7 Tahapan Gaslighting dalam Hubungan
Ilustrasi (Andrea Piacquadio/Pexels)

Bagikan:

JAKARTA - Gaslighting adalah bentuk manipulasi yang dilakukan seseorang pada orang lain sehingga korban meragukan dirinya sendiri dan akhirnya kehilangan persepsi, identitas, dan harga dirinya. Istilah ini berasal dari film Gaslight 1944, di mana seorang suami mencoba meyakinkan istrinya bahwa dia gila dengan membuat sang istri mempertanyakan dirinya sendiri dan realitasnya.

Berbagai penelitian dan tulisan coba berfokus pada fenomena gaslighting dan dampak destruktifnya. Berikut adalah tujuh tahap pelaku gaslighting mendominasi korban, dikutip dari buku How to Successfully Handle Gaslighters & Stop Psychological Bullying, Rabu, 2 Maret.

Berbohong dan suka melebih-lebihkan

Gaslighter menciptakan narasi negatif tentang korban berdasarkan asumsi dan tuduhan palsu yang digeneralisasi, daripada fakta objektif yang dapat diverifikasi sehingga menempatkan korban pada posisi defensif.

Suka mengulang-ulang

Seperti perang psikologis, kepalsuan diulang terus-menerus untuk tetap menyerang, mengendalikan percakapan, dan mendominasi hubungan.

Melunjak saat ditantang

Ketika kebohongan mereka disebut, gaslighter akan semakin meningkatkan perselisihan dengan melipatgandakan serangan mereka, menyangkal bukti dengan penolakan, menyalahkan, dan lebih banyak klaim palsu, sehingga menimbulkan keraguan dan kebingungan.

Melemahkan korban

Dengan tetap menyerang, gaslighter akhirnya melemahkan korban yang putus asa, pasrah, pesimis, takut, lemah, dan meragukan diri sendiri. Korban mulai mempertanyakan persepsi, identitas dan realitasnya sendiri.

Membuat korban jadi bergantung

Kamus Oxford mendefinisikan kodependensi sebagai ketergantungan emosional atau psikologis yang berlebihan pada pasangan. Dalam hubungan gaslighting, gaslighter kerap menimbulkan rasa tidak aman dan kecemasan terus-menerus pada korban. Gaslighter memiliki kekuatan untuk memberikan penerimaan, persetujuan, rasa hormat, keselamatan, dan keamanan. Gaslighter juga memiliki kekuatan untuk mengancam. Hubungan kodependen ini terbentuk berdasarkan ketakutan, kerentanan, dan marginalisasi.

Memberi harapan palsu

Sebagai taktik manipulatif, gaslighter kadang akan memperlakukan korban dengan lembut dan penuh kebaikan atau menunjukan penyesalan untuk memberikan harapan palsu pada korban. Dalam keadaan ini, korban mungkin berpikir: "Mungkin dia benar-benar tidak seburuk itu," "Mungkin keadaan akan menjadi lebih baik," atau "Mari beri kesempatan."

Tapi hati-hati! Kelembutan sementara seringkali merupakan manuver yang dilakukan untuk membuat korban lengah sebelum tindakan gaslighting berikutnya dimulai. Dengan taktik ini, gaslighter juga semakin memperkuat hubungan kodependen.

Dominasi dan Kontrol

Tujuan akhir gaslighting adalah untuk mengontrol, mendominasi, dan mengambil keuntungan dari individu lain, kelompok, atau bahkan seluruh masyarakat. Dengan mempertahankan dan mengintensifkan aliran kebohongan dan paksaan yang tak henti-hentinya, gaslighter membuat korban terus-menerus dalam keadaan tidak aman, ragu, dan takut. Gaslighter kemudian mengeksploitasi korban sesuka hati untuk menambah kekuatan dan keuntungan pribadi mereka.