JAKARTA - Ekonom senior Indef Faisal Basri meminta pemerintah untuk segera membuat desain ekonomi berbasis keunikan lokal. Menurut dia, upaya tersebut perlu dilakukan agar bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi domestik.
Faisal mengatakan Indonesia memiliki latar belakang kondisi geografis yang sangat menarik, bahkan tak ada negara lain yang menyamai. Namun sayangnya kondisi ini belum dioptimalkan karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sebanyak 17.000 pulau dan dipisahkan oleh perairan.
"Sadarilah bahwa laut yang mempersatukan pulau-pulau kita, sehingga bisa mengintegrasikan perekonomian domestik. Jadi yang dibutuhkan adalah suatu desain baru transformasi ekonomi berbasis keunikan, ini dan sudah dikatakan oleh Bung Karno," katanya dalam webinar, Jumat, 8 Oktober.
Dengan luasnya wilayah perairan yang diapit oleh tiga selat besar, Faisal mengatakan hal ini menjadi keuntungan tersendiri bagi Indonesia. Sebab, selat itu menjadi jalur perdagangan internasional yang banyak dilewati oleh kapal-kapal besar dari seluruh dunia.
Apalagi, kata Faisal, saat ini tren perdagangan internasional saat ini tengah berubah dari pengiriman barang ke negara-negara maju di Eropa dan Amerika Serikat (AS) menuju ke negara tetangga.
Lebih lanjut, Faisal mengatakan kondisi tersebut tergambar dari data ekspor pada tahun 2020, di mana 70 persen di antaranya dikirimkan ke kawasan Asia Tenggara (ASEAN) dan Benua Asia.
"Jadi geografis ini menjadi penting dan semakin penting. Syarat agar kita bisa berdagang dengan tetangga adalah ekonomi kita terintegrasi dulu," ucapnya.
BACA JUGA:
Namun sayang, kata Faisal, hal ini tidak didukung dengan sektor transportasi laut dikembangkan. Bahkan, yang justru berkembang adalah transportasi udara. Hal ini membuat biaya kirim barang masih sangat mahal di Indonesia. Padahal, kata Faisal, Indonesia merupakan negara maritim di mana laut seharusnya menjadi penghubung antarpulau.
Berdasarkan catatannya, jumlah angkutan laut di Indonesia kian hari makin sedikit. Di tahun 2010 kapasitas angkutan laut di Indonesia sebesar 8,96 persen, namun di 2020 jumlahnya turun menjadi 6,94 persen.
"Sedihnya kalau saya lihat, kalau saya boleh sedih angkutan laut ini kian hari kian turun," tuturnya.