Bagikan:

JAKARTA - Sektor industri agro terus memberikan kontribusi yang signifikan bagi pertumbuhan industri pengolahan nonmigas dan ekonomi nasional. Di kuartal II tahun 2021, sektor tersebut menyumbang sebesar 50,59 persen terhadap pertumbuhan PDB industri pengolahan nonmigas dan 8,77 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional.

Plt. Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika mengatakan bahwa sebesar 38,42 persen dari pertumbuhan PDB industri pengolahan nonmigas tersebut, dikontribusikan oleh subsektor industri makanan dan minuman.

Sumbangsih selanjutnya dari industri pengolahan tembakau sebesar 4,35 persen, kemudian industri kertas dan barang dari kertas sebesar 3,86 persen, industri kayu dan barang dari kayu sebesar 2,54 persen, serta industri furnitur sebesar 1,42 persen.

"Secara umum pertumbuhan PDB sektor industri agro menunjukkan performa yang membaik. Hal ini perlu dijaga dan terus ditingkatkan. Oleh karena itu, perlu kerja keras dalam memacu produktivitas dan daya saing," tuturnya, di Jakarta, Jumat, 17 September.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), kata Putu, neraca perdagangan Indonesia pada kuartal II 2021 telah mencatatkan surplus 1,3 miliar dolar AS. Jauh membaik dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020, yang mengalami defisit 0,6 miliar dolar AS.

"Sektor industri agro dalam hal ini patut diberikan apresiasi karena pada kuartal kedua ini memberikan kontribusi 19,64 miliar dolar AS atau sebesar 28,24 persen terhadap ekspor nasional," ucapnya.

Kata Putu, perolehan tersebut tidak terlepas dari dukungan di sektor hulu, dalam hal ini sektor pertanian. Sebagai upaya menggenjot performa sektor industri agro, Kemenperin terus mendorong peningkatan dan penguatan melalui implementasi industri 4.0.

Selanjutnya, kata Putu, optimalisasi pemanfaatan teknologi industri, pemanfaatan sumber daya alam bagi industri, pembinaan industri hijau dan industri strategis, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri juga digenjot.

Selain itu, perencanaan dan pembinaan standarisasi industri, pembinaan jasa industri, serta pengawasan dan pengendalian kegiatan usaha industri pada industri hasil hutan dan perkebunan, industri makanan, hasil laut, dan perikanan, dan industri minuman, hasil tembakau dan bahan penyegar.

Menurut Putu, industri agro sebagai industri hilir dari sektor pertanian telah membuat kebijakan strategis dengan menargetkan pengalihan bahan baku impor untuk beberapa komoditas dengan produk dalam negeri sebesar 22 persen.

"Tentu hal tersebut merupakan peluang yang besar pada sektor hulu seperti pertanian untuk memenuhi ceruk pasar yang tersedia dalam memasok kebutuhan bahan baku industri," jelasnya.

Lebih lanjut, kata Putu, Kemenperin juga menjalankan amanah nota Perjanjian Kerja Sama antara Kemenperin dan Kementerian Pertanian yang bertujuan untuk menyinergikan tugas dan fungsi kedua lembaga dalam upaya mendukung pembangunan serta pengembangan industri agro ke depan.

"Ruang lingkup kesepakatan bersama tersebut meliputi peningkatan produksi, peningkatan mutu, nilai tambah, dan daya saing produk pertanian sebagai bahan baku industri, peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM), peningkatan jejaring kemitraan usaha pertanian dengan industri, pertukaran data dan informasi, sinergi regulasi dan standar dalam pengembangan, serta pembangunan agribisnis dan agro industry," jelasnya.

Di samping itu, kata Putu, dalam menjaga kesinambungan supply dan demand, pemerintah sedang menggodok kebijakan neraca komoditas, sebagaimana termaktub di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.

"Neraca tersebut akan menjadi pegangan bersama seluruh pemangku kepentingan dalam rangka pengambilan keputusan terkait pengaturan kualitas produk yang dapat digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong industri serta menjadi acuan utama bagi pemerintah dan pelaku usaha dalam menetapkan kuota ekspor-impor untuk seluruh komoditas," katanya.

Putu mengatakan dalam penyusunannya, pemerintah akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk asosiasi dan pelaku industri sehingga data yang dimiliki oleh pemerintah akan memiliki tingkat akurasi yang tinggi, sesuai dengan kebutuhan.

"Untuk menjawab pekerjaan rumah dari neraca komoditas, kami juga mengundang perwakilan dari Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) yang akan berbagi informasi terkait tantangan dari sektor industri, termasuk mengenai keberlangsungan suplai bahan baku, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas," ujarnya.