Bagikan:

JAKARTA - Pentingnya pengamatan meteorologi (cuaca), klimatologi (Iklim), dan geofisika (gempa bumi dan tsunami) tiada dua. Penjajah Belanda mengamininya. Empunya kuasa meyakini lembaga meteorologi mampu membawa kemudahan.

Namun, sejak penjajahan Jepang hingga Indonesia merdeka kehadiran lembaga meteorologi (kini: BMKG) tak jauh berkembang. Presiden Megawati Soekarnoputri mendobraknya. Ia mengubah BMKG jadi lembaga yang berperan penting di Nusantara.

Pemerintah kolonial Hindia Belanda awalnya tak menyadari pentingnya pengamatan cuaca dan iklim. Mereka menganggap tanpa itu, kehidupan di Hindia Belanda tetap baik-baik saja. Pandangan itu tak bertahan lama.

Kepala Rumah Sakit Bogor, Pieter Loth Onnen mengubah segalanya. Ia mempelopori pengamatan cuaca dan iklim secara mandiri. Sekalipun kemudian dibiayai pemerintah. Kala itu, ia menganggap pengamatannya dapat berpengaruh kepada kesehatan manusia.

Pengamatan Onnen juga mampu membuat Belanda menyadari akan pentingnya ajian –pengamatan dan analisa-- berbuah ramalan cuaca untuk lalu lintas perdagangan hasil bumi Hindia-Belanda. Empunya kuasa pun tergerak karena mencium keuntungan dari andil besar pengamatan cuaca dan iklim.

Kantor BMKG di Kemayoran, Jakarta Pusat. (bmkg.go.id) 

Mereka memutuskan untuk mendirikan sebuah lembaga pada 1866. Magnetisch en Meteorologisch Observatorium (Observatorium Magnetik dan Meteorologi), namanya. Lembaga itu berpusat di Batavia dan dipimpin oleh Pieter Adriaan Bergsma.

Kemajuan pengamatan berkembang pesat. Namun, hal itu tak berlanjut ketika Jepang mengambil alih kekuasaan di Nusantara. Tak banyak perkembangan atau inovasi yang dilakukan oleh lembaga meteorologi itu. Pada masa Indonesia merdeka, apalagi. Lembaga meteorologi tak dapat berdiri sendiri dan kerap “dipingpong” menjadi bagian dari ragam kementerian.

“Pada tahun 1955 Jawatan Meteorologi dan Geofisika diubah namanya menjadi Lembaga Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan, dan pada tahun 1960 namanya dikembalikan menjadi Jawatan Meteorologi dan Geofisika di bawah Departemen Perhubungan Udara. Pada tahun 1965, namanya diubah menjadi Direktorat Meteorologi dan Geofisika, kedudukannya tetap di bawah Departemen Perhubungan Udara.”

“Pada tahun 1972, Direktorat Meteorologi dan Geofisika diganti namanya menjadi Pusat Meteorologi dan Geofisika, suatu instansi setingkat eselon II di bawah Departemen Perhubungan, dan pada tahun 1980 statusnya dinaikkan menjadi suatu instansi setingkat eselon I dengan nama Badan Meteorologi dan Geofisika, dengan kedudukan tetap berada di bawah Departemen Perhubungan,” ungkap Ahmad Junaidi Astrofotografi (2021).

Megawati dan BMKG

Kondisi lembaga meteorologi yang belakangan dikenal sebagai Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) berubah di masa Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI. Presiden wanita pertama Indonesia itu memiliki perhatian khusus kepada BMKG. Ia tak ingin lagi BMKG “dipingpong” ragam kementerian. Menurutnya, BMKG telah layak dijadikan Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Ia menganggap BMKG memiliki pengaruh sentral bagi tumbuh kembang bangsa Indonesia. Utamanya kewaspadaan negara terhadap kehadiran bala bencana. Sebab, BMKG dapat memberikan informasi peringatan dini cuaca, iklim, gempa bumi, dan tsunami secara cepat dan akurat.

Bahkan, pengamatan terkait sumbangsih BMKG telah dilakukan oleh Megawati sedari menjabat Wakil Presiden. kala itu, ia mendapatkan tugas dari Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk memantau perihal kebencanaan.

Di situ, Megawati kerap heran kenapa lembaga penting seperti BMKG harus berada di bawah kementerian. Apalagi, BMKG berada di bawah Kementerian Perhubungan. Baginya, kehadiran BMKG jadi bagian Kementerian Perhubungan tak nyambung.

Ia pun ingin memodernisasi BMKG. Segala macam masukan dan kritikan diterimanya. Perubahan baru dilakukan Megawati saat menggantikan Gus Dur sebagai Presiden Indonesia. ia melakukan gebrakan. Ia mengeluarkan dua buah Keputusan Presiden (Keppres): Keppres nomor 46 dan nomor 48 tahun 2002.

Presiden RI ke-6, Megawati Soekarnoputri punya jasa menjadikan BMKG sebagai institusi penting di Indonesia. (pdiperjuangan.id) 

Keppres itu menjadi tonggak sejarah penting bagi BMKG. Sebab, BMKG diubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen. Artinya, BMKG tak lagi berada di bawah Subdirektorat Kementerian Perhubungan.

Belakangan, keberanian Megawati mengeluarkan Keppres diapresiasi banyak pihak. Pun dari BMKG sendiri. BMKG menjadikan Megawati sebagai Tokoh Pelopor Penguatan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika pada 2019.

“Pertama, bahwa Badan Meteorologi dan Geofisika mempunyai peranan yang strategis dalam menunjang kegiatan pemerintahan dan pembangunan sehingga perlu diubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen.”

“Kedua, bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf A, maka dipandang perlu menyempurnakan Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2002,” tertulis dalam Keppres nomor 48 tahun 2002.