Teror Yahudi Dimulai sebagai Permulaan Holocaust dalam Sejarah Hari Ini, 9 November 1938
Orang Yahudi Polandia yang dideportasi dari Jerman (Sumber: Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Pada 9 November 1938, Nazi Jerman melancarkan teror terhadap orang-orang Yahudi. Mereka menyerang rumah dan bisnis orang-orang Yahudi di Jerman dan Austria. Kekerasan dan serangan ini dipercaya sebagai awal pertanda dimulainya Holocaust.

Kekerasan berlanjut hingga 10 November dan kemudian disebut sebagai peristiwa 'Kristallnacht' atau malam kaca pecah. Diberi julukan demikian karena banyak jendela rumah dan perusahaan milik orang Yahudi yang pecah akibat perusakan.

Kejadian itu menewaskan sekitar 100 Yahudi, 7.500 properti bisnis milik Yahudi rusak dan ratusan sinagoge, rumah, sekolah dan kuburan rusak. Diperkirakan 30.000 pria Yahudi ditangkap, banyak dari mereka kemudian dikirim ke kamp konsentrasi selama beberapa bulan dan dibebaskan ketika berjanji untuk meninggalkan Jerman.

Mengutip History, Nazi menggunakan pembunuhan seorang diplomat Jerman tingkat rendah di Paris oleh seorang Yahudi Polandia yang berusia 17 tahun sebagai alasan untuk melakukan serangan Kristallnacht. Mundur pada 7 November 1938, diplomat Jerman bernama Ernst vom Rath ditembak di luar kedutaan Jerman oleh Herschel Grynszpan, yang merupakan seorang Yahudi. Ia hendak membalas dendam atas deportasi mendadak orang tuanya dari Jerman ke Polandia.

Sinagoge yang rusak (Foto: Wikimedia Commons)

Vom Rath meninggal pada 9 November 1938 dan bertepatan dengan peringatan Beer Hall Putsch, peringatan penting dalam kalender Sosialis Nasional. Pimpinan Partai Nazi, yang berkumpul di Munich untuk peringatan itu, memilih untuk menggunakan kesempatan itu sebagai dalih untuk meluncurkan malam eksekusi antisemitisme.

Menteri Propaganda Nazi Joseph Goebbels lalu memerintahkan pasukan badai Jerman untuk melakukan kerusuhan yang disamarkan sebagai “demonstrasi spontan” terhadap warga Yahudi. Polisi dan departemen pemadam kebakaran diberitahu untuk tidak ikut campur. Dalam menghadapi semua kehancuran, beberapa orang Yahudi ada yang meninggal karena bunuh diri.

Tiga hari kemudian, tepatnya pada 12 November, pemimpin militer dan tokoh Nazi yang paling kuat selain Adolf Hitler, Hermann Goering, mengadakan pertemuan dengan pimpinan tertinggi Nazi. Mereka hendak menilai kerusakan yang terjadi dan bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi akibat Kristallnacht.

Hadir dalam pertemuan itu Goering, Goebbels, Reinhard Heydrich, Walter Funk dan pejabat tinggi Nazi lainnya. Maksud dari pertemuan ini ada dua: untuk membuat orang-orang Yahudi bertanggung jawab atas peristiwa Kristallnacht. Kedua, menggunakan Kristallnacht sebagai alasan untuk menyebarluaskan serangkaian undang-undang antisemit yang, pada dasarnya, menyingkirkan orang-orang Yahudi dari ekonomi Jerman.

Pembatasan kegiatan

Kristallnacht mewakili serangkaian kampanye yang dimulai oleh Adolf Hitler sejak 1933 ketika ia menjadi kanselir dan hendak membersihkan Jerman dari populasi Yahudi. Pada 1933, ia memproklamasikan boikot satu hari terhadap toko-toko milik orang Yahudi. Undang-undang yang melarang penyembelihan secara halal diberlakukan dan anak-anak Yahudi mulai mengalami pembatasan di sekolah umum. Pada 1935, Hukum Nuremberg mencabut kewarganegaraan Jerman dari orang Yahudi.

Pertokoan milik Yahudi yang rusak (Foto: Wikimedia Commons)

Melansir Jewish Virtual Library, pada 1936, orang-orang Yahudi dilarang berpartisipasi dalam pemilihan parlemen dan tanda-tanda bertuliskan "Yahudi Tidak Diterima" muncul di banyak kota di Jerman. Namun tanda-tanda tersebut diturunkan pada akhir musim panas untuk persiapan Olimpiade 1936 di Berlin.

Paruh pertama 1938, banyak undang-undang disahkan yang membatasi aktivitas ekonomi dan peluang kerja Yahudi. Pada Juli 1938, sebuah undang-undang disahkan yang mewajibkan semua orang Yahudi untuk membawa kartu identitas.

Pada 28 Oktober, 17.000 orang Yahudi berkewarganegaraan Polandia, banyak dari mereka telah tinggal di Jerman selama beberapa dekade, dipindahkan ke seberang perbatasan Polandia. Pemerintah Polandia menolak untuk menerima mereka sehingga mereka diasingkan di "kamp relokasi" di perbatasan Polandia.

*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya