Beberapa media massa besar dimiliki oleh petinggi partai politik di negeri ini. Melihat realitas itu, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Hendry Ch Bangun, berharap mereka bisa menjaga independensi menjelang dan selama pilpres dan pemilu 2024. Namun, ia ragu apakah sikap independen dan netral itu bisa direalisasikan oleh mereka, para pemilik yang juga menjadi petinggi partai politik itu.
***
Tahun 2024 Indonesia kembali akan menggelar pemilihan umum yang memilih calon anggota legislatif dan pemilihan presiden yang memilih pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Setahun sebelum pelaksanaan suhu politik sudah memanas. Koalisi beberapa partai politik untuk mengusung capres dan cawapres-nya sudah terlihat. Sampai saat ini sudah ada tiga pasangan yang siap maju, yaitu pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar dan pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang sudah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sementara pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang baru diumumkan Minggu 22 Oktober akan mendaftar pada 25 Oktober 2023.
Isu netralitas media dan wartawan sejatinya sudah ada sejak pemilu-pemilu sebelumnya. Menurut Hendry Ch Bangun di ajang peringatan Hari Pers Nasional 2012 di Jambi yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, persoalan ini juga sempat dibahas. "Petinggi televisi yang juga petinggi partai politik itu dengan gampangnya mengatakan bahwa mereka independen. Padahal kenyataan hasil pemberitaan mereka tidak seperti yang dikatakan. Makanya saya ragu apakah pada pemilu kali ini mereka akan independen," tegasnya.
Saat ini setidaknya ada tiga nama petinggi partai politik yang juga menjadi penguasa media atau kelompok media, Surya Paloh (Media Indonesia Group), Hary Tanoesoedibjo (MNC Group), Aburizal Bakrie (VIVA News). Seperti diketahui Surya Paloh adalah Ketua Umum Partai Nasdem, Harry Tanoesoedibjo adalah adalah Ketua Umum Partai Perindo dan Aburizal Bakrie adalah Ketua Dewan Pembina Partai Golkar.
Menurut Hendry Ch Bangun, ia tak yakin kalau petinggi partai politik itu akan independen atau menjaga media yang dia miliki akan independen. Dugaan akan ada keberpihakan pada partainya atau kelompoknya akan selalu ada. "Kalau ketua atau petinggi parpol tidak bisa dipegang. Mereka ngomongnya A tindakannya B. Bagi kami dari organisasi wartawan hanya bisa menyerahkan kepada teman-teman wartawan yang terlibat. Baiknya mengundurkan diri kalau tak bisa independen. Soalnya apa pun yang dilakukan, medianya tidak akan independen selama media itu dipimpin oleh mereka yang juga petinggi partai politik," katanya.
Dewan Kehormatan PWI Pusat pun sudah mengingatkan agar wartawan, khususnya anggota PWI, benar-benar menjaga netralitas sebagai salah satu wujud independensi dalam menjalankan profesinya. Hal itu ditegaskan oleh Ketua Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat, Sasongko Tedjo, berkaitan dengan makin dekatnya jadwal pemilihan umum 2024, termasuk pemilihan presiden-wakil presiden (pilpres), pemilihan kepala daerah (pilkada), dan pemilihan anggota legislatif (pileg). Makin dekatnya Pilpres 2024 itu ditandai dengan dimulainya pendaftaran bakal calon pasangan presiden-wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 19 Oktober.
Hendry Ch Bangun memberikan apresiasi kepada anggota organisasi kewartawanan yang memilih mundur sebagai wartawan karena ketertarikannya pada dunia politik demi menjaga independensi. Sebab media massa yang tidak independen dalam pemberitaannya akan menjadi sorotan masyarakat. Dan kalau itu terus terjadi, kepercayaan masyarakat akan luntur pada media yang tak independen. "Masyarakat, penonton, dan pembaca bisa menilai apakah sebuah media itu independen atau tidak. Konsekwensinya kalau media itu dalam pemberitaannya dan tidak independen tetap memihak akan ditinggalkan penonton atau pembacanya," katanya kepada Edy Suherli, Savic Rabos, dan Irfan Medianto dari VOI yang menemuinya di Kantor PWI Pusat, di Gedung Dewan Pers, Kebon Siri, Jakarta Pusat, belum lama berselang. Inilah wawancara selengkapnya.
