JAKARTA – Sejarah hari ini, 17 April 1860 mencatatkan pertarungan antara petinju asal AS, John Carmel Heenan melawan petinju Inggris, Tom Sayers yang berlangsung sepanjang 42 ronde dalam waktu 2 jam 27 menit. Tak hanya itu, duel Heenan vs Sayers yang digelar di Farnborough oleh sejarawan olahraga disebut sebagai perebutan gelar juara dunia tinju pertama.
Heenan yang saat itu berusia 25 tahun adalah seorang buruh di galangan kapal Benicia, San Francisco. Di luar jam kerja, dia nyambi sebagai petinju bayaran yang bersedia bertarung untuk para penjudi bertaruh. Gaya bertarung Heenan yang agresif membuatnya terkenal, hingga akhirnya menggugah ide para penjudi yang menyokongnya untuk bertarung secara internasional.
Dipilihlah Sayers, petinju yang menggenggam gelar juara Inggris. Dalam usia 34 tahun, Sayers diceritakan sebagai petinju yang lincah. Dia dijuluki Si Jenderal Kecil, karena selalu mampu mengungguli lawan-lawannya.
Heenan mendapat sambutan meriah saat tiba di Pelabuhan Liverpool. Dituliskan dalam buku Bare Fists: A World of Violence Where Only The Brutal Survive karangan Bob Mee pada 2001, duel Heenan vs Sayers menjadi bahan obrolan di mana-mana. Di tempat minum, kedai, kantor, semua orang menganalisis rencana pertarungan tersebut.
Menjelang 17 April, orang-orang dari London dan berbagai kota memenuhi stasiun kereta api untuk menuju Farnborough. Polisi-polisi disiagakan untuk mencegah pertarungan yang sebenarnya ilegal itu digelar di tengah kota, sehingga rawan menimbulkan kerusuhan.
Sebuah lapangan desa di pinggiran Farnborough akhirnya dipilih sebagai arena pertarungan.
“Kita diberi pagi yang cerah untuk mengerjakan urusan ini,” kata Heenan.
“Jika seorang pria tak mampu memenangi duel dalam pagi secerah ini, maka dia tidak layak disebut sebagai petinju,” ujar Sayers, seperti ditulis dalam The Guardian.
Melahirkan Aturan Baru
Duel bersejarah itu dimulai pukul 7.29 pagi waktu setempat. Postur Heenan jauh lebih besar dibandingkan Sayers, namun itu bukan jaminan bakal menang mudah. Setelah bertarung sepanjang 42 ronde dengan durasi 2 jam 27 menit, pertarungan itu akhirnya dibubarkan polisi. Hasilnya dinyatakan imbang, dan kedua petinju menderita cedera parah.
Sejak saat itu, tinju profesional mengalami perubahan yang sungguh drastis. Para pencandu tinju lantas membuat aturan yang disebut Queensberry Rules. Aturan yang mengharuskan laga tinju digelar dalam ring, dilarang memiting lawan, tiap ronde punya durasi tiga menit dan istirahat satu menit, diperkenalkan pemakaian sarung tinju, ada wasit yang mempimpin pertandingan, dan banyak lagi.
Queensberry Rules mulai dirancang pada 1865, dan dirilis di London pada 1867. Aturan tersebut yang akhirnya terus berkembang, dan diadopsi menjadi aturan tinju yang berlaku di dunia pada masa kini.
Heenan vs Sayers menjadi pionir pertarungan bersifat internasional, yaitu ketika dua petinju dari benua yang berbeda saling bertemu di ring. Sebab itu duel Heenan vs Sayers disebut sebagai “kejuaraan dunia tinju yang pertama”.
Untuk duel hidup mati tersebut, Sayers dan Heenan dibayar 400 pound sterling. Sayers tak pernah bertinju lagi sejak saat itu, sampai dia meninggal dalam usia 39 tahun. Nasib Heenan pun tak lebih baik, karena dia meninggal dalam keadaan miskin di Wyoming dalam usia 38 tahun pada 1873.