Bagikan:

JAKARTA - Hari ini, tiga tahun yang lalu, 21 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bagikan 2.709 sertifikat tanah milik masyarakat di tiga kabupaten di Oelamasi, ibu Kota Kabupaten Kupang.

Rincian yang dibagikan adalah masyarakat Kabupaten Kupang sebanyak 2.209 sertifikat, Kota Kupang sebanyak 450 sertifikat, dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) sebanyak 50 sertifikat. Presiden Jokowi meminta masyarakat untuk menjaga sertifikatnya. Sebab, masalah konflik tanah berawal dari tidak punya sertifikat.

Penyerahan 2.709 sertifikat tanah milik masyarakat di tiga kabupaten di Pulau Timur telah dilakukan. Presiden Jokowi lalu berpesan supaya sertifikat yang diberikan segera dijaga. Ia mengungkap supaya sepulang dari acara sertifikat tanah segera difotokopi.

Satu yang asli disimpan dilemari. Sedang hasil fotokopi disimpan pada lemari lainnya. Tujuannya jelas. Andai kata yang asli hilang, maka masyarakat masih punya satu untuk mengurus ke kantor Badan Pertanahan Nasional. Presiden Jokowi menjamin birokrasi pengurusan sertifikat tanah akan mudah.

Orang nomor satu Indonesia itu menegaskan sertifikat tak boleh rusak. Lagi pula sertifikat adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang dimiliki. Sertifikat itu untuk mengetahui sebera luas tanah yang dimiliki.

Presiden Jokowi membagikan sertifikat tanah di Kupang pada 21 Agustus 2019 (Twitter@kspgoid)

Kehadiran sertifikat dapat mendatangkan rasa aman. Sebuah rasa aman dari terjadinya ragam sengketa lahan yang kerap terjadi dari Indonesia. Menurut Presiden Jokowi, konflik itu bermula ketika rakyat tak memiliki sertifikat.

“Karena setiap saya datang ke provinsi, di seluruh Tanah Air ini, masuk ke desa, masuk ke kampung, yang sering saya dengar adalah tangisan apa? Konflik tanah, konflik lahan, sengketa tanah, sengketa lahan. Ada tetangga dengan tetangga, ada masyarakat dengan perusahaan, masyarakat dengan pemerintah.”

“Karena apa? Karena masyarakat tidak pegang yang namanya tanda bukti hak hukum atas tanah. Kalau sudah pegang seperti ini, enak. Ada orang datang mengaku-ngaku, “ini tanah saya.” “Bukan, ini tanah saya, ini sertifikatnya ada. Namanya di sini ada, luasnya ada, di sini ada. Desanya di sini ada,” sudah, enggak ada masalah kalau sudah pegang ini,” ungkap Presiden Jokowi sebagaimana dikutip laman Sekretariat Kabinet.

Tak hanya itu. Presiden Jokowi mengungkap tidak masalah jika kemudian sertifikat ‘disekolahkan’ di bank. Asal penggunaannya jelas. Kalau untuk usaha maka tiada masalah. Hal yang masalah itu ketika memasukkan sertifikat ke bank, kemudian uangnya digunakan untuk yang tidak-tidak.

Untuk pamer, terutama. Narasi itu justru akan membuat masyarakat jatuh kembali ke kubangan kesalahan. Ketika masyarakat tak memiliki daya untuk mencicil, maka tanah yang dijaminkan akan jadi milik bank. Dan jangan sampai itu terjadi.

“Jangan sampai pinjam ke bank, ini punya sertifikat, masuk ke bank. Nah, dapat pinjaman Rp30 juta, wah pulang senang bawa uang Rp30 juta. Besoknya, malamnya sudah mikir, waduh Rp30 juta banyak, besoknya langsung beli sepeda motor. Nah, ini mulai ini, mulai masalah, mulai masalah. Duit pinjaman dipakai untuk kenikmatan beli sepeda motor. Ya gagah, muter-muter kampung, muter-muter desa, wah gagah sepeda motor baru.”

“Dilihat, waduh gagah, enam bulan. Gagahnya itu hanya enam bulan. Mulai enam bulan, enggak bisa mengangsur ke bank, ya kan? Enggak bisa mengangsur ke dealer, ya kan? Sudah, motornya ditarik, sertifikatnya hilang, hati-hati. Jadi, saya titip kalau ada yang mau pinjam ke bank, datang ke bank, dapat Rp30 juta, gunakan Rp30 juta itu seluruhnya untuk usaha, gunakan semuanya,” tutup Presiden Jokowi.