Apa saja program kepengurusan Anda ke depan?
Program prioritas saya dalam kepengurusan terpilih ini adalah bidang pendidikan dan peningkatan kapasitas kompetensi profesional anggota PWI. Yang kedua adalah PWI ini harus kembali ke khittahnya hasil kongres PWI Pertama di Solo 1946. Lalu PWI harus kembali kekhittahnya 1946. Keputusan pertama kongres PWI 1946 itu dikatakan bahwa wartawan Indonesia ikut menjaga kedaulatan negara. Jadi PWI tidak bicara tentang dirinya sendiri tapi juga tentang bangsa dan negara, tugas kita tidak hanya menulis berita, tapi ikut menjaga kedaulatan bangsa dalam segala aspek; budaya, politik, ekonomi, dll.
PWI bagian tak terpisahkan dari perjuangan bangsa ini. Dalam istilah saya, PWI Merah Putih. NKRI dalam arti yang luas. Jadi jangan disalahpahami kita pro kepada pemerintah yang sedang berkuasa saat ini. Implementasinya melalui program pendidikan dan pelatihan. Sudah terlalu lama PWI ini terbawa arus, sehingga dia tidak tahu lagi jati dirinya. PWI berbeda dari organisasi wartawan lain yang lahir pasca reformasi yang dasarnya humanisme universal. PWI adalah organisasi besar yang singkatan huruf ‘I’ nya itu dari kata Indonesia.
Apa lagi program Anda yang penting?
Selain itu kami juga bicara soal kesejahteraan. Ini menjadi perhatian kami bagaimana kesejahteraan anggota dapat dipenuhi. PWI berupaya menggelar pendidikan soal jurnalistik, kewartawanan, dll. Tujuannya akhirnya kita mau mendirikan perguruan tinggi pers PWI. Akan ada juga kursus dan Pendidikan praktis yang membuat anggota PWI bisa menjadi pengajar. Rancangannya sudah dibuat di ujung masa kepemimpinan alm. Margiono, namun belum bisa direalisasikan karena kendala biaya. Kami akan melakukan sounding ke berbagai lembaga, perkiraan di tahun ketiga atau keempat kepengurusan bisa direalisasikan. Kita mulai dengan uji kompetensi, safari jurnalistik, dan sekolah jurnalisme Indonesia.
Lembaga mana saja yang akan diajak bekerjasama?
Untuk Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) kita pernah bekerjasama dengan Kemendikbud, kita akan berkomunikasi kembali untuk melanjutkan kegiatan yang pernah terjalin. Soal dasar-dasar dan praktik jurnalistik. Lalu ada juga ekonomi hubungannya dengan kemudahan yang disediakan teknologi terkini. Selain Kemendikbud ada juga lembaga yang selama ini memang sudah sering bekerja sama dengan PWI.
Lembaga Konsultasi Keluhan dan Bantuan Hukum (LKBPH) menjadi prioritas kepengurusan Anda, sempat berhenti lalu dihidupkan lagi, seberapa besar ancaman untuk wartawan saat ini sehingga diperlukan program perlindungan ini?
PWI itu organisasi wartawan terbesar di Indonesia, kita memang harus punya lembaga bantuan hukum sendiri, karena itulah LKBPH diperlukan. Sebetulnya Dewan Pers punya, tapi yang lebih pas mengurus anggota PWI ya kami sendiri. Segala persoalan dan kasus hukum yang dialami anggota akan kita tangani sendiri. PWI punya kemampuan untuk itu karena banyak pakar hukum dan anggota kita yang juga advokat dan sudah beracara. Setelah persiapan selesai, akhir tahun atau awal tahun depan sudah bisa beroperasi. Nanti kami akan membuat MoU dengan Polri untuk soal ini. Prioritas untuk anggota PWI, tapi tidak menutup kemungkinan yang di luar itu juga bisa kami tangani kalau dipercaya.
