JAKARTA - Ekonom senior Faisal Basri kembali mengungkapkan fakta-fakta menarik soal pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Dalam pandangannya, megaproyek era Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini menyimpan banyak kejanggalan.
Salah satu yang dia kemukakan adalah soal rencana pendirian beberapa stasiun pemberhentian yang dianggap tidak tepat untuk sebuah konsep moda transportasi modern ini.
“Kalau kereta cepat itu untuk menyaingi pesawat yang bandaranya di luar kota. Maka seharusnya stasiun di tengah kota, dan ini bisa kita lihat di London, Paris, serta Tokyo yang ada di tengah-tengah kota dan itu kelebihannya. Sehingga, kita bisa mengirit waktu perjalanan ke bandara yang bisa dua jam untuk bolak-balik saja,” ujar dia saat berbicara di kanal virtual Akbar Faizal, dikutip Senin, 27 Desember.
Dalam catatan Faisal Basri, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung awalnya memiliki stasiun di Halim, Karawang, hingga kemudian ke Gedebage. Lalu, rute ini diganti menjadi Halim, Karawang, Tegalluar, dan Padalarang.
“Jadi tidak berhenti di tengah Kota Bandung dan ujung-ujungnya lebih lambat dari kendaraan pribadi, bahkan pesawat. Sebab, pesawat ini sendiri bisa mendarat di Bandara Husein Sastranegara yang adanya di tengah kota. Jadi ini saya yakin bukan proyek transportasi,” tuturnya.
Lebih lanjut, akademisi Universitas Indonesia itu pun memberikan analisisnya soal keputusan pemerintah yang menetapkan kawasan bukan strategis sebagai titik pemberhentian kereta cepat.
“Ini proyek properti, seperti di Tegalluar ada properti besar, di Walini ada proyek yang akan dikembangkan untuk pariwisata. Jadi memang bukan murni kereta cepat,” tegasnya.
BACA JUGA:
Satu hal yang menarik adalah Faisal menyinggung soal stasiun pemberhentian di Karawang yang dihubungkan dengan keberadaan proyek properti paling ambisius di Indonesia, Meikarta.
“Saya dapat informasi dari seorang menteri, yang saya tidak ingin disebutkan namanya, itu spekulasi tanahnya (di lokasi sekitaran stasiun) sudah dikuasai oleh perusahaan properti besar. Nah sekarang mereka agak kelimpungan karena di Walini belum dibangun. Sementara di Karawang kan ada Lippo dengan Meikarta, dan Lippo itu salah satu pendukung (pemerintah) yang luar bisa besar,” jelas dia.
Sebagai informasi, Lippo merupakan grup usaha yang didirikan oleh konglomerat kawakan Mochtar Riady. Korporasi ini merambah berbagai lini usaha, mulai dari ritel, telekomunikasi, jasa keuangan, hingga properti.
Salah satu garapan Lippo yang cukup fenomenal dalam bidang perumahan adalah rencana pembangunan kota mandiri terintegrasi Meikarta di Karawang, Jawa Barat.
“Iya seperti memfasilitasi, karena argumen pengembangan kereta cepat kalau dikaji dari sisi transportasinya tidak masuk,” kata Faisal Basri.