JAKARTA – Sejarah hari ini, 35 tahun yang lalu, 13 Juni 1988, Perdana Menteri (PM) Malaysia, Mahathir Mohamad melangsungkan kunjungan kenegaraannya ke Indonesia. Ia pun disambut dengan hangat oleh Presiden Soeharto di Yogyakarta.
Kedatangan itu kemudian menjadi representasi hangatnya hubungan antara Indonesia dan Malaysia. Sebelumnya, hubungan Indonesia dan Malaysia pernah memanas di era Orde Lama. Bung Karno melanggengkan konfrontasi. Ia melihat Malaysia bak negara ‘boneka’ Inggris.
Boleh jadi Malaysia adalah salah satu negara tetangga terdekat Indonesia. Namun, kedekatan itu bukan berarti harus memiliki hubungan mesra. Kadang kala hubungan antara negara tetangga kerap panas. Itulah yang terjadi ketika Indonesia pada masa pemerintahan Bung Karno dan Orde Lama.
Bung Karno memandang Malaysia tak ubahnya sebuah negara boneka ala Inggirs. Bung Karno khawatir kehadiran Malaysia dimanfaatkan Inggris untuk jadi pangkalan militer barat di Asia Tenggara.
Bung Karno pun berang. Ia menolak mengakui eksistensi Malaysia. Pun Soekarno kemudian menggelorakan konfrontasi kepada Malaysia yang dikenang dengan narasi Ganyang Malaysia. Namun, semuanya berubah ketika Soeharto dan Orba mengambil alih kekuasaan.
Soeharto memiliki sikap sebaliknya. Politik Indonesia yang awalnya berkiblat kepada Uni Soviet segera berubah haluan. Soeharto lalu mulai menjaga hubungan baik dengan negara barat. Pun sikap itu membuat Indonesia mulai menjaga hubungan baik kepada negara-negara tetangga.
Utamanya dengan Malaysia. Kedekatan itu membuahkan hasil. Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pun lahir. Semenjak itu, hubungan antara Indonesia dan Malaysia jadi mesra.
“Akan tetapi, penataan politik luar negeri Indonesia dianggap lebih sukses. Pertama, setelah berhasil membawa Indonesia menjadi satu diantara orbitnya negara-negara blok Barat, Presiden Soeharto kemudian membalik citra konfrontasi Indonesia dengan Malaysia dahulu kepada penataan politik regional yang kondusif bagi upaya pembangunan ekonomi melalui pembentukan ASEAN.”
“Pembentukan ASEAN diyakini sebagai titik balik dari politik konfrontasi kepada politik kerjasama regional sesama bangsa-bangsa di Asia Tenggara. ASEAN kemudian menjadi pilar utama yang pertama dani aspek lingkungan eksternal Indonesia dalam perumusan politik luar negeri di bawah Presiden Soeharto,” terang Agus R. Rahman dalam Jurnal Penelitian Politik LIPI berjudul Politik Luar Negeri Susilo Bambang Yudhoyono (2005).
Kedekatan antara Indonesia dan Malaysia diperlihatkan di mana-mana. Kedekatan itu membuat hubungan antara Soeharto dan PM Malaysia, Mahathir Mohamad bak seorang sahabat. Keduanya kerap saling mendukung satu sama lain. Saling mengunjungi pula.
Semuanya terbukti dengan ragam kerjasama yang dilanggengkan. Pada kunjungan kenegaraan Mahathir Mohamad ke Indonesia pada 13 Juni 1988, misalnya. Kedatangannya memiliki misi khusus. Alih-alih hanya menjaga persahabatan, Mahathir juga membawa agenda meningkatkan hubungan kerja sama kedua negara.
Soeharto pun menyambut baik hal itu. Apalagi kerja sama yang akan dilanggengkan adalah di bidang pendidikan dan Pariwisata. Itulah mengapa Soeharto memilih Yogyakarta sebagai lokasi pertemuan. Sebuah kota yang menjadi salah satu pusat pendidikan dan pariwisata di Indonesia.
BACA JUGA:
Seisi Nusantara pun mendukung kedatangan Mahathir Mohamad. Awak media pun tak mau ketinggalan. Mereka kemudian mewartakan segala macam agenda Mahathir Mohamad bersama Soeharto di Yogyakarta, termasuk mengunjungi seniman kenamaan Indonesia. Karenanya, kedua pemimpin itu jadi representasi hangatnya hubungan Indonesia-Malaysia. Indonesia bahkan dianggap sebagai 'saudara tua' Malaysia.
“PM Malaysia Mahathir Mohammad tiba di Indonesia untuk suatu kunjungan kerja. Ia mengadakan pembicaraan dengan Presiden Soeharto di Yogyakarta. Pertemuan itu dimaksudkan untuk meningkatkan kerja sama terutama di bidang pendidikan dan pariwisata,” tertulis dalam laporan Majalah Media Karya berjudul Ringkasan Peristiwa Nasional Tahun 1988 (1988).