Bagikan:

JAKARTA - Setiap 18 Maret, Indonesia memeringati Hari Arsitektur Nasional. Tidak banyak sumber yang tersedia untuk menjelaskan mengapa 18 Maret dijadikan Hari Arsitektur Nasional. Namun yang jelas Hari Arsitektur Nasional ditetapkan untuk memberi penghargaan pada sosok inspiratif yang berkontribusi dalam perkembangan dunia arsitek di Indonesia.

Seiring perubahan zaman, arsitektur di Indonesia juga kerap berubah-ubah. Arsitektur Indonesia mendapatkan berbagai macam pengaruh budaya luar, mulai dari pengaruh zaman Hindu-Budha hingga gaya arsitektur Eropa. Semua evolusi itu pernah dialami Indonesia.

Selain untuk estetika, gaya arsitektur di Indonesia juga merupakan bentuk "penanda" dari sebuah era. Mengutip jurnal Dinamika Arsitektur Indonesia dan Representasi ‘Politik Identitas’ Pasca Reformasi oleh Kemas Ridwan Kurniawan, berbagai simbol fisik arsitektur, berupa monumen, memorial, ruang publik dan bangunan merepresentasikan aspek sosial politik pada suatu masa, khususnya terkait kekuasaan yang sedang berlangsung pada saat itu.

Jurnal tersebut memaparkan, baik Orde Lama maupun Orde Baru, kedua rezim tersebut menggunakan arsitektur sebagai media untuk menandai era masing-masing. Saat Orde Lama, Soekarno menggunakan bahasa antarbangsa sebagai landasan bagi monumen dan bangunan yang digagasnya.

Sementara, Soeharto menguatkan bahasa ke-Indonesia-an dengan arsitektur tradisional sebagai penanda era tersebut. Selain itu, sejak dari masa Soekarno dan Soeharto, pembangunan yang berorientasi vertikal mulai jadi sesuatu yang diharuskan.

Bangunan pencakar langit awal yang dibangun pada masa Soekarno di Jakarta dilanjutkan oleh Soeharto. Seolah gedung tinggi wajib hadir sebagai penanda Jakarta.

Gedung-gedung tinggi di Jakarta ini juga diharapkan mampu menggambarkan bahwa Indonesia dapat bersaing dengan berbagai ibu kota negara lainnya, baik yang sudah maju maupun yang dianggap setara dengan Indonesia.

Arsitektur ternama Indonesia

Perancang Masjid Istiqlal (Sumber: thejourney.home.co.id)

Arsitektur-arsitektur bangunan Indonesia yang jadi "wajah" bangsa juga dipengaruhi sosok-sosok arsitek fenomenal. Contohnya, Frederich Silaban.

Pendesain Masjid Istiqlal itu kerap membuat desain bangunan yang modern dan relevan dengan perkembangan zaman. Karya Friedrich lainnya, selain Masjid Istiqlal adalah Monumen Nasional dan Stadion Gelora Bung Karno.

Selain Fredrich Silaban, ada juga nama Achmad Noeman. Ia dikenal sebagai maestro arsitektur masjid di Indonesia.

Achmad Noeman adalah arsitek Masjid Salman ITB, sebuah masjid yang dirancang tanpa kubah. Masjid Salman jadi tonggak penting dalam arsitektur masjid kontemporer di Indonesia.

Masjid Salman ITB (Sumber: Commons Wikimedia)

Rancangan bangunan masjid yang tanpa kubah menunjukkan adanya pembebasan diri dari tradisi. Karya lain Achmad Noeman adalah Masjid Amir Hamzah, Masjid at-Tin, Masjid Islamic Center, Masjid Soeharto di Bosnia, dan Masjid Syekh Yusug di Cape Town di Afrika Selatan.

Sosok lain yang juga dikenal berpengaruh soal perkembangan arsitektur di Indonesia adalah Y.B Mangunwijaya atau Romo Mangun. Romo Mangun juga dikenal sebagai bapak arsitektur modern Indonesia.

Romo Mangun kerap bermain dengan warna, ruang dan suasana. Hal tersebut membuat karya-karyanya dipenuhi dengan bentuk yang beraneka ragam dan unik.

Salah satu penghargaan yang pernah diterimanya adalah penghargaan Aga Khan untuk arsitektur, yang merupakan penghargaan tertinggi karya arsitektural di dunia berkembang. Y.B. Mangunwijaya mendapatkan penghargaan tersebut karena rancangan pemukiman di tepi Kali Code Yogyakarta.

*Baca informasi lain soal ARSITEKTUR atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.

SEJARAH HARI INI Lainnya