Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 208 tahun yang lalu, 26 November 1814, Olivia Mariamne Devenish meninggal dunia di Buitenzorg (kini: Bogor). Istri dari Letnan Gubenur Jenderal Hindia Belanda itu diperkirakan mengidap penyakit tropis: malaria.

Semasa hidupnya, Olivia banyak membantu Raffles dalam lobi-lobi politik. Ia mampu memengaruhi istri-istri pejabat dan Raja Jawa supaya mendukung langkah suaminya. Lebih lagi, peninggalan Olivia amat besar bagi Hindia Belanda. Ia jadi salah satu perintis hadirnya Kebun Raya Bogor.

Sosok pria sukses, niscaya ada seorang wanita di baliknya. Itulah yang menggambarkan kepemimpinan Raffles di Nusantara dari 1811 hingga 1816. Campur tangan sang istri, Olivia jadi pelengkap menonjolnya kepemimpinan Raffles di Hindia Belanda.

Wanita yang dikenal luas sebagai Olivia Raffles kerap menemani suaminya melawat ke segala penjuru Nusantara. Kala bertemu raja Jawa, apalagi. Raffles merasa penting membawa Olivia. Raffles merasa Olivia andal dalam diplomasi. Yang mana, segala macam urusan dapat segera terselesaikan dengan baik.

Olivia memahami betul tugasnya. Kehadirannya dalam tiap kunjungan membuat tuan rumah kerap ‘merelakan’ istrinya untuk menemani Olivia. Ia pun mulai memanfaatkan keadaan. Olivia mencoba mendekatkan diri kepada wanita kalangan atas itu.

Istri Thomas Stamford Raffles, Olivia Mariamne Devenish. (Buku The Family of Sir Stamford Raffles/2016)

Ajiannya berhasil. Kedekatan itu membuat istri dari Raja Jawa dapat meminta suaminya untuk menuruti keinginan Raffles. Sebab, Olivia menyakini seorang pria dapat luluh hatinya ketika berbicara dengan seorang wanita. Istrinya terutama.

“Tujuan Raffles membawa Olivia dalam perjalanannya adalah untuk membuat tuan rumahnya meminta salah satu istri-istrinya agar menemani Olivia. Raffles adalah orang Inggris pertama yang punta itikad untuk menemui istri-istri penguasa. Perwakilan Inggris di India tidak pernah melakukan hal seperti itu.”

“Bertemu dengan wanita-wanita elite, menurut pengalaman Raffles di Malaka, dapat membawanya ke ruang pribadi penguasa itu karena wanita-wanita elite biasanya hidup terpisah dari masyarakat umum. Dengan cara ini, Raffles telah membuka kebiasaan baru dalam hubungan orang Eropa-Batavia dan orang Asia, karena cara pergaulannya dengan kaum bangsawan Jawa akan diterapkan pada waktu-waktu yang lain,” ungkap Sejarawan Jean Gelman Taylor dalam buku Kehidupan Sosial di Batavia (2009).

Sosok Olivia pun kemudian terkenal di seantero Hindia-Belanda. Kepopulerannya bertambah karena ia kerap mengadakan pesta dengan mengundang banyak orang. Lebih lagi, sosoknya yang ramah dan suka berkebun (kebunnya kemudian jadi cikal bakal Kebun Raya Bogor).

Nisan Olivia Mariamne Devenish di Pemakaman Kebon Jahe Kober, Tanah Abang. (Wikimedia Commons)

Namun, eksistensi Olivia terpaksa berakhir. Penyakit tropis malaria memupuskan langkah besarnya di Hindia Belanda. Olivia pun meninggal dunia di Buitenzorg pada 26 November 1814. Raffles sedih bukan main. Dua hari setelahnya, ia dikebumikan di Pemakaman Kebon Jahe Kober, Tanah Abang, Batavia (kini: Jakarta).

“Dia kembali ke Buitenzorg dalam kondisi kesehatan yang buruk, dan tidak sehat selama bulan berikutnya, ketika Raffles menulis bahwa dia jauh dari sehat, tetapi dalam semangat yang baik. Ia meninggal di Buitenzorg pada Sabtu 26 November 1814, berusia 43 tahun. Tubuhnya dibawa ke Batavia, di mana dia dikubur tepat di belakang makam sahabatnya, John Leyden di Tanah Abang (Taman Prasasti),” ungkap John Bastin dan Julie Weizenegger dalam buku The Family of Sir Stamford Raffles (2016).