Bagikan:

JAKARTA - Kedekatan Presiden Soekarno dengan Islam tak perlu diragukan. H.O.S. Tjokroaminoto ada di baliknya. Sosok bapak kos Bung Karno itu tak cuma mentor politik, tapi juga guru agama. Tiap ada lawatan diskusi Muhammadiyah Bung Karno acap kali diajaknya.

Pun Bung Karno banyak mengenal nilai-nilai Islam karenanya. Nabi Muhammad adalah teladannya. Keislamannya makin terasah kala ia masuk penjara. Islam pun dianggapnya sebagai nafas perjuangan untuk merdeka. Bahkan, pada bulan puasa.

Boleh jadi sewaktu kecil Soekarno tak dididik untuk mendalami Islam. Ia memang memeluk agama Islam. Namun, Bung Karno tak punya rekan atau mentor yang mengajarinya nilai-nilai Islam. Ia pun tak mempermasalahkan hal itu. Apalagi ayahnya sendiri tak begitu mempuni dalam bidang agama.

Bung Karno tak menyerah. Ia justru menemukan Islam dengan caranya sendiri. Ia menemukan Islam semenjak ia kerap diajak bapak kosnya, H.O.S Tjokroaminoto untuk menghadari pertemuan organisasi Islam Muhammadiyah. Soekarno yang masih berusia 15 tahun langsung tertarik. Ia belajar banyak tentang nilai-nilai Islam.

Presiden Soekarno. (WIKIMEDIA COMMONS)

Setelahnya, kunjungan pada acara Muhammadiyah rutin dihadiri Bung Karno. Acaranya dilangsungkan tiap sebulan sekali. Acara itu dianggap Bung Karno mengandung banyak ilmu. Lagi pula, pertemuan itu tak cuma menargetkan hadirin sebagai pendengar semata. Pengunjung yang datang justru dapat juga melempar pertanyaan. Sebab, dalam acara itu terdapat sesi tanya jawab.

Sesi itu menurut Soekarno cukup seru. Ia pun merasa terwakili dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan. Alias sikap skeptis Bung Karno terhadap Islam terwakili. Kedekatan emosionalnya dengan agama Islam pun terbangun. Pun kedekatan itu terus hadir menemani Bung Karno berjuang dan masuk penjara sewaktu di Bandung. Di dalam penjara itulah ia semakin mengenal dan mendalami Islam.  

“Jadi aku adalah orang yang takut kepada Tuhan dan cinta kepada Tuhan sejak dari lahir dan keyakinan ini telah bersenyawa dengan diriku. Aku tak pernah mendapat didikan agama yang teratur karena bapak tidak mendalam di bidang itu. Aku menemukan sendiri agama Islam dalam usia 15 tahun, ketika aku menemani keluarga Tjokro mengikuti organisasi agama dan sosial bernama Muhammadiyah. Gedung pertemuannya terletak di seberang rumah kami di Gang Peneleh.” 

“Sekali sebulan dari jam delapan sampai jauh tengah malam 100 orang berdesak‐desak untuk mendengarkan pelajaran agama dan ini disusul dengan tanya jawab. Sungguhpun aku asyik mendengarkan, tapi belumlah aku menemukan Islam dengan betul‐betul dan sungguh‐sungguh sampai aku masuk penjara. Di dalam penjaralah aku menjadi penganut yang sebenarnya,” ungkap Bung Karno sebagaimana ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965).

Pengagum Nabi Muhammad

Soekarno pun mendeklarasikan diri sebagai pengagum Nabi Muhammad. Tindak-tanduk Nabi Muhammad  dalam memperjuangkan agama Islam diadopsinya. Semangat ajaran Nabi Muhammad digunakannya untuk membawa Indonesia lepas dari belenggu penjajahan Belanda. Ajian itu berhasil. Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Akan tetapi, kemerdekaan itu mengundang kembali nafsu Belanda untuk menguasai Indonesia. Belanda pun mulai mendaratkan pasukannya dengan panji Netherland Indies Civil Administration (NICA) di Jakarta.

