Bagikan:

YOGYAKARTA – Sebagian di antara kita mungkin ada yang belum mengenal Friedrich Silaban, arsitek penganut Kristen Protestan yang merancang Masjid Istiqlal.

Masjid Istiqlal sendiri menjadi salah satu lokasi yang dikunjungi Paus Fransiskus selama berada di Indonesia.

Dalam pertemuan dengan para tokoh antaragama yang digelar di Masjid Istiqlal pada Kamis, 5 Agustus 2024, Paus Fransiskus mengatakan bahwa masjid yang dirancang Friedrich Silaban merupakan bukti konkret adanya moderasi beragama di Indonesia.

“Saya mengenang dengan senang hati, masjid ini dirancang oleh arsitek Friedrich Silaban seorang Kristen yang memenangkan sayembara desain. Ini membuktikan bahwa dalam sejarah bangs aini dan dalam budaya yang berkembang, masjid, seperti tempat ibadah lainnya adalah ruang dialog, ruang untuk saling menghormati dan hidup bersama,” kata Pemimpin Tinggi Gereja Katolik Dunia yang juga Kepala Negara Vatikan itu, menyadur Antara.

Lantas, seperti apa sosok arsitek perancang Masjid Istiqlal? Simak informasi selengkapnya berikut ini.

Mengenal Friedrich Silaban

Lahir di Bonandolok, Sumatera Utara, 16 Desember 1912, Friedrich Silaban merupakan penganut Kristen Protestan dan anak seorang pendeta yang sangat sederhana. Meskipun begitu, ia memenangkan sayembara ‘Rancang Bangun Masjid Istiqlal’ yang diadakan oleh Presiden RI yang pertama, Ir. Soekarno, pada 1955. Ajang ini diikuti oleh 30 peserta.

Dewan Juri sayembara desain masjid tersebut terdiri dari para arsitek dan ulama terkenal yang diketuai oleh Presiden Soekarno. Friedrich menang dengan rancangannya yang bertajuk Sandi Ketuhanan.

Menyadur laman Ensiklopedia Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Friedrich Silaban adalah putra dari pasangan Noria boru Simamora, dan Sintua Jonas Silaban.

Lahir dari keluarga yang sederhana, Friedrich berkesempatan untuk mengenyam pendidikan di HIS, Narumonda, Tapanuli, Sumatera Utara.

Pada tahun 1927, ia mengikuti tes Koningen Wilhemina School atau KWS (Sekolah Teknik Menengah di Hindia Belanda). Setelah lulus seleksi, Friedrick kemudian berangkat ke Batavia untuk melanjutkan studinya. Pada 1931, Friedrich lulus dari KWS.

Karier Friedrich sebagai arsitek dimulai sebelum menamatkan pendidikan. Ia bekerja paruh waktu untuk juru gambar BOW bernama J.H. Antonisse. Di tempat ini, Friedrich mengasah kemampuannya sebagai arsitek. Selain itu, ia juga berpartisipasi dalam pameran di Pasar Gambir.

Dengan keahliannnya itu, Friedrick Silaban kemudian bekerja di Zeni Angkatan Darat Belanda pada 1931-1939. Berikutnya, ia menjadi drafter di Kotapraja Bogor pada 1939-1942.

Di masa pendudukan Jepang, Friedrich bekerja di Dinas Pekerjaan Umum Bogor hingga 1947. Ia juga diangkat sebagai Direktur Pekerjaan Umum hingga 1949. Friedrich tetap berkarier dalam pemerintahan hingga pensiun di Dinas Pekerjaan Umum Kotapraja Bogor.

Selama menjadi pegawai pemerintahan, Friedrich Silaban sering terlibat dalam berbagai proyek pembangunan swasta dan mengikuti banyak kompetisi.

Di era kepemimpinan Presiden Soekarno. Friedrick sering dilibatkan dalam proyek ‘Pembangunan Nasional’. Ia menggarap dua proyek penting, yakni pembangunan Masjid Istiqlal dan Monumen Nasional atau yang dikenal Monas.

Saat itu, bangunan-bangunan yang dibuat sarat akan dinilai-nilai nasionalisme. Bahkan, desain bangunan Masjid Istiqlal yang dirancang Friedrich juga terdapat nilai nasionalisme, yakni kubah berdiameter 45 meter yang melambangkan tahun proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 1945.

Masjid Istiqlal dibangun di kawasan taman Wilhemina Park. Di tempat ini, banyak berdiri monument peninggalan Belanda dan penaklukan Aceh. Monument-monumen ini kemudian dirobohkan untuk pembangunan masjid.

Sekedar informasi, pembangunan Masjid Istiqlal memakan waktu hingga 17 tahun. Peletakan batu pertama proyek tersebut dilakukan oleh Ir. Soekarno pada 1961 dan diresmikan oleh Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto pada 1978.

Lamanya pembangunan masjid tersebut lantaran situasi politik di dalam negeri tidak kondusif. Kala itu, berlaku demokrasi parlementer di mana partai-partai politik saling bertikai untuk memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Kondisi ini memuncak pada 1965 saat meletusnya peristiwa G30S/PKI.

Setelah situasi politik kondusif, pada 1966, Menteri Agama KH. Muhammad Dahlan mempelopori kembali pembangunan masjid ini. Kepengurusan dipegang oleh KH. Idham Chalid yang bertindak sebagai Koordinator Panitia Nasional Pembangunan Masjid Istiqlal.

Demikian ulasan tentang arsitek perancang Masjid Istiqlal. Semoga informasi ini bisa membuat pembaca mengenal Friedrick Silaban. Untuk mendapatkan update berita pilihan lainnya, baca terus VOI.ID.