JAKARTA - Tahun 2012 adalah tahun spesial bagi Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Keduanya berhasil terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubenur DKI Jakarta. Jokowi-Ahok ingin segera menunjukkan kapasitas memimpin segenap warga Jakarta.
Ragam ajian pun dimainkan. Menghibur warga Jakarta lewat pesta rakyat pada momentum pergantian tahun 2012 ke 2013, salah satu. Gelaran pesta rakyat itu kemudian dikenal luas sebagai Jakarta Night Festival (JNF) yang berpusat di Bundaran HI.
Antusiasme terhadap Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta Jakarta 2012 begitu besar. Tak hanya bagi segenap warga Jakarta, tapi juga luar Jakarta. Siapa pun yang terpilih dianggap sebagai representasi pemimpin yang menjaga wajah ibu kota.
Keseruannya pun terhidang sedari putaran pertama dengan kehadiran calon gubernur dan wakil gubenur yang mencapai enam pasang. Hasil putaran pertama seperti yang sudah diramal oleh banyak pihak. Jokowi-Ahok menempati peringkat pertama dan Fauzi Bowo- Nachrowi Ramli (Foke-Nara) menempati posisi kedua.
Pilgub dilanjutkan ke putaran kedua untuk mencari pemenang. Kedua pasang calon memiliki ajiannya masing-masing. Propanda-proganda yang menjurus kepada kampanye hitam bertebaran di mana-mana. Khalayak umum pun ikut menerka-menerka siapa yang layak menang.
Hasilnya Jokowi-Ahok memenangkan Pilkada DKI Jakarta. Keduanya unggul 53,82 persen suara dari Foke-Nara yang hanya meraih 46,17 persen suara. Karenanya, Jokowi-Ahok pun dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru pada 15 Oktober 2012.
“Kegagalan kampanye menggunakan isu suku, agama, ras, dan antargolongan di Jakarta itu merupakan berita positif. Propaganda memilih kandidat yang seiman, yang digencarkan pendukung Fauzi dan Nachrowi pada jeda antara putaran pertama dan putaran kedua pemilihan, berusaha menghancurkan prinsip meritokrasi. Kampanye itu juga menggerus toleransi beragama, persoalan yang akan menjadi pekerjaan besar dan harus diselesaikan gubernur baru.”
“Jokowi dan Basuki barangkali memunculkan harapan bagi penduduk Jakarta: mereka akan memimpin Ibu Kota dengan lebih manusiawi. Ketika memimpin Kota Solo, Jokowi dikenal sangat humanis. Ia, misalnya, meminta Satuan Polisi Pamong Praja "mengandangkan" pentungan dan pistol mereka. Jokowi juga mampu memindahkan kawasan pedagang pasar tanpa gejolak. Ketika menjadi Bupati Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung, Basuki juga cukup membumi,” tertulis dalam laporan Majalah Tempo berjudul Gubernur Baru Jakarta Lama (2012).
Jokowi-Ahok pun mulai menggebrak segala awal menjabat sebagai orang nomor satu dan dua Jakarta. Keduanya melanggengkan blusukan untuk mengetahui dengan detail segala problema yang hadir di ibu kota.
Perjalanan mereka bertemu dengan warga Jakarta itulah yang membuat Jokowi-Ahok mencatat satu problema. Nyatanya, tak semua warga Jakarta dapat mengakses hiburan dengan mudah. Alasan itu membuat Jokowi-Ahok segera menggagas sebuah pesta rakyat pada momentum pergantian tahun 2012 ke 2013.
Jakarta Night Festival (JNF), namanya. Suatu alternatif hiburan dalam konsep car free night di sepanjang jalan Sudirman-Thamrin yang panggung utamanya berada di Bunderan HI. Hiburan itu dapat dinikmati oleh seluruh warga Jakarta.
Total JNF yang pertama ini menghadirkan 16 panggung yang menyebar di seantero Jakarta dengan macam-macam hiburan. Dari kesenian Betawi hingga musik. Belakangan JNF juga digelar untuk merayakan hari ulang tahun DKI Jakarta.
“Jokowi-Ahok datang dan membangun image Jakarta sebagai kota yang bisa dinikmati oleh semua kalangan. Tidak hanya orang berduit yang mampu memperoleh hiburan berkelas di kota Jakarta. Ide pesta rakyat menyeruak di permukaan Jakarta saat pergantian tahun 2012 menuju 2013.”
“Jokowi-Ahok mengadakan pesta rakyat yang dinamai Jakarta Night Festival itu di sepanjang Jalan Thamrin-Sudirman dengan mengusung konsep Car Free Night,” ujar Arimbi Bimoseno dalam buku Jokowi: Rapopo jadi Presiden (2014).