Bagikan:

JAKARTA - Ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengkritik sejumlah proyek infrastruktur transportasi yang dibangun pemerintah. Menurut Faisal, proyek-proyek infrastruktur tersebut merupakan pemborosan. Adapun proyek yang dimaksud yakni bandar udara (bandara), pelabuhan hingga kereta cepat.

Faisal mengatakan proyek-proyek infrastruktur tersebut dianggap mubazir karena tidak akan menguntungkan namun investasinya sangat besar. Karena itu, ia menilai, pemerintahan saat ini sangat boros, bahkan dapat menyebabkan kebangkrutan negara.

"Dibangun proyek yang enggak karu-karuan," tuturnya dalam diskusi virtual, Rabu, 13 Oktober.

Proyek pertama yang menjadi sorotan adalah Bandara Kertajati. Seperti diketahui, pemerintah akan menjadikan bandara Kertajati di Majalengka Jawa Barat sebagai kawasan perawatan pesawat maintenance, repair, overhaul atau MRO alias bengkel pesawat. Nantinya, fasilitas tersebut akan terbuka untuk pesawat dari instansi pemerintah, TNI dan Polri, maupun swasta.

Bandara Kertajati cocok jadi gudang ternak

Sebelumnya rencana Bandara Kertajati menjadi bengkel pesawat, bandara ini sempat menyita perhatian publik. Sebab, Bandara Kertajati dibangun dengan nilai investasi yang tinggi, yaitu mencapai Rp2,6 triliun.

Kucuran dana ini untuk menunjang pembangunan bandara yang memiliki landasan pacu sepanjang 3.000 meter dengan kapasitas penumpang mencapai 29 juta orang.

Dari segi luasan, Bandara Kertajati menjadi bandara terbesar kedua di Indonesia setelah Bandara Internasional Soekarno Hatta. Sayangnya, begitu bandara selesai, kondisinya justru sepi. Pada Januari-September 2020 misalnya, jumlah penumpang cuma 42.400 orang atau turun 82 persen dari 243.756 orang pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Adapun realisasinya jauh panggang dari api dengan target penumpang sekitar 2,7 juta orang saat sudah beroperasi. Jumlahnya juga tidak sebanding dengan bandara-bandara lain.

Karena itu, Faisal menilai proyek Bandara Kertajati ini hanya buang-buang anggaran. Pemerintah, menurut dia, telah melakukan pemborosan. Faisal menilai bandara tersebut lebih baik dialihfungsikan menjadi gudang ternak.

"Bandara Kertajati lebih baik barangkali jadi gudang ternak saja," tuturnya.

Tak hanya Bandara Kertajati, Faisal menilai, proyek yang juga termasuk pemborosan adalah pembangunan Kereta Api Ringan atau Light Rail Transit (LRT) Palembang. Kemudian, proyek selanjutnya yang juga menjadi sorotan adalah Pelabuhan Kuala Tanjung, di Sumatera Utara.

Faisal mengungkapkan alasannya karena pelabuhan tersebut terlalu dekat dengan letak pelabuhan Belawan yang juga berada di Sumatera Utara. Sehingga menurutnya, timbul persaingan tak sehat.

Karena itu, Kementerian Perhubungan telah memutuskan Pelabuhan Kuala Tanjung akan menjadi hukum internasional pada 2019. Sementara Pelabuhan Belawan yang akan melayani domestik. Keputusan ini diambil sebagai solusi untuk mengatasi letak kedua pelabuhan yang berdekatan.

Kereta cepat Jakarta-Bandung tidak akan balik modal

Faisal juga menyoroti pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Seperti diketahui proyek tersebut dibangun oleh PT Kereta Cepat Indonesia-China atau KCIC. Proyek ini menjadi sorotan karena pemerintah ikut menyuntikkan dana ke proyek tersebut melalui penggunaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Lampu hijau penggunaan APBN tersebut karena pembiayaan proyek tersebut bengkak menjadi 8 miliar dolar AS. Pada awalnya, proyek ini diperhitungkan membutuhkan biaya 6,07 miliar dolar AS melalui kerja sama pemerintah Indonesia dan China.

Penggunaan APBN untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tersebut terungkap dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang baru diteken tanggal 6 Oktober 2021. Beleid tersebut merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.

Adapun bantuan tersebut diberikan dalam bentuk pemberian modal negara (PMN), penjaminan proyek, hingga izin penerbitan surat utang atau obligasi bagi PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI selaku pimpinan konsorsium proyek.

"Proyek kereta cepat lah yang tadinya business to business sebentar lagi mau disuntik pakai APBN," ucapnya.

Lebih lanjut, Faisal juga menyinggung bahwa sebentar lagi rakyatlah yang akan membiayai proyek tersebut.

"Bentar lagi rakyat membayar Kereta Api Cepat yang barangkali ongkosnya Rp400 ribu sekali jalan dan diperkirakan sampai kiamat pun tidak balik modal," tuturnya.

Karena itu, Faisal menilai bahwa negara mengeluarkan sesuatu belanja modal 50 persen lebih banyak untuk menghasilkan hal yang sama dari pemerintahan sebelumnya. Bahkan investasi pada infrastruktur Indonesia menjadi yang paling banyak di antara negara ASEAN.

"Jadi ini menurut saya kesimpulannya sudah salah pucuk pimpinan," jelasnya.

Sekadar informasi, kereta cepat ini merupakan moda transportasi massal yang beroperasi dari wilayah Jakarta menuju Bandung dan sebaliknya. Kereta cepat ini menggunakan CR400AF generasi terbaru jarak operasi 142,3 km. Transportasi ini melalui empat stasiun pemberhentian yaitu Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar.

Dikutip dari kcic.co.id, ada beberapa keunggulan yang dimiliki Kereta Cepat Jakarta-Bandung yakni lebih efektif dan efisien terutama dalam hal waktu. Kemudian, teknologi yang digunakan dalam transportasi ini sudah modern. Lalu, pemerintah juga menjamin keamanan dari transportasi ini. Khususnya untuk penumpang disabilitas agar tetap nyaman selama perjalanan.

Tak hanya itu keunggulan lainnya adalah kereta cepat ini akan terintegrasi dengan moda transportasi umum lainnya seperti LRT dan Transjakarta. Bahkan direncanakan akan ada Bus Rapid Transit (BRT) di setiap stasiun pemberhentian.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan bahwa proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang menggunakan teknologi tinggi menjadi suatu lompatan yang baik bagi Indonesia.

Adapun pernyataan tersebut diungkapkan Budi dalam acara pembukaan kantor pusat China Railway Group Limited (CREC) di Indonesia, yang merupakan investor terbesar dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

"Ini lompatan tertentu bagi Indonesia dalam segi teknologi pembangunan, dari yang tadinya belum bisa, sekarang menjadi bisa. Lompatan ini hendaknya kita maknai secara baik," ujar Budi Karya dikutip dalam keterangan tertulis, Minggu, 11 April.