JAKARTA - Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah upaya kolektif segenap pejuang kemerdekaan. Dari golongan tua hingga muda. Burhanuddin Mohammad (B.M) Diah, apalagi. Tokoh pers nasional itu jadi saksi sejak awal hingga penandatangan momentum bersejarah itu.
Ia kemudian ditugaskan Bung Hatta untuk melanggengkan misi khusus menyebar kabar Proklamasi Indonesia ke seantero Nusantara. Tugas itu dilanggengkan dengan suka cita di tengah pejuang kemerdekaan lainnya telah terlelap.
Perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia benar-benar memeras tenaga. Pejuang kemerdekaan golongan tua dan muda terus berjibaku mencari tempat perumusan naskah Proklamasi Indonesia pada 16 Agustus 1945.
Mereka awalnya mendaulat Hotel Des Indes (kini sudah digusur dan diganti dengan pertokoan Duta Merlin) sebagai lokasi utama. Belakangan rencana itu berubah karena pihak Des Indes tak mengindahkan rapat hingga larut malam.
Pilihan pun jatuh kepada rumah petinggi Jepang, Laksamana Maeda yang pro dengan perjuangan kaum bumiputra. Opsi rapat di rumah Maeda pun mampu menjanjikan keamanan. Sebab, tiada serdadu Jepang yang berani mengusik petingginya.
Segenap pejuang kemerdekaan pun mulai membentuk panitia kecil untuk membuat naskah Proklamasi Indonesia. Panitia itu terdiri dari Soekarno, Hatta, Sukarni, Soebardjo, dan Sayuti Melik. Pemilihan itu tak lain karena kelimanya dinilai mempuni dalam merumuskan naskah.
Kepercayaan itu tak disia-siakan. Sekalipun banyak terjadi perdebatan terkait diksi yang digunakan untuk mengumandangkan kemerdekaan. Perumusan itu bahkan berlangsung hingga dini hari. Kemudian, semuanya sepakat dengan naskah proklamasi pada pukul 03.00 dini hari tanggal 17 Agustus 1945.
Bung Hatta tak lantas tak memilih langsung pulang istirahat. Ia justru memilih untuk memberikan misi khusus kepada pejuang kemerdekaan, B.M. Diah. Bung Hatta menganggap tokoh pers punya kapasitas besar untuk menyebarkan berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di seantero Nusantara.
“Maka sidang yang bersejarah itu berakhirlah kira-kira jam 03.00 pagi hari tanggal 17 Agustus 1945. Maeda meninggalkan kamar tidurnya dan turun ke bawah beserta pembantu-pembantunya, seperti Nishijima dan beberapa orang lain. Mereka memberi selamat kepada kami atas hasil yang kami capai. Tuan Miyoshi telah lebih dahulu pulang ke rumahnya ketika kami pindah ke ruang tengah. Tetapi ia sudah tahu, bahwa rapat larut malam itu akan mengesahkan teks Proklamasi yang dibuat, yang dilihatnya dari dekat.”
“Sebelum kami pulang semuanya, aku berpesan kepada beberapa orang pemuda yang masuk golongan pers, terutama B.M. Diah: Saudara-saudara sehari-harinya sudah bekerja keras tetapi saudara harus meneruskan pula dengan giat pekerjaan baru, yaitu memperbanyak teks Proklamasi itu dan menyebarkannya ke seluruh Indonesia sedapat-dapatnya. Saudara yang bekerja di Kantor Domei (kini: Kantor Berita ANTARA), kawatkan sedapat-dapatnya berita Proklamasi itu ke seluruh dunia yang dapat dicapai," terang Bung Hatta dalam buku Mohammad Hatta: Memoir (1979).
Penyebaran Berita Proklamasi
B.M. Diah pun melanggengkan misi khusus Bung Hatta. Apalagi ia berhasil mendapatkan draf coretan naskah proklamasi yang asli. Ia kemudian bekerja di tengah pejuang lainnya sedang terlelap. Ia tak peduli waktu. Ia langsung berangkat menuju ke percetakan di Pecenongan pada dini hari.
Percetakan Siliwangi, namanya. B.M. Diah pun membangunkan pengawas percetakan yang sedang tidur. Ia pun menyodorkan naskah proklamasi untuk dicetak. Mulanya pengawas percetakan enggan meladeni B.M. Diah. Namun, setelah pengawas percetakan membacanya semangat kemerdekaan menghilangkan kantuknya.
Pengawas percetakan pun bergerak cepat. Ia menyusun huruf-huruf untuk membuat berita terkait teks proklamasi. B.M. Diah meyakinkan pengawas percetakan bahwa ia membutuhkan kira-kira seribu lembar selebaran.
Pengawas percetakan bekerja dengan cekatan. Hasilnya memuaskan. Selebaran berita Proklamasi Indonesia telah disiapkan. Pun semuanya dilakukan tanpa meminta bayaran. Hasil cetakan itu lalu diedarkan di seantero Jakarta, kemudian diperbanyak hingga pelosok negeri.
Boleh jadi tanpa andil B.M. Diah berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia takkan menyebar ke seantero negeri. Misi khusus Bung Hatta pun diselesaikan dengan baik oleh B.M. Diah. Sekalipun B.M. Diah harus membayar mahal karena tugas itu membuatnya tak dapat hadir pada peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Pegangsaan Timur 56. Semuanya karena tiada yang memberi tahunya rencana proklamasi yang semula di Lapangan IKADA batal.
“Indah sekali perkataan Proklamasi di atas kertas putih. Kira-kira seribu lembar saja surat edaran saya perlukan. Segera saya keluar dari kantor percetakan itu dengan barang jadi. Tanpa bayar. Saya ajak supir truk itu, yang bernama Boos, mengelilingi sebagian kota, dimulai dengan Jalan Nusantara sekarang, sampai ke Prapatan dan lain-lain di sekitar Gambir, menyebari selebaran proklamasi.”
“Saya tidak tahu apa akibat penyebaran ini. Tetapi dari keterangan Jenderal Nishimura, gerilya politik yang saya lakukan sendirian membawa hasil. Katanya, kira-kira tengah hari itu, ketika saya berada di kantor dengan Kepala Bagian Perencanaan dan lain-lain personil, mata saya menangkap sehelai kertas kumal yang dibawa oleh seorang pejabat yang ketakutan dan bingung, dan semua yang hadir tiba-tiba terkejut, karena mengetahui bahwa itu adalah kertas propaganda dari sebagian bangsa Indonesia mempermaklumkan kemerdekaannya lepas dari kekuasaan Jepang,” cerita B.M. Diah dalam buku Catatan B.M. Diah (2018).