Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Prihatin 23 Warga Korea Selatan Diculik Taliban pada 24 Juli 2007
Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

Jakarta - Hari ini, 15 tahun yang lalu, 24 Juli 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melawat ke Korea Selatan (Korsel). Agenda SBY tak melulu membahas persoalan kerja sama. SBY juga menyampaikan keprihatinannya langsung kepada Presiden Korea Selatan Roh Moo-hyun.

Keprihatinan itu terkait 23 warga Korsel yang disandera Taliban. Orang nomor satu Indonesia tak tinggal diam. SBY menawarkan bantuan untuk Korea.  Kemudian, tokoh agama Indonesia dilibatkan untuk misi menyematkan sandera.

Berita terkait diculiknya 23 warga Korsel oleh kelompok Taliban membawa kehebohan pada 19 Juli 2007. Penculikan itu dilakukan di Distrik Qara Bagh, Provinsi Selatan Ghazni, Afghanistan. Taliban pun menuntut tentara supaya 200 militer Korsel segera cabut dari Afghanistan.

Mereka juga meminta permintaan itu paling lambat harus dikabulkan sampai akhir 2007. Jika tidak, nyawa dari sandera terancam. Pemerintah Korea Selatan ambil tindakan. Empunya kuasa mencoba berunding di berbagai saluran dengan Taliban. Namun, hasilnya nihil.

Para misionaris Korea Selatan yang diculik Taliban pada 19 Juli 2007 sebelum keberangkatan mereka ke Afghanistan. (Wikimedia Commons)

Malah Taliban meminta kepada Korsel untuk membebaskan rekan-rekan mereka untuk ditukar dengan sandera. Upaya pembebasan itu berlangsung alot. Bahkan, cenderung belum menemukan titik temu di antara kedua belah pihak. Setelahnya, berita penyanderaan sampai ke telinga Presiden Indonesia SBY. Ia yang berada Korsel ikut menyatakan keprihatinan di Istana Kepresidenan Cheong Wa Dae di Seoul, Korsel. Narasi itu diungkap langsung oleh SBY ketika berjumpa Presiden Korsel Rah Moo-hyung pada 24 Juli 2007.

"Presiden menyampaikan prihatin atas kasus penyanderaan 23 misionaris Korea Selatan di Afghanistan, dan mengharapkan hal itu bisa diselesaikan dengan damai dan sandera bisa dilepas dengan selamat," kata Juru Bicara Kepresidenan, Dino Patti Djalal sebagaimana dikutip Antara.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun mencoba menawarkan bantuan. Sekalipun Indonesia tak memiliki hubungan dengan Taliban. Namun, SBY yakin dengan pendekatan agama, Taliban bersedia melepas sandera. SBY pun meminta bantuan kepada tokoh-tokoh agama di Indonesia.

Upaya itu pun berhasil. Kedekatan antara sesama Muslim ikut memengaruhi psikologi Taliban. Sandera itu dibebaskan oleh Taliban. Presiden Roh Moo-yun senang bukan main. Ia amat berterima kasih kepada Indonesia.

Foto dua sandera Korea Selatan yang dibunuh Taliban di Afghanistan pada 29 dan 30 Juli 2007, Bae Hyeong-gyu (kiri) dan Shim Seong-min saat jenazah mereka tiba di Bandara Incheon, Seoul. (Taiwan News)

“Mula-mula, para tokoh agama di Indonesia yang dianggap moderat diminta bantuannya oleh Seoul untuk menjalin kontak dengan Taliban. NU dan Muhammadiyah sedikit banyak ikut andil dalam membuka kontak dengan Taliban tersebut. Kedekatan sesama Muslim ikut memengaruhi psikologi Taliban.”

“Selanjutnya, melalui perjuangan diplomasi yang intens, akhirnya para diplomat Indonesia bisa diterima Taliban untuk menjadi observer dalam proses pembebasan para sandera tersebut. Hasilnya, seperti diceritakan di atas, Presiden Roh Moo-yun pun amat berterima kasih kepada Indonesia,” tulis M. Bambang Pranowo dalam buku Orang jawa Jadi Teroris (2011).