Bagikan:

JAKARTA - Hari ini, lima tahun yang lalu, 22 Juli 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan kuliah umum di kampus empat Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Bantul, Yogyakarta. Dalam kesempatan itu, Jokowi mengajak mahasiswa UAD untuk memegang teguh nilai-nilai agama dan budaya.

Jangan kebarat-baratan, katanya. Jokowi beralasan pikiran mahasiswa kekinian telah dimanjakan oleh dunia daring. Alias serbuan informasi tanpa saringan masuk ponsel. Jokowi takut mahasiswa kekinian terbawa arus.

Mahasiswa adalah generasi penerus bangsa. Itulah yang diamani oleh Presiden Jokowi sedari dulu. Karenanya, tiap ada agenda kunjungan ke luar daerah, ia acap kali menyempatkan berkunjung ke kampus-kampus setempat. Dalam kunjungan ke UAD, misalnya.

Jokowi tak lupa meluangkan waktunya untuk memberikan kuliah umum. Ia mencoba mengingatkan empunya kampus dan mahasiswanya terkait pentingnya inovasi. UAD harus berani melakukan gebrakan-gebrakan besar. jangan berhenti. Inovasi adalah alat untuk memenangkan pesaingan di tengah zaman yang mulai bergerak cepat.

Presiden Jokowi berfoto bersama para mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. (uad.ac.id)

Ia juga mengingatkan supaya kampus memiliki kurikulum yang fleksibel. Semua itu demi merangsang kreativitas mahasiswa. Kreasi-kreasi mahasiswa itulah yang diharapkan Jokowi dapat diapresiasi oleh kampus. Entah itu inovasi dalam bidang teknologi atau terjun langsung ke masyarakat.

Inovasi itu harus mendapatkan nilai sendiri. Dan bila memang perlu harus dimasukkan sebagai bagian dari SKS. Namun, jika UAD tetap bertahan dalam kurikulum tradisonal. Hasilnya mudah ditebak. UAD akan ditinggalkan oleh calon mahasiswa.

“Kemudian belajar-belajar di luar ruangan, di luar kuliah itu juga harus dihargai, dimasukkan ke SKS mestinya. Misalnya ada anak, ada mahasiswa yang belajar internet, dari internet misalnya belajar membuat aplikasi dan berhasil, itu harus dihargai sebagai sebuah SKS.”

“Atau ada mahasiswa yang mengelola sebuah lahan pertanian dan berhasil, itu juga diakui. Disampaikan ke dosen, ditanya dari sisi filosofi-filosofi ekonominya bener, oh ya, dapat 5 SKS, atau dapat 10 SKS. Ini sekarang ini betul-betul perubahan itu cepat sekali. Kalau kurikulum tidak fleksibel, masih monoton, masih rutinitas, masih linier, ya ditinggal kita,” ungkap Jokowi dalam kuliah umumnya sebagaimana ditulis laman Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.

Kampus 4 Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta tempat Presiden Jokowi memberikan kuliah umum pada 22 Juli 2017. (uad.ac.id)

Jokowi mengimbau inovasi yang dilakukan paling tidak memuat karakter bangsa. Sesuatu karakter yang memegang teguh nilai-nilai agama dan budaya. Sebab, memiliki karakter sangat penting. Karakter dapat menjadi saringan mahasiswa dalam mencerna tiap informasi yang didapat.

Pun sebagai alat mahasiswa untuk menentukan mana hal yang baik, dan mana yang buruk. Alias jangan sampai mahasiswa jadi kebarat-baratan. Mahasiswa harus mengantisipasi hal itu jika tak mau hidup dalam kubangan kegagalan.

“Ya kalau isinya bagus-bagus enggak apa-apa tapi kalau mengambilnya yang jelek-jelek, padahal belum diisi karakter SDM-SDM kita, ya yang masuk yang jelek-jelek, munculnya SDM-SDM yang tidak baik. Oleh sebab itu, menurut saya juga perlu SKS-SKS yang berkaitan dengan etos kerja misalnya, berkaitan dengan enterpreneurhip, berkaitan dengan produktivitas.”

“Karena memang semuanya sudah berubah dan tentu saja karakter bangsa kita yang memegang teguh nilai-nilai agama, memegang teguh nilai-nilai budaya itu juga harus diisikan. Kalau enggak nanti anak-anak kita akan kebarat-baratan, bisa nanti. Karena belajarnya dari smartphone, dari media sosial. Anak-anak kita bisa saja nanti bisa nanti ke-tiongkok-tiongkok-an, bisa anak kita nanti ke-jepang-jepang-an, atau ke-korea-korea-an,” tambah Jokowi.