentar miring. Ia terus berusaha memimpin Jakarta dengan baik. Pun jabatan itu membuatnya belajar banyak hal. Ia mencoba beradaptasi dalam menduduki jabatan sipil.
Segala macam permasalahan Jakarta coba dipelajarinya. Sederet prestasi pun pernah diraih. Apalagi kala kerusuhan 1998 yang diakhiri dengan pelengseran Presiden Soeharto. Bang Yos dapat menjaga supaya kerusuhannya tak meluas.
Ia mampu memberikan rasa aman kepada banyak duta besar yang ada di Jakarta. Namun, bukan berarti kepemimpinan Bang Yos tanpa masalah. Banyak perhitungannya dalam mempercantik Jakarta meleset. Ia gagal dalam mengatisipasi banjir Jakarta.
Masalah yang paling besar dari kepemimpinannya adalah ia kerap memberi restu pengusaha mengubah Ruang Terbuka Hijau (RTH) jadi kawasan bisnis. Kegagalan lainnya adalah Bang Yos tak mampu mengurangi kebiasaan korupsi di lingkungan pemerintahan.
“Gara-gara banjir, Sutiyoso menuai gugatan class action dari warga. Sampai hari ini persidangan kasus itu masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan banjir hanya satu dari angka merah gubernur yang pernah memerintah di bawah empat presiden ini: Soeharto, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Habibie, dan Megawati. Di bawah pemerintahan Sutiyoso, wajah Jakarta bukan saja makin menakutkan.”
“Harta milik kota ini juga menyusut. Kejahatan merajalela. Bom meledak di mana-mana. Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungan Pemda DKI kian meruyak. Kemacetan lalu-lintas menjadi-jadi. Sutiyoso juga ikut bertanggung jawab atas sejumlah kawasan jalur hijau dan daerah resapan hujan yang berubah menjadi kawasan bisnis sehingga mengundang banjir,” tertulis dalam laporan Majalah Tempo berjudul Ke Jakarta, Sutiyoso Kembali (2002).
Narasi kegagalan Sutiyoso membangun Jakarta meruyak ke mana-mana. Sutiyoso dianggap tak layak memimpin Jakarta. Apalagi, sampai dua periode. Semua anggapan itu kemudian sirna. Dunia politik nyatanya berjalan dinamis. Pejabat justru banyak mendukung Sutiyoso.
Presiden Megawati yang notebene kehilangan kader-kadernya pada Peristiwa Kudatuli justru mendukung pencalonan Sutiyoso kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta dengan masa bakti 2002-2007. Suara-suara penolakan pun tak memiliki pengaruh apa-apa.
BACA JUGA:
Sebab, Sutiyoso kembali terpilih sebagai Gubernur Jakarta pada 12 September 2002. Sutiyoso menang besar dalam voting yang diberikan 84 anggota DPRD Jakarta. Sutiyoso kala itu meraih 47 suara. Sementara para pesaingnya hanya mendapat porsi kecil suara. Alhasil, Sutiyoso dan Fauzi Bowo (Foke) jadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk masa bakti 2002-2007.
“Tanggal 24 Juni 2002 seluruh anggota DPD PDIP Jakarta dipanggil ke rumah dinas Presiden Megawati. Dalam kesempatan itu, menurut Tarmidi (kader PDIP). Mereka dimarahi hahis-hahisan! Rupanya, Ibu Mega mengancam mereka untuk menarik pencalonan Tarmidi, sekaligus memenangkan Sutiyoso.”
“Ketika itu, Ketua Umum PDIP telah mengeluarkan SK yang intinya menyatakan PDIP mendukung pencalonan kembali Sutiyoso. Dalam SK yang ditandatangani oleh Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP juga disebutkan bahwa semua kader dan simpatisan PDIP harus mengamankan keputusan tersebut,” tulis Tjipta Lesmana dalam buku Dari Soekarno sampai SBY (2013).