Pendaratan pasukan itu membuat Jakarta di dalam bahaya. Para pemimpin bangsa pun bersepakat ibu kota Indonesia harus dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta. Orang-orang kemudian mengenang masa itu sebagai masa revolusi.

Perpindahan itu membuat Belanda berang. Mereka terus-terusan mendesak Indonesia supaya segera menyerahkan diri. Agresi Militer Belanda I lalu digalakkan oleh Negeri Kincir Angin. Operasi itu bertujuan untuk melemahkan perlawanan Indonesia.

Presiden Soekarno dalam sebuah acara di Istana Negara Jakarta. (WIKIMEDIA COMMONS)

Soekarno pun menganggap serius perlawanan Belanda. Alih-alih menyerah, ia justru memilih melawan. Apalagi Agresi Militer I yang berlangsung pada 21 Jul 1947 – 5 Agu 1947. Agresi itu bertepatan pada bulan juli yang menjadi penanda masuknya bulan Ramadan. Bung Karno lalu menggelorakan perlawanan. Gelora itu dicetuskannya karena terinspirasi oleh semangat Nabi Muhammad.  

“Berperang terus, biarpun saat ini puasa. Karena Nabi Muhammad juga berperang pada suatu bulan puasa. Jadi ‘clash’ perang itu dahsyat dan orang Belanda tak dapat maju. Jawa Timur memang mereka jajah: daerah ekonomi yang ada perusahaannya. Tetapi mereka tak dapat maju lebih jauh karena kami dapat bertahan,” ungkap Soekarno sebagaimana dikutip Mischa de Vreede dalam buku Selamat Merdeka: Kemerdekaan yang Direstui (2013).

Kedaulatan Indonesia Diakui

Agresi Militer I gagal total. Perlawanan Bangsa Indonesia begitu kuat. Sekalipun saat masuk bulan puasa. Kemenangan itu mampu memompa semangat segenap Bangsa Indonesia. Dari mereka yang memilih jalan angkat senjata hingga diplomasi. Semangat itu berhasil pula meredam serangan Belanda dalam Agresi Militer Belanda II.

Alhasil, kedaultan Indonesia diakui oleh Belanda pada 1949. Bung Karno tak segera berpuas diri. Semangat ajaran Nabi Muhammad terus dikobarkannya di tiap ada kesempatan. Ia ingin segenap rakyat Indonesia dapat meniru atau mendalami perjuangan yang dilakukan Nabi Muhammad.

Presiden Soekarno berpidato. (WIKIMEDIA COMMONS)

“Semangat ajaran Nabi Muhammad, mengobarkan pelaksanaan tiga kerangka tujuan revolusi Indonesia – mendirikan Indonesia, pemerintahan yang adil, dan bersahabat dengan negara dunia. Semangat ajarannya. Ya, itu memang benar! Semangat ajaran itu yang membawa kita pada perjuangan. Semangat ajarannya itu yang membawa kita rela berkorban untuk mencapai maksud kita. Semangat ajaran itu yang membawa kita pada revolusi Indonesia. Semangat ajaran itulah yang membuat bangsa Indonesia menjadi seperti sekarang ini.”

“Vivekananda, orang yang beragama Hindu mengatakan bahwa Muhammad mempunyai jiwa bledek, thunderbolt artinya bledek, petir. Jadi di dalam jiwa Muhammad itu menurut perkataan Vivekananda bersemayamlah jiwa seperti bledek. Nah, orang-orang mengagungkan beliau, kita harus meniru kepada beliau. Maka oleh karena itu harapanku ialah agar supaya bangsa Indonesia pun berjiwa bledek,” kata Presiden Soekarno, dalam amanatnya pada peringatan Maulid Nabi Muhammad di Stadion Utama Gelora Bung Karno, 6 Agustus 1963.