Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 44 tahun yang lalu, 23 Juli 1978, Bacharuddin Jusuf Habibie secara paripurna memutuskan pulang untuk membangun tanah air. Opsi pulang ke tanah air dilakukan supaya Habibie fokus bekerja sebagai Menteri Riset dan Teknologi (Menristek).

Apalagi Habibie sudah dipesankan sebelumnya oleh Soeharto sejak 1974 untuk mendirikan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek). Kepulangan Habibie pun disambut dengan antusias oleh segenap rakyat Indonesia.

Karier profesional Habibie di industri kedirgantaraan mentereng. Narasi demikian berkembang ketika Habibie mulai berkarier sebagai asisten riset di Institut Konstruksi RIngan RWTH Aachen University. Habibie tak lekas puas.

Ia pun menerima tantangan berkerja sebagai Wakil Presiden Direktur Teknologi dari Messerschmitt-Bolkow-Blohm (MBB). Daya tarik itu membuat banyak pihak kepincut oleh keahlian Habibie. Presiden Soeharto terutama. Ia mendengar prestasi Habibie justru dari Presiden Filipina, Ferdinand Marcos (1965-1986).

B.J. Habibie dan pesawat pertama hasil kreasinya di Jerman pada Mei 1955. (Dok. Habibie Center)

Soeharto tak mau menunda-nunda. Antara dirinya dan Habibie sudah saling kenal sejak lama. Pun Habibie bukan orang asing bagi Soeharto. Sebab, Soeharto dulunya pernah bertugas di Pare-Pare sebagai Komandan Brigade Garuda Mataram.

Markas Soeharto kala itu dekat dengan rumah Habibie. Saban hari Soeharto kerap mampir ke rumah Habibie dan bersahabat dengan orang tuanya. Sebagai siasat, Soeharto langsung mengutus Direktur Utama Pertamina, Ibnu Sutowo ke Jerman pada 1973.

“Pada akhir 1973, Ibnu Sutowo dari Pertamina mengunjungi Jerman Barat dan menyampaikan kepada Habibie pesan dari Presiden Soeharto yang memanggil Habibie pulang. Pada tahun 1974, Habibie kembali ke Jakarta dan Soeharto memintanya untuk mendirikan satu industri pembangunan pesawat terbang lokal.”

“Dari sini, lahirlah IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) yang merupakan pusat dari apa yang nantinya menjadi kompleks kerajaan besar Habibie dari BUMN berteknologi tinggi, yang mencakup aviasi, amunisi, elektronika, dan pembuatan kapal,” ungkap Sejarawan M.C. Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200–2008 (2008).

B.J. Habibie saat menjabat sebagai Menristek sedang memberikan penjelasan kepada Menhan Australia, Ian Sinclair (tengah) di Gedung BPPT Jakarta pada 14 Januari 1983. (Antara)

Semenjak itu Habibie kerap bolak-balik. Kadang berada di Jerman. Kadang pula di Indonesia. Semuanya karena Habibie memiliki banyak urasan di Jerman. Urusan anak-anaknya yang masih sekolah terutama. Namun, tak lantas pekerjaan Habibie jadi terbengkalai. Ia tetap serius dalam bekerja dengan baik.

Beberapa tahun setelahnya, Habibie diangkat menjadi menjadi Menteri Riset dan Teknologi pada pertengahan Maret 1978. Habibie pun mulai berpikir untuk menetap di Indonesia supaya fokus. 23 Juli 1978, Habibie dan keluarganya secara paripurna pulang ke Indonesia.

“Beberapa bulan kemudian, yaitu pada hari Sabtu, 22 Juli 1978, Habibie dan Ainun membawa anak-anaknya pulang ke Jakarta, karena liburan sekolah. Kebetulan, liburan sekolah sangat panjang, sampai tanggal 4 September 1978.”

“Karena itu, keluarga Habibie bisa mengikuti dan menghadiri Hari Peringatan Kemerdekaan Indonesia pada hari Kamis, 17 Agustus 1978, di Istana Merdeka. Habibie mulai konsentrasi di Indonesia sejak tahun 1978,” tutup Jonar T. H. Situmorang dalam buku B.J. Habibie: Si Jenius (2017).