Bagikan:

JAKARTA - Tiada yang menampik keistimewaan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), apalagi. Presiden Indonesia itu punya keyakinan ASEAN memiliki andil besar bagi solidaritas bangsa Asia Tenggara.

Keistimewaan itu membuat SBY tak mau melewatkan tiap hajatan ASEAN. Ia kerap hadir dalam penyelenggaran Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN. Namun, KTT ASEAN ke-24 di Naypyidaw, Myanmar jadi yang paling spesial bagi SBY. Hajatan itu tercatat sebagai KTT ASEAN terakhir yang dihadirinya sebagai Presiden RI.

Tiada negara di era modern yang mampu hidup mandiri secara individu. Semuanya pasti butuh dukungan dari negara lain untuk eksis. Indonesia, apalagi. Ajian politik luar negeri telah dimainkan pemimpin bangsa sejak Indonesia merdeka.

Politik luar negeri itulah yang mampu melanggengkan eksistensi Indonesia. Semuanya itu karena Indonesia mampu bertindak fleksibel. Indonesia dapat dekat kepada siapa saja. Kadang condong ke blok timur. Kadang pula condong ke blok barat.

Semua itu dilakukan demi melanggengkan kepentingan Indonesia. Dari urusan persahabatan hingga kerja sama. Namun, persahabatan yang dilanggengkan Indonesia tak melulu ke negara di benua Eropa atau Amerika saja. Negara tetangga atau yang termasuk dalam Asia Tenggara ikut dirangkul.

Presiden RI,  Susilo Bambang Yudhoyono bersama Presiden Myanmar, Thein Shein. (Wikimedia Commons) 

Keaktifan Indonesia dalam Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) jadi bukti. Andil ASEAN besar didukung penuh Indonesia. Pada masa pemerintahan Presiden SBY, apalagi. Orang nomor satu Indonesia itu meyakini pembangunan ekonomi negara-negara Asia Tenggara dapat diraih karena kehadiran ASEAN.

Tiada yang meragukan itu. Karenanya, SBY kerap mendukung eksistensi ASEAN. Ia bahkan ingin supaya ASEAN tak cuma menang nama belaka, tapi juga dapat membantu menyelesaikan seluruh permasalahan krusial segenap rakyat Asia Tenggara.

“Usaha untuk mengoptimalkan kinerja ASEAN sendiri telah banyak dinyatakan para ahli maupun praktisi. Misalnya, Rodolfo C. Severino, Sekretaris Jenderal ASEAN periode 1998-2002, berupaya mengedepankan penguatan ASEAN Secretariat, pemupukan rasa komunitas, dan pengadopsian serta penginternalisasian nilai dan norma yang harus diusahakan dalam fase yang bersamaan.”

“Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa di masa pemerintah kedua Presiden SBY, menjabarkan bahwa relevansi ASEAN dapat dijaga dengan mengusahakan kebersatuan negara-negara anggota ASEAN dalam isu-isu strategis, memberikan contoh tentang penjalinan hubungan baik terlepas dari perbedaan antarnegara anggota, mencetuskan ide-ide yang transformatifi dan mengedepankan pendekatan inklusif pada masyarakat,” ungkap Lidya C. Sinaga dan Khanisa dalam buku Potret Politik Luar Negeri Indonesia Di Era Reformasi (2020).

KTT ASEAN Terakhir 

Dukungan SBY kepada ASEAN terus diberikan. Saban ASEAN melanggengkan hajatan, SBY kerap hadir. Pada pelaksanaan KTT ASEAN, misalnya. SBY selalu berusaha hadir. Kehadiran SBY jadi bukti dari komitmen Indonesia mendukung berlangsungnya kerja sama di antara negara anggota ASEAN.

Pemandangan itu terjadi pada pelaksanaan KTT ASEAN ke-24 (24th ASEAN Summit) yang berlangsung di Myanmar pada 10 hingga 11 Mei 2014. Kedatangan SBY pun menarik perhatian. Apalagi, hajatan itu menjadi kali terakhir SBY sebagai Presiden Indonesia.

SBY pun ikut memberikan pidatonya di hari terakhir KTT ASEAN pada 11 Mei 2014. Ia berharap banyak ASEAN dapat melahirkan komunitas politik dan keamanan. Semua itu supaya ASEAN dapat berperan aktif dalam menyelesaikan ragam konflik yang terjadi di negara anggota.

Susilo Bambang Yudhoyono pernah menjabat sebagai Presiden Indonesia dari 2004 hingga 2014. (Wikimedia Commons)

“Dalam pidatonya, SBY menggarisbawahi perlunya pembentukan Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN untuk menghadapi ancaman keamanan di kawasan. Kita (ASEAN) akan mampu menghasilkan sikap bersama untuk menjaga perdamaian serta menjawab tantangan keamanan dan politik selaras dengan hukum internasional tanpa aksi militer.”

“Menurut SBY, melalui Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN, potensi konflik seperti Laut Tiongkok Selatan dapat diselesaikan secara lebih baik. ASEAN, kata dia, juga dapat berkontribusi positif dalam penyelesaian tantangan keamanan yang lain, misalnya sengketa Asia Timur yang melibatkan Tiongkok dan Jepang serta konflik antara Korea,” tertulis dalam laporan Koran Tempo berjudul ASEAN Sepakati Deklarasi Naypyidaw (2014).