JAKARTA - Presiden Soekarno berperan besar dalam tumbuh kembang Jakarta. Ia tak melulu melihat Jakarta sebagai ibu kota negara belaka. Baginya, Jakarta adalah ‘mercusuar’ peradaban bangsa. Mimpi besar itu jadi alasan Bung Karno kerap campur tangan membangun Jakarta.
Segala macam pembangunan – dari gedung hingga monumen-- harus mendapat restunya. Apalagi dalam pembangunan Monumen Nasional (Monas) dan Masjid Istiqlal. Namun, Bung Karno belakangan memprioritaskan Monas dibanding Istiqlal.
Daya tarik Jakarta telah mendunia sejak dulu kala. Bahkan, jauh sebelum masa penjajahan Belanda. Gairah perdagangan di Jakarta mampu menarik minat orang-orang untuk datang dan menetap. Bung Karno mengetahui benar hal itu.
Ia tak pernah menganggap remeh narasi Jakarta sebagai kota penting. Pun banyak kejadian bersejarah bagi bangsa Indonesia tersaji di Jakarta. ia melanggengkan gebrakan kala menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia.
Bung Karno ingin menjadikan Jakarta sebagai contoh kota ideal di Indonesia. la memiliki ilmunya sebagai insinyur. Ia turut campur tangan dalam urusan pembangunan Jakarta. Bung Besar pun mulai menggagas segala macam proyek mercusuar di Jakarta. Dari pembangunan kompleks olahraga hingga monumen.
Sebagai ajian, Bung Karno ikut memilih pemimpin untuk Jakarta. Ia melihat sejauh mana sepak terjang sosok yang cocok menjadi pusat komando perkembangan ibu kota. Semuanya untuk memastikan Jakarta mampu dibangun sejajar dengan kota-kota besar yang ada di dunia.
“Ciri khas rancangan-rancangan ini adalah bersifat modern dan monumental. Soekarno menyukai simbol-simbol agung yang akan membuat dunia terkagum-kagum dan membuat Jakarta sejajar dengan kota besar modern mana pun serta sangat menghargai kekuatannya sendiri dan tradisi revolusi. Ia sangat menyukai gedung-gedung pencakar langit dan patung-patung yang menarik perhatian.”
“Sebagian besar patung di Jakarta pada periode ini dinaikkan di atas landasan tinggi yang sangat besar dan menjulang ke angkasa. Contohnya adalah Monumen Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng dan Patung Selamat Datang di dekat Hotel Indonesia,” ungkap Susan Blackburn dalam buku Jakarta Sejarah 400 Tahun (2012).
Prioritaskan Monas
Rencana pembangunan Masjid Istiqlal dan Monas masuk ke dalam deretan proyek mercusuar yang ingin dibangun Bung Karno. Pembangunan keduanya direncanakan secara matang. Pembangunan Masjid Istiqlal apalagi.
Rencana pembangunan Istiqlal telah berlangsung dari era 1950-an. Bung Karno dan Orde Lama lalu menggelar sayembara untuk mencari arsitek terbaik. Apalagi ia sendiri bertindak sebagai dewan juri. Arsitek Friedrich Silaban pun dipilihnya sebagai pemenang pada 1955.
Cerita pembangunan Monas tak jauh beda. Rencana pembangunan Monas digulirkan hampir sama dengan Istiqlal. Bung Karno ingin menjawab masukan rakyat Indonesia supaya Indonesia dapat memiliki simbol perjuangan bangsa yang megah nan mewah.
Soekarno tak lupa menggelar sayembara untuk mencari arsitek terbaik. Sekalipun Soekarno kurang sreg dengan gambaran desain peserta sayembara pertama dan kedua yang berakhir tanpa pemenang. Pun akhirnya, Bung Karno memilih langsung arsitek yang diberi ruang untuk merancang Monas: Soedarsono.
Pembangunan kedua proyek monumental dimulai pada tahun yang sama. Monumen Nasional pada 17 Agustus 1961. Sedang Masjid Istiqlal pada 24 Agustus 1961. Namun, di tengah jalan pembangunan proyek monumental itu terkendala dana. Kondisi ekonomi Indonesia sedang morat-marit jadi kendala.
Bung Karno pun mengalami dilema. Ia harus memilih salah satu proyek mercusuar yang harus diprioritaskan. Pilihan pun jatuh kepada Monas. Kuasa Soekarno memilih Monas sempat heboh. Pejabat pemerintah hingga rakyat bertanya-tanya kenapa Soekarno lebih mementingkan Monas dibanding Masjid Istiqlal yang notabene rumah ibadah bagi segenap kaum Muslim di Jakarta.
Tokoh Partai Masyumi, Abdullah Salim ikut angkat bicara. Tokoh politik yang juga Ketua DPRD Jakarta Raya itu menemui langsung Bung Karno untuk menggali alasan utama pembangunan Masjid Istiqlal jadi nomor dua.
Soekarno nyatanya memiliki alasan tersendiri. Ia coba menenangkan Abdullah Salim dengan memberikan pengertian bahwa pembangunan Istiqlal akan tetap jalan, ada atau tanpa Bung Karno di tajuk kepemimpinan Indonesia.
Beda hal dengan pembangunan Monas. Jikalau bukan Soekarno pemimpinnya proyek itu dianggap takkan rampung. Lebih lagi, Monas adalah perwujudan perjuangan seluruh bangsa Indonesia. Dari semua agama hingga suku.
Bung Karno pun akhirnya mengambil keputusan sulit dengan mendahulukan pembangunan Monas dibanding Istiqlal. Monas akhirnya diresmikan pada 12 Juli 1971. Kemudian, Masjid Istiqlal baru diresmikan pada 22 Februari 1978. keduanya diresmikan pada masa pemerintahan Orde Baru.
"Saya dahulukan dan segerakan menyelesaikan pembangunan Tugu Monas daripada pembangunan Masijid Istiqlal karena saya yakin kalau saya tidak ada (maksudnya meninggal) pembangunan masjid tetap akan diteruskan oleh rakyat sampai jadi. Sedangkan pembangunan Tugu Monas barangkali tidak dilanjutkan,” ungkap Bung Karno sebagaimana ditulis ajudannya Maulwi Saelan dalam buku Dari Revolusi 45 sampai Kudeta 66: Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa (2008).