JAKARTA - Grup band Slank pernah kesohor dengan lagu-lagu bertema antikorupsi dan kritik sosial. Ajian itu dilanggengkan jauh sebelum formasi Slank teranyar Kaka (vokal), Ivan (Bass), Ridho (gitar ritme), Abde (gitar), dan Bimbim (drum). Langkah itu supaya Slanker (penggemar Slank) berani melawan keburukan.
Lagu Gossip Jalanan (2004), misalnya. Lagu yang berisikan kritik kepada laku hidup pejabat korup memancing perhatian wakil rakyat dan membuat heboh. Badan Kehormatan DPR RI tersinggung dengan lagu Slank.
Kisah percintaan dan dinamika anak muda adalah ramua kesohor meraih popularitas di dunia musik. Formula itu banyak digunakan anak band untuk merebut pasar dunia hiburan Indonesia. Slank, apalagi. Sekumpulan anak muda itu melihat tema cinta dan problema anak seusianya sebagai sebuah kemujuran.
Mereka kemudian mencoba mengadaptasi tema itu dalam proses penciptaan lagu. Band yang lahir di Gang Potlot, Kalibata, Jakarta Selatan pada 1983 itu mulai memasuki rimba musik Indonesia. Hasilnya gemilang. Slank kesohor di seantero negeri sejak 1990. Mereka dipuja dan dirindukan. Bahkan, dari nama Slank muncul istilah populer slengean, alias Gaya Semau Gue.
Kesuksesan pun memengaruhi musikalitas Slank. Penulisan lirik Slank sedikit lebih dewasa. Sekalipun kemudian Slank mulai gonta-ganti personil. Perjalanan itu membuat Slank mulai sedikit berani. Mereka sesekali meramu lagu bertemakan kritik sosial.
Urusan pungli dan kelakukan wakil rakyat jadi yang paling sering disorot. Ambil contoh dalam lagu Birokrasi Kompleks. Lagu yang berasal dari Album Generasi Biru (2004) bercerita tentang kerumitan birokrasi di Indonesia. Urusan apapun kerap diperumit kecuali ada uang pelicin.
Lagu lainnya yang melanggengkan kritik sosial Slank adalah Tong Kosong. Seperti judulnya, lagu yang berasal dari album Lagi Sedih (1997) dianggap cocok dengan kondisi wakil rakyat yang banyak bicara, minim hasil.
Kegeraman Slank bukan tanpa alasan. Perilaku buruk dan korup wakil rakyat harus segera diperangi. Mereka, utamanya Bimbim ingin wakil rakyat yang korupsi dan ketahuan bermasalah segera dipermalukan.
“Hukum tembak enggak ada di sini. Hukum gantung juga enggak ada. Hukum moral aja, dipermalukan. Kalau ada koruptor yang terbukti bersalah, diarak saja ke lapangan Monas. Di hadapan rakyat, mereka ditembak pakai pistol air yang dikasih cabe.”
“Ini efeknya akan mempermalukan dia (koruptor), karena kadang orang bukan takut sama hukum tapi sama malu. Kalau orang ribut, baru diem. Tapi kalau cuma ditakut-takutin polisi malah berkelit, disangka ngeledek,” ungkap pria bernama lengkap Bimo Setiawan Almaczumi (Bimbim) dalam wawancaranya bersama Majalah Tempo berjudul Slank: Banyak yang Bangga Disebut Koruptor (2008).
Slank vs DPR RI
Slank yang kemudian muncul dengan formasi teranyar (Kaka, Abde, Ivan, RIdho, dan Bimbim) terus melanggengkan lagu-lagu penuh kritik dan sentilan kepada penguasa. Lagu Gossip Jalanan pun digaungkan.
Lagu yang menjadi bagian dari Album Plur (2004) itu menceritakan terkait sindiran kepada perilaku buruk penjabat negara, termasuk wakil rakyat yang korup. Mulanya lagu ini tak begitu dikenal oleh publik. Apalagi oleh anggota DPR RI. Lagu itu bahkan sempat meredup dengan sendirinya.
Semuanya berubah ketika Slank mulai berkolaborasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari 2007. Kesamaan visi dan misi untuk melawan perilaku korup pejabat jadi muaranya. Lagu Gossip Jalanan kembali mengalun di mana-mana. Utamanya, ketika Slank memberikan dukungan "Save KPK' di depan Gedung KPK pada Maret 2008.
Gema lagu itu kemudian mengganggu pikiran beberapa wakil rakyat. Apalagi Slank mencoba ‘menelanjangi’ wakil rakyat dengan lirik provokatif: Mau tau gak mafia di Senayan. Kerjanya tukang buat peraturan. Bikin UUD, ujung-ujungnya duit.
BACA JUGA:
Kemerahan DPR RI pun memuncak. Kemarahan itu diungkapkan langsung oleh Ketua Badan Kehormatan DPR, Gayus Lumbuun. Intinya DPR RI tersinggung dengan lagu Gossip Jalanan yang dinyanyikan Slank di Gedung KPK. Liriknya dianggap menyakitkan. Sekalipun lagu itu adalah lagu lama.
Gayus menyebut itu bukan hanya reaksi dirinya pribadi, tapi juga sejumlah wakil rakyat yang lain. Ia menyarankan supaya Slank tak masuk ke ranah politik. Sebab, wilayah itu bakal banyak yang menunggangi aksi Slank. Lagu Slank yang menganggu DPR pun menarik perhatian banyak khalayak luas dan memunculkan pro dan kontra. Sastrawan Goenawan Mohamad bahkan rela membedah lirik lagu Gossip Jalanan.
“Tentu ini bukan mafia di stadion sepak bola, tapi di rumah wakil rakyat yang terhormat. Wakil rakyat itu memang tukang, artinya lebih banyak menerima order. Misalnya membuat undang-undang yang naskahnya disodorkan pemerintah, sebagai mitra kerja. Namun, layaknya tukang apa saja, kalau tak diberi upah tambahan, kerjanya bisa molor.”
“Ini semua orang tahu Sebagai tukang, eh, wakil rakyat, kekuasaannya luar biasa. Tak ada undang-undang yang sah kalau tidak keluar dari gedung wakil rakyat ini. Pemimpin lembaga negara, termasuk yang memimpin Bank Indonesia, harus disetujui oleh wakil rakyat. Calon pemimpin itu dites berjam-jam dan bisa ditolak. Mereka menentukan hitam dan putih negeri ini. Itu sebabnya, banyak 'mitra kerja' yang takut kalau tidak memberi imbalan. Ya, paling kecil memberi pesangon untuk jalan-jalan ke luar negeri,” terang Goenawan Mohamad dalam tulisannya di Koran Tempo berjudul Gossip Jalanan (2008).