Soal isu keberlanjutan media yang sempat dibahas Presiden Jokowi pada HPN 2023, bagaimana Anda melihat persoalan ini, mengapa belum tuntas juga, apa kesulitannya sehingga soal ini berlarut-larut?
Yang saya ketahui naskahnya sudah ada di KSP atau Setneg, kami belum dapat kabar lagi bagaimana akhir dari semua ini. Kepedulian kami adalah bagaimana media-media kecil juga bisa merasakan manfaat dari aturan soal publisher right ini, jadi tak hanya media besar. Media yang belum terverifikasi kami usulkan juga dapat manfaat dari aturan ini asal pengelolaannya benar.
Saat HPN 2023 itu Presiden Jokowi mengatakan 100 hari waktu untuk menuntaskan regulasi ini, tapi sudah lewat jauh belum juga?
Itulah yang menjadi keprihatinan kita, aturan itu ketinggalan jauh dengan perkembangan teknologi yang ada. Menurut saya ini sudah terlambat, karena itu aturan ini nanti kalau dikeluarkan jangan sampai ketinggalan. Penetrasi media sosial dan cengkraman media global terus berubah. Kebetulan di kepengurusan PWI sekarang ada beberapa orang yang terlibat dalam pembuatan konsepnya. Nanti kami akan memberikan sikap dan pernyataan secara kelembagaan soal ini.
Soal dugaan keberpihakan media masih menjadi isu yang menarik jelang pemilu, karena banyak pemilik media itu orang partai, ada Surya Paloh (MI), Hary Tanoesoedibjo (MNC), Aburizal Bakrie (VIVA News), apa tanggapan Anda?
Persoalan ini sudah berlangsung sejak dua kali pemilu sebelumnya. Ketika peringatan Hari Pers nasional (HPN) 2012 di Jambi yang dihadiri Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, isu ini juga mengemuka. Petinggi televisi yang juga petinggi partai politik itu dengan gampangnya mengatakan bahwa mereka independen. Padahal kenyataan hasil pemberitaan mereka tidak seperti yang dikatakan. Makanya saya ragu apakah pada pemilu kali ini mereka akan independen. Kalau dia mengaku sebagai wartawan profesional harus mengambil sikap tegas. Kalau mau bermain politik, lebih baik keluar dari media tersebut. Tapi ini memang tidak mudah, seandainya si wartawan keluar dari media tempat dia bekerja, mau cari makan di mana.
Kalau ketua parpol tidak bisa dipegang. Mereka ngomongnya A tindakannya B. Bagi kami dari organisasi wartawan hanya bisa menyerahkan kepada teman-teman yang terlibat. Baiknya mengundurkan diri. Soalnya apa pun yang dilakukan, medianya tidak akan independen selama media itu dipimpin oleh mereka yang juga petinggi partai politik.
BACA JUGA:
Apakah ada piranti untuk memantau dan menilai media ini netral atau tidak netral pemberitaannya?
Kalau kami tidak punya alat atau piranti untuk menilai. Tapi pasyarakat, penonton dan pembaca bisa sekali menilai apakah sebuah media itu independen atau tidak. Konsekwensinya kalau dia tetap memihak akan ditinggalkan penonton atau pembacanya. Melalui media sosial masyarakat terus memantau. Peraturan di PWI seseorang boleh menjadi anggota parpol, tapi saat mereka menjadi pengurus dan caleg atau tim sukses harus mundur dari organisasi. Saya apresiasi pada anggota PWI yang mundur karena tertarik di bidang politik ini. Pengabdian itu bisa di mana saja, termasuk parpol, silahkan itu pilihan.
Perkembangan teknologi kian pesat, ada artificial intelligence (AI) dengan berbagai turunannya, bagaimana Anda melihat hal ini berpengaruh pada dunia jurnalistik?
