Olahan Porang Potensial Genjot Ekspor, Pemerintah Fasilitasi Teknologi Produksi
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong potensi pengembangan industri pengolahan porang melalui pendampingan pelaku industri kecil dan menengah (IKM) dengan memfasilitasi peningