JAKARTA - Hoegeng Imam Santoso tumbuh di dalam keluarga yang menggemari seni. Ayahnya pencinta seni sejati yang mampu memainkan ragam alat musik. Dari akordeon hingga mandolin. Pamannya beda lagi. Paman Hoegeng mendalami seni melukis.
Suatu aktivitas yang kemudian menjadi kegemaran Hoegeng. Seni melukis itu diseriusinya. Sekalipun diwaktu senggang. Hasil lukisannya kerap mengundang decak kagum. Pun aktivitas melukis jadi pelipur laranya kala menikmati hari tua sebagai pensiunan Kapolri.
Hoegeng kecil laksana tak pernah merasakan kesulitan kehidupan hidup. Ayahnya, Soekarjo Kario Hatmodjo seorang amtenar atau pegawai negeri. Jaksa pula. Karier mentereng ayahnya itu membuat Hoegeng dapat mengakses banyak hal. Seni musik terutama.
Seni musik telah digemari keluarga Hoegeng sejak dulu. Ayahnya tak hanya mengoleksi satu atau dua alat musik, tapi cukup banyak. Dari, piano, biola, gitar, mandolin, dan lain-lain. Koleksi alat musik itu membuat rumahnya bak studio musik.
Hoegeng pun kebagian berkahnya. Ia kerap menyaksikan orang tuanya bermain musik. Lebih lagi, orang tuanya mampu mendatangkan guru musik ke rumah. Guru itu bertugas untuk mengajarkan Hogeng main piano hingga menguasai not balok.
Keluarga Hoegeng tak melulu menguasai seni musik. Mereka juga gemar mendalami seni lainnya. Paman Hoegeng, Hudoro, misalnya. saban hari waktunya dihabiskan dengan menjajal seni lukis. Ketekunan paman Hoegeng melukis kemudian menular kepadanya.
Rasa ingin tahu Hoegeng dalam dunia melukis menjadi-jadi. Ia pun mulai mencuri-curi kesempatan melukis dengan menggunakan perangkat milik pamannya. Alih-alih mengomeli, Hoegeng justru didukung penuh oleh pamannya. Bahkan, pamannya bertindak sebagai mentor Hoegeng dalam melukis hingga mahir.
“Kesenangan saya yang lain adalah melukis. Di rumah kami ada Om Hudoro. Ia gemar menggambar. Suatu hari waktu ia sedang pergi ke sekolah maka diam-diam saya ambil cat air Om Hudoro dan asyik melukis sendiri. Ia tidak marah, malah mengajar saya bagaimana teknik menggunakan cat air.”
“Saya justru tambah senang melukis karena juga mendapatkan simpati dari ayah saya. Saya pernah memenangkan perlombaan melukis di sekolah,” ungkap Hoegeng sebagaimana dikutip Abrar Yusra dan Ramadhan K.H. dalam buku Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyataan (1993).
Melukis di Hari Tua
Hobi melukis dilakoni Hoegeng kala senggang. Bahkan, hobi itu langgeng hingga ia menjadi polisi. Ia banyak melukis. Hasil lukisannya kerap mengundang pujian. Apalagi kala Hoegeng menjabat sebagai Kapolri. Hobi itu tak lantas dilupakannya.
Hoegeng baru benar-benar mendedikasikan hidupnya untuk melukis kala ia jadi pensiunan Kapolri. Saban hari, ia melukis dirumahnya. Hobi melukis itu diselinggi Hoegeng dengan aktivitasnya dalam bermusik dan jadi pembawa acara di radio.
Ia menggemari gaya lukisan naturalis. Ia melukis banyak hal. Dari bunga hingga wanita. Aktivitas itu nyatanya membawa keberkahan bagi Hoegeng. Banyak yang menyukai lukisan Hoegeng. Kadang kala ia mendapatkan pesanan langsung untuk dibuat lukisan dari penggemar karyanya.
Uang dari hasil lukisan itulah diandalkan Hoegeng untuk membantu perekonomian keluarga. Nama Hoegeng sebagai pelukis makin mencuat ketika ia mulai menggelar pameran lukisan di beberapa tempat: Jakarta dan Medan. Karenanya, kepiawaian Hoegeng dalam melukis semakin mengukuhkannya sebagai sosok yang multitalenta.
“Pada waktu senggangnya, dan jika kebetulan sedang mood, Hoegeng menggerakkan kuasnya, melukis. Sebuah kegemarannya sejak kecil. Selama jadi polisi ia rajin menggambar karikatur untuk dipublikasikan di majalah internal Polri maupun untuk koleksi pribadi. la selalu melukiskan dirinya sebagai monyet Hoegeng, sebuah misteri yang hingga kini belum diketahui maksudnya oleh anak-anaknya.”
“Lukisan karikatur itu ia kliping dan disimpan rapi dalam sebuah album tua, bersama foto-foto kenangan serta berita-berita mengenai dirinya. Istrinya, juga senang melukis. Suami-istri ini sering melukis sama-sama dan menyanyi sama-sama. objeknya bisa pemandangan, wanita, anggrek, dan apa saja. Setelah disket, lukisan itu bisa mereka selesaikan dalam satu bulan, itu pun jika ia sedang mood dan intens,” terang Aris Santoso dan kawan-kawan dalam buku Hoegeng: Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa (2009).