Itulah perlunya kita membekali kompetensi anggota termasuk dengan wawasan soal perkembangan teknologi terkini seperti AI. Ini kan ada plus dan minusnya, tantangan buat wartawan yang hidup di era sekarang. Wartawan itu harus adaptif dengan perkembangan teknologi agar tidak tergilas zaman. Belajar, belajar, dan belajar adalah kata kuncinya. Kita juga punya dewan pakar yang akan memberikan wawasan dan pelatihan soal ini.
Chatbot seperti ChatGPT dan sejenisnya bermunculan, membuat berita bukan suatu masalah saat ini. Apakah dengan keadaan ini mengancam profesi wartawan?
Chatbot seperti ChatGPT dan sejenisnya itu seperti robotisasi dalam penulisan berita, kita minta apa langsung dia tulis. Saya dari dulu percaya kalau tulisan itu harus ada karakternya. Tulisan kita akan berbeda dengan orang lain kalau karakter kita masuk ke dalam tulisan itu. Itulah yang harus dikembangkan, tulisan robot dengan tulisan kita. Untuk berita yang bersifat statis dan angka tidak perlu penyiar yang sesungguhnya. Untuk sesuatu yang menarik, atraktif, dan berkarakter, manusia jauh lebih unggul. Inilah yang perlu diasah dan dikembangkan.
Isu perubahan iklim juga menjadi hal yang menjadi perhatian banyak pihak, bagaimana wartawan bisa ikut berperan dalam mencegah dampak buruk perubahan iklim?
Banyak sekali hal penting yang tidak ditulis wartawan kita. Mereka cendrung menulis hal yang mudah dijangkau. Soal lingkungan ini hanya ditulis media tertentu, seharusnya ditulis oleh media umum dan semua wartawan. Akibat cuaca panas dan kemarau panjang dirasakan semua orang. Jangan hanya bergantung pada informasi dari BMKG misalnya. PWI akan berkolaborasi dengan partner agar bisa memperhatikan hal seperti lingkungan ini. El nino yang terjadi berdampak pada banyak hal seperti kekeringan dan karhutla di sejumlah daerah. Melalui tulisan-tulisannya wartawan bisa membantu menyadarkan pemerintah, masyarakat, pelaku industri, dan semua pihak agar peduli dengan keselamatan dan masa depan bumi kita.
Ini Kiat Sehat ala Hendry Ch Bangun, Ternyata Mudah
Kesehatan adalah harta yang tak ternilai. Hal itu disadari benar oleh Hendry Ch Bangun, Ketua Umum PWI yang baru-baru ini terpilih di ajang Kongres ke-XXV 2023 yang digelar di Bandung. Setelah terpilih untuk masa bakti 2023-2028, dia harus menyiapkan fisik agar bisa menjalankan putusan kongres yang diamanatkan kepada dirinya dan jajaran pengurus terpilih.
"Olahraga yang saya lakukan adalah jalan pagi. Setiap pagi, sekitar 30 menit berjalan kaki di sekitar rumah saya. Sebelumnya, saya sempat berhenti karena mengalami nyeri di bagian dengkul. Setelah dilakukan terapi, kondisi saya sudah membaik dan saya kembali berjalan pagi. Tidak perlu diforsir, yang penting bergerak dan mengeluarkan keringat," kata pria kelahiran 26 November 1958 ini.
Soal terlalu berat berjalan pagi ini benar-benar menjadi pelajaran berharga bagi dia. "Sebelumnya, saya terlalu memaksakan diri untuk berjalan pagi. Ternyata itu tidak baik. Dengkul saya yang tidak kuat. Kini saya harus sadar diri, tidak boleh berolahraga berlebihan," tambahnya.
Menurut Hendry, setelah berolahraga, ia merasakan manfaatnya. "Tubuh jadi lebih segar dan fit jika kita melakukan olahraga secara rutin. Ingat, yang penting bagi orang seumur saya, jangan terlalu diforsir," tegas Hendry yang memulai karier jurnalistiknya di Majalah Sportif Jakarta pada tahun 1982.
Setelah terpilih sebagai Ketua Umum PWI, ia harus lebih menjaga kondisi fisiknya agar tetap sehat dan bisa melaksanakan tugas sebagai pimpinan organisasi serta mengarahkan pengurus untuk merealisasikan program kerjanya.
Aneka Rebusan
Tak hanya berolahraga, kiat Hendry Ch Bangun untuk meraih tubuh yang sehat dan bugar. Untuk hal ini, dia juga tidak pelit berbagi pengalaman. "Saya suka sekali minum rebusan daun-daun yang ada di pekarangan rumah. Ada daun sirih, daun nimba, daun jambu klutuk, dan binahong. Saya minum secara bergantian. Khasiatnya, tubuh jadi lebih enteng, enak untuk bergerak," ungkap Hendry yang juga berkarier sebagai wartawan Harian Kompas Jakarta hingga pensiun di tahun 2018.
Ramuan herbal ini menurut Hendry lebih baik daripada setelah sakit harus minum obat yang diresepkan dokter. Selain ada manfaatnya yang membuat dia senang, efek samping dari aneka daun yang dia minum itu nyaris tak ada. Daun-daun ini masuk ke dalam tubuh seperti suplemen yang melengkapi asupan makanan yang diperoleh setiap hari.
Untuk asupan makanan, kini Hendry mencoba mengurangi karbohidrat. "Pagi dan siang hari saya masih makan nasi, tetapi untuk malam hari, saya menguranginya drastis. Di malam hari, saya lebih banyak mengonsumsi buah-buahan yang mudah didapat seperti papaya, pisang, mangga, dan lain sebagainya," tambah Hendry yang rajin mengonsumsi susu kambing setiap pagi dan petang.
Program Pendidikan
Seperti yang diumumkan saat Kongres PWI di Bandung, program Pendidikan menjadi prioritas bagi Hendry dan jajaran pengurusnya. "Saya memang memprioritaskan program pendidikan, pelatihan, dan peningkatan kapasitas kompetensi profesional anggota PWI. Dalam waktu dekat, kami akan melakukan asesmen untuk penguji UKW yang selama ini ada," ungkap Hendry Ch Bangun yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PWI periode 2008-2013 dan 2013-2018.
Dalam waktu dekat, PWI akan mensosialisasikan Pers Kebangsaan dan sekaligus Pembangunan Graha Pers Pancasila di Yogyakarta. "Lima tahun yang lalu, Sri Sultan Hamengkubuwono X sudah menyetujui program ini. Namun karena adanya pandemi COVID-19, program ini tertunda. Setelah situasi membaik, pada awal November, program ini akan direalisasikan. Semoga semuanya berjalan lancar sesuai dengan yang direncanakan," pintanya.
Setelah proyek percontohan di Yogyakarta ini selesai, diharapkan akan menular ke provinsi lainnya di seluruh Indonesia. "Jangan lupa, PWI adalah organisasi wartawan terbesar dan tertua di Indonesia, sehingga harus menjadi contoh dan lokomotif perubahan," tukas kata penulis buku "Wajah Bangsa dalam Olahraga: 100 Tahun Berita Olahraga Indonesia" pada tahun 2007, "Meliput dan Menulis Olahraga" juga pada tahun 2007, serta Kumpulan Esei Olahraga di tahun 2012.
Hendry Ch Bangun berdoa semoga dia dan jajaran kepengurusan PWI Pusat bisa merealisasikan program kerja yang sudah dicanangkan. "Mohon doa dan dukungan agar program yang kami susun bisa terlaksana dan bermanfaat bagi anggota, khususnya, dan masyarakat, pada umumnya," tandasnya.
"Persoalan independensi ini sudah berlangsung sejak dua kali pemilu sebelumnya. Ketika peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2012 di Jambi yang dihadiri Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, isu ini juga mengemuka. Petinggi televisi yang juga petinggi partai politik itu dengan gampangnya mengatakan bahwa mereka independen. Padahal kenyataan hasil pemberitaan mereka tidak seperti yang dikatakan. Makanya saya ragu apakah pada pemilu kali ini mereka akan independen,"