JAKARTA - Hari ini 35 tahun yang lalu, atau tepatnya 22 Februari 1978, Masjid Istiqlal yang ikonik diresmikan. Soekarno ada di baliknya. Ia menginginkan Istiqlal menjadi masjid terbesar di Asia Tenggara. Pembangunan tak boleh sembarang. Ia sendiri yang bertindak mencari arsiteknya lewat sayembara. Friedrich Silaban pun dipilih. Namun, penetapan lokasi masjid memicu perdebatan. Bung Karno dan Bung Hatta tak sepaham. Bung Hatta tak ingin Istiqlal melulu dianggap ikon semata. Sedang Soekarno sebaliknya.
Selepas merdeka, keinginan Indonesia membuat masjid megah dan monumental tak tertahan lagi. Narasi itu berulang kali dilontarkan oleh pemimpin bangsa. Utamanya Bung Karno dan Bung Hatta. Keduanya merupakan tokoh yang banyak terlibat dalam pembangunan sedari ide awal.
Ide itu dibahas bersama K.H. Wahid Hasyim dan Anwar Tjokroaminoto sedari 1950-an. Karenanya, proyek membangun Masjid Istiqlal digadang-gadang sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta atas kemerdekaan bangsa. Panitianya dikebut, begitu rencananya.
Menurut tokoh penting dalam penulisan sejarah Jakarta, Alwi Shahab, Soekarno pun menganggap Istiqlal adalah proyek yang monumental. Alias pembangunan Istiqlal harus benar-benar disiapkan. Demi mendapatkan arsitek terbaik, pemerintah menggelar sayembara. Soekarno didaulat sebagai dewan juri pada Juli 1955.
Ia pun menetapkan Friedrich Silaban sebagai pemenang. Tiada yang mempermasalahkan hal itu. Tapi masalah muncul ketika penentuan lokasi istiqlal. Bung Karno dan Bung Hatta memilih berseberangan. Bung Hatta memilih lokasi Istiqlal berada di sekitar jalan Thamrin.
Alasannya karena berada dekat kampung. Usulan itu supaya Istiqlal saban hari dipenuhi oleh jamaah yang datang beribadah. Bung Karno sebaliknya. Istiqlal harus berada di lokasi sekitar Istana Negara. Sebab, Istiqlal dan Monumen Nasional yang nantinya dicanangkan akan dapat dilihat kemegahannya dari atas pesawat.
Sekalipun memperoleh banyak dukungan, Bung Karno sendiri tak sempat melihat Istiqlal diresmikan. Lantaran Istiqlal baru selesai dibangun pada 1978. Pun penggantinya Soeharto yang meresmikannya.
“Dalam proses pembangunan Istiqlal, Bung Hatta mengakui terjadi perbedaan pendapat dalam penentuan lokasi. Ia yang saat itu wakil presiden berpendapat lokasi paling cocok untuk Istiqlal di Jalan Thamrin yang sekarang ditempati Hotel Indonesia.”
“Karena lokasi ini berdekatan dengan kampung-kampung yang berada di belakangnya.Sedangkan di tempat berdiri Istiqlal sekarang, dulu merupakan kawasan pertokoan dan kantor, dan tidak banyak dihuni penduduk,” ungkap Alwi Shahab dalam buku Saudagar Baghdad dari Betawi (2004).
*Baca Informasi lain soal SEJARAH atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada