Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Batal Berlangsung di Lapangan IKADA
Pengibaran Bendera Merah Putih saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah peristiwa yang menegangkan. Golongan tua dan muda bersatu merumuskan suatu penyataan kemerdekaan. Rapat penyusunan naskah Proklamasi bahkan berlangsung hingga dini hari. Naskah proklamasi pun akhirnya rampung.

Segenap pejuang kemerdekaan memberikan informasi bahwa momen sakral Proklamasi akan berlangsung di Lapangan Ikada. Nyatanya, niatan itu dibatalkan. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia justru berlangsung di halaman rumah Bung Karno. Apa alasannya?

Perdebatan kapan Indonesia merdeka sempat jadi polemik. Golongan tua dan muda punya pendapatnya masing-masing. Golongan tua berharap kemerdekaan dilangsungkan menanti restu penjajah Jepang. Sedang golongan muda berharap kemerdekaan Indonesia berlangsung sesegera mungkin.

Mulanya tiada titik temu. Namun, golongan muda tak sabaran. Mereka melanggengkan ajian menculik pemimpin golongan tua, Soekarno dan Mohammad Hatta pada 16 Agustus 1945. Penculikan itu membuat golongan tua dan muda beradu argumen di Rengasdengklok.

Ajian itu membawakan hasil. Kedua golongan sepakat untuk memerdekakan Indonesia sesegera mungkin. Penyusunan naskah Proklamasi Indonesia dilanggengkan. Rencana mulanya penyusunan naskah Proklamasi Indonesia dilangsungkan di Hotel Des Indes (kini sudah digusur dan diganti dengan pertokoan Duta Merlin).

Rumah tempat persembunyian Soekarno dan Mohammad Hatta di Rengasdengklok, Karawang. (Wikimedia Commons)

Keinginan itu urung dilakukan. Penyebabnya pihak hotel tak menyanggupi agenda rapat malam-malam. Pejuang kemerdekaan pun tak kehilangan akal. Rumah petinggi Jepang, Laksamana Maeda yang pro perjuangan kaum bumiputra pun dipilih.

Penyusunan teks proklamasi pun berlangsung dengan alot. Urusan pemilihan diksi jadi hal yang paling lama. Semuanya baru selesai kala seluruh hadirin –golongan tua dan muda—menyatakan setuju dengan teks Proklamasi yang dibuat pada dini hari, 17 Agustus 1945.

“Kukira tidak ada yang tidak setuju. Sesudah itu akan bicara dan mengemukakan kalau saudara semua setuju, baiklah kita semuanya yang hadir di sini menandatangani naskah Proklamasi Indonesia Merdeka ini sebagai suatu dokumen yang bersejarah. Ini penting bagi anak cucu kita. Mereka harus tahu, siapa yang ikut memproklamasikan Indonesia merdeka. Ambillah contoh kepada naskah Proklamasi Kemerdekaan Amerika Serikat dahulu.”

“Semuanya yang memutuskan ikut menandatangani keputusan mereka bersama. Sejenak rapat diam dan tidak terdengar suatu diskusi apapun tentang yang kuusulkan itu. Tidak lama sesudah itu Soekarni (tokoh golongan muda) maju ke muka, menyatakan dengan suara yang lantang: bukan kita semuanya yang hadir di sini harus menantangani naskah itu. Cukuplah dua orang saja menandatangani atas nama rakyat Indonesia yaitu Bung Karno dan Bung Hatta,” terang Bung Hatta dalam buku Mohammad Hatta: Memoir (1979).

Dari Lapangan IKADA ke Pegangsaan Timur 56

Rangkumnya naskah Proklamasi Indonesia disambut dengan suka cita. Pejuang kemerdekaan telah memikirkan tempat yang pantas untuk melanggengkan Proklamasi. Pilihan jatuh kepada Lapangan Ikatan Atletik Djakarta: IKADA (kini: Kawasan Monas).

Lapangan IKADA dianggap mampu menampung berbondong-bodong rakyat Indonesia yang ingin menyaksikan Proklamasi dari dekat. Penentuan lapangan IKADA, bahkan diamini oleh tokoh pers dan pejuang kemerdekaan, Burhanuddin Mohammad (B.M) Diah dan Pemimpin Barisan Pelopor, Sudiro.

Kedua sosok itu sempat bertandang dengan massanya masing-masing ke Lapangan IKADA. Jauh panggang dari pada api. Tiada acara pun di sana. Alih-alih ada keramaian, pemandangan yang ada justru serdadu-serdadu Jepang lengkap dengan senjatanya. Serdadu itu seraya mencegah terjadinya peristiwa bersejarah.

Nyatanya, acara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang awalnya direncanakan di Lapangan IKADA dibatalkan. Keamanan jadi faktor utama pembatalan. Pejuang kemerdekaan telah menyaksikan sendiri bahwa informasi Proklamasi kemerdekaan telah sampai ke pihak jepang. Proklamasi Kemerdekaan lalu diumumkan secara mendadak ke beberapa pejuang untuk dilangsungkan di Jalan Penggangsaan Timur 56 saja.

Bekas rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol 1 Jakarta yang kini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi. (Wikimedia Commons)

Suatu tempat yang notabene halaman rumah Bung Karno. Di sana, ikrar Indonesia merdeka diucapkan secara paripurna pada 17 Agustus 1945. Sudiro sempat bertandang ke rumah Bung Karno. Sedang yang lainnya tidak. Alhasil, proklamasi berlangsung tanpa kehadiran Soekarni, Chairul Saleh, Soebarjo, dan B.M. Diah. Padahal mereka yang mengikuti dari awal persiapan hingga penantanganan Proklamasi Indonesia.

“Pukul 9.30 pagi tanggal 17 Agustus 1945, saya pergi ke Lapangan Ikada dengan beberapa kawan, memakai truk kecil (pick up) yang semalam saya pakai. Ketika mendekati tempat itu, saya lihat lapangan itu kosong sama sekali. Di semak-semak dekat gedung penonton dan tempat pemain bola berdiri berpencar serdadu-serdadu Jepang.”

“Saya sangat geram ketika pagi-pagi hari, sebelum jam 10, hanya melihat serdadu-serdadu Jepang dengan bayonet terhunus, dengan memakai topi tempur disambung sehelai kain putih di belakang kuduknya mengadakan penjagaan ketat. Rupanya, antara pukul am 5.00 pagi (jam Jepang) dan 10.00 pagi itu ada suatu tindakan membatalkan pertemuan itu. Rupanya Bung Karno telah diberitahukan. la cepat pula mengalihkan pengumuman Proklamasi ke Pegangsaan Timur 56,” terang B.M. Diah dalam buku Catatan B.M. Diah (2018).