Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 16 April 1952 ditandai dengan kelahiran Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD. Pasukan elite yang dicirikan dengan baret merah ini dibentuk dengan tujuan memadamkan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) pada pertengahan 1950.

Cikal bakal Kopassus adalah pasukan Komando Teritorium III/Siliwangi yang digawangi Kolonel Alexander Evert Kawilarang. A.E Kawilarang melalui intelijen militer lantas mengontak seorang mantan anggota pasukan elite Belanda yang berpindah dan tinggal di Indonesia, Mayor Rokus Bernardus Visser. Di Indonesia, Visser memakai nama Mochammad Idjon Djanbi.

Pasukan elite TNI AD ini beberapa kali berganti nama. Setelah pertama kali dibentuk dengan nama Kesatuan Komando Tentara Teritorium (Kesko TT), kesatuan ini dinamai KKAD (Kesatuan Komando Angkatan Darat), RPKAD (Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat), Puspassus, Kopasandha (Komando Pasukan Sandi Yudha), dan sekadang Kopassus.

Saat pertama dibentuk, pasukan ini bermarkas di Bandung dengan anggota hanya 100 pasukan. Saat ini Kopassus dibagi menjadi empat grup dan satu pusat pelatihan. Pusat pelatihan Kopassus ada di Batujajar, Bandung. Grup 1 bermarkas di Serang, Grup 2 di Kartasura, Grup 3 dan 4 di Cijantung, Jakarta Timur.

Kolonel Alexander Evert Kawilarang, pendiri Kopassus pada 16 April 1952. (Wikimedia Commons)

Motto Kopassus, Tribuana Chandraca Satya Darma, mengandung makna: Prajurit yang telah menguasai taktik perang khusus, mahir dan andal bergerak cepat di darat, laut, maupun udara. Berjiwa patriotik tinggi, senantiasa siap sedia melaksanakan tugas pokok ke setiap penjuru dan siap menghadapi ancaman bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lebih Baik Pulang Nama Daripada Gagal di Medan Laga, menjadi semboyan Kopassus TNI AD.

Saat ini Kopassus memiliki jumlah pasukan 6.000 prajurit. Alasan perluasan Kopassus menjadi lima grup sebagian didasarkan pada kemungkinan konflik skala kecil, intensitas tingi, jangka pendek, dan sebagian pada kebutuhan untuk siklus rotasi empat bagian: seperempat bertugas, seperempat pelatihan, seperempat istirahat (konsolidasi), dan seperempat cadangan.

“Kami tidak hebat, tetapi terlatih. Semangat ini harus dipertanggung jawabkan demi keberhasilan tugas,” ujar Letjen TNI (Purn) Tarub, Komandan Kopassus ke-12 dalam buku Kopassus untuk Indonesia: Profesionalisme Prajurit Kopassus.

Ragam Operasi Kopassus

Sudah sangat banyak operasi militer yang melibatkan Kopassus, sejak awal pembentukan satuan pasukan elite ini hingga sekarang. Sejak operasi penumpasan pemberontakan RMS, Operasi Trikora (1962), Konfrontasi  Indonesia-Malaysia (1962-1963), Pemberontakan G30S PKI (1965), Operasi Seroja di Timor Timur (1975), Pemberontakan Aceh Merdeka (1976-2004), Kerusuhan Poso (2001), Kerusuhan Ambon (2002), dan banyak lagi.

Pasukan Kopassus juga disertakan dalam Kontingen Garuda. Pasukan ini diterjukan dalam misi PBB untuk menjaga perdamaian di negara yang dilanda konflik, di berbagai belahan dunia.

Sebagai pasukan yang memiliki bekal ilmu kontra terorisme, Kopassus juga diterjunkan dalam berbagai operasi pembebasan sandera. Salah satu yang paling terkenal adalah pembebasan sandera dalam pembajakan pesawat Woyla milik Garuda Indonesia di Bandara Don Muang, Bangkok, Thailand pada 1981.

Pada 28 Maret 1981, pesawat DC-9 Woyla milik Garuda Indonesia dibajak teroris Komando Jihad dalam penerbangan dari Jakarta ke Medan. Kelompok teroris itu menuntut uang tebusan 1,5 juta dollar AS, pemecatan Wapres Adam Malik, serta pengusiran seluruh orang bekebangsaan Israel dari Indonesia. Pasukan Kopassus di bawah komando Letkol Sintong Panjaitan berhasil membebaskan sandera di Don Muang.

Prajurit Kopassus TNI AD mendemonstrasikan kemampuan bela diri. (kopassus.mil.id)

Lima pembajak ditembak mati, namun operasi tersebut juga menewaskan dua orang di luar pembajak. Anggota Kopassus, Lettu. Achmad Kirang dan pilot Herman Rante meninggal dunia akibat terkena tembakan dalam baku tembak Operasi Woyla.

Kopassus juga berperan dalam pembebasan kapal kargo MV Sinar Kudus, yang diserang bajak laut Somalia di Samudera Hindia pada 16 Maret-1 Mei 2011.

“Keberhasilan yang telah dicapai selama ini harus dipupuk, dipelihara, dan ditingkatkan dalam rangka menghadapi perkembangan situasi global, regional, dan nasional yang bergulir dengan kompleksitas yang tinggi. Semua itu perlu diantisipasi dengan cepat, tepat, dan akurat dari setiap anggota Kopassus baik dalam hubungan perorangan maupun satuan. Komando!” ujar Komandan Kopassus ke-15, Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto, yang kini menjabat Menteri Pertahanan RI dalam buku Kopassus untuk Indonesia: Profesionalisme Prajurit Kopassus.