Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 30 tahun yang lalu, 22 Februari 1993, Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) menyerahkan dua helikopter Super Puma untuk kepresidenan kepada Kementerian Sekretaris Negara (Kemensetneg). Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bacharuddin Jusuf Habibie hadir dalam seremonial itu.

Pria yang juga menjabat sebagai Direktur IPTN bertindak menyerahkan kedua helikopter kepresidenan kepada Mensesneg, Moediono. Sebelumnya, IPTN di bawah kendali Habibie mengalami kemajuan yang pesat. IPTN mampu menjelma sebagai ujung tombak industri kedirgantaraan Indonesia.

Kiprah Habibie di dunia kedirgantaraan Indonesia tiada dua. Pengalaman Habibie sebagai Wakil Direktur Teknologi, Messerchmidt-Bolkow-Blohm (MBB) ada di baliknya. Bekal pengalaman Habibie di MBB Jerman sangat dibutuhkan untuk mengembangkan industri kedirgantaraan Indonesia.

Gayung bersambut. Habibie dipanggil pulang ke Indonesia oleh Presiden Soeharto. Pemimpin Indonesia itu ingin Habibie segera melakukan gebrakannya di Indonesia. Karenanya, Habibie diberikan ragam jabatan mentereng kala ia pulang ke Jakarta pada 26 Januari 1974.

Soeharto awalnya meminta Habibie sementara menempati divisi baru Pertamina, Advanced Technology and Aeronautical Tecnology Division (ATTP). Selanjutnya Habibie lalu diberi kuasa memimpin IPTN yang kemudian belakangan dikenal sebagai PT. Dirgantara Indonesia.

Presiden Jokowi hendak menaiki helikopter kepresidenan RI jenis Super Puma AS-332L2 nomor registrasi H-3322 di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta pada 12 Juli 2022. (Setpres RI)

Hasilnya gemilang. IPTN mampu menjelma menjadi produsen pesawat terbang pertama dan satu-satunya di Indonesia. Bekal itu membuat nama Habibie makin bersinar. Presiden Soeharto lalu menunjuknya sebagai Menristek. The Smiling General berpikir bikin pesawat saja bisa, apalagi bikin yang lain.

“Bagi BJ Habibie, apa yang telah disumbangkannya kepada bangsa dan negara, sudah terbukti seperti ditulis seorang wartawan asing bahwa Habibie membawa abad teknologi ke Indonesia. Dulu Indonesia punya menteri untuk industri penerbangan, mempunyai direktur jenderal industri penerbangan, punya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).”

“Namun, semuanya belum ada yang membuktikan membuat industri pesawat terbang komersial dan memproduksinya secara serius. BJ Habibie waktu itu memulainya hanya sebagai penasihat teknologi tinggi perusahaan minyak Pertamina, telah membuktikan kepada putra-putri Indonesia bahwa Indonesia bisa memasuki abad teknologi canggih,” ungkap A. Makmur Makka dalam buku Mr. Crack dari Pare-Pare (2008).

Perkembangan pesat diraih IPTN semenjak dikomandoi Habibie. IPTN banyak menyediakan sederet transportasi udara untuk kepentingan negara. Pun untuk urusan kepresidenan. Habibie tercatat pernah memberikan pemerintah Indonesia dua helikopter Super Puma untuk urusan kepresidenan.

Helikopter Super Puma itu diserahkan secara seremonial di Skadron Halim Perdanakusuma, Jakarta pada 22 Februari 1993. IPTN diwakili Habibie Kemensetneg diwakili oleh menteri Moediono langsung. Helikopter itu masing-masing NAS 332 dengan nomor registrasi SETNEG H-3321 dan H-3322.

“Sekretaris Negara menerima dua pesawat helikopter produksi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), tanggal 22 Februari 1993. Dua helikopter itu statusnya sangat istimewa karena merupakan pesawat VVIP (Very Very Important Person). Ini pesawat kepresidenan pertama dibuat di dalam negeri dan hanya dioperasikan untuk keperluan melayani pejabat tinggi dan tamu negara.”

“Karena statusnya yang sangat istimewa ini, maka tanggung jawab pengoperasiannya diserahkan kepada ABRI, yakni TNI Angkatan Udara. Pengelolaan oleh TNI-AU ini untuk menjamin keamanan semata, baik untuk penyimpanan maupun pengoperasiannya,” tertulis dalam laporan Majalah Dharmasena berjudul Setneg Terima Dua Heli Super Puma Kepresidenan (1993).