Bagikan:

YOGYAKARTA – Kondisi psikologis dan kesehatan fisik saling memengaruhi. Semakin sehat secara psikis, maka fisik juga berpeluang lebih sehat. Penelitian terbaru yang diterbitkan jurnal Neurology, peneliti dari Universitas Galway, Irlandia, menunjukkan bahwa orang yang memiliki gejala depresi 46 persen kemungkinan lebih besar terkena stroke.

Penelitian ini melibatkan 26.877 orang peserta usia dewasa dari 32 negara di Eropa, Asia, Amerika Utara dan Selatan, Timur Tengah, dan Afrika. Menurut ahli saraf Dustin Hines, Ph.D., penelitian ini menelusuri pemahaman tentang stroke dan depresi. Peneliti melaporkan bahwa 18 persen dari 13.000 partisipan yang mengalami stroke mengalami gejala depresi. Di antara mereka yang tidak menderita stroke, prevalensi depresi adalah 14 persen.

orang dengan gejala depresi berisiko terkena stroke
Ilustrasi orang dengan gejala depresi berisiko terkena stroke (Freepik/jcomp)

Dalam penelitian, peserta ditanyai tentang riwayat depresi dalam 12 bulan sebelum stroke. Termasuk perasaan sedih, membiru, atau depresi selama dua minggu atau lebih berturut-turut. Semakin banyak gejala depresi yang dilaporkan peserta, semakin tinggi risiko stroke. Misalnya, mereka yang melaporkan lima atau lebih gejala depresi memiliki risiko 54% lebih tinggi terkena stroke dibandingkan mereka yang tidak mengalami gejala depresi, kata para peneliti.

Orang yang mengalami depresi, cenderung tidak menjaga dirinya dengan baik secara fisik atau emosional. Mereka cenderung mengabaikan kesehatan medis, tidak makan dan tidur dengan baik, dan tidak konsisten dalam meminum obat.

Selain itu, orang yang menderita depresi juga memiliki hasil buruk satu bulan setelah terkena stroke dibandingkan mereka yang tidak mengalami depresi. Temuan ini didukung pernyataan Megan Tangradi, direktur klinis program pengobatan kesehatan mental dan kecanduan berbasis di New Jersey dilansir Healthline, Rabu, 5 Juni. Jelas Tangradi, faktanya depresi berkaitan dengan perubahan fisiologis seperti peningkatan peradangan dan disregulasi sistem saraf otonom yang berdampak buruk pada pemulihan stroke.

Keterbatasan fisik penderita stroke, selain juga potensi defisit kognitif dan bicara, berdampak buruk pada pasien stroke dan orang tercinta di sekitarnya. Jika seseorang mengalami depresi dan stroke, hal ini berdampak negatif pada kemauan atau tekadnya terlibat sepenuhnya dalam proses rehabilitasi. Hal ini dapat menghambat pemulihan dari stroke dan mengakibatkan hasil yang lebih buruk.

“Gejala depresi mencakup keseluruhan gejala fisik, emosional, dan kognitif. Akan sangat membantu jika memahami item spesifik tentang apa yang berkorelasi kuat dengan risiko stroke,” jelas Karen Sullivan, Ph.D. yang adalah seorang neuropsikolog.

Sullivan juga menyarankan, penyedia layanan kesehatan dan masyarakat penting melakukan skrining terhadap depresi. Terutama untuk penderita stroke. Untuk penelitian yang dilakukan dokter Robert Murphy, Sullivan merekomendasikan penelitiang jangka panjang untuk menemukan hubungan kausal antara depresi dan stroke secara lebih mendalam. Diperlukan juga penelitian berskala besar untuk mengetahui pengobatan yang bagaimana bisa berhasil mengurangi risiko stroke bagi orang dengan gejala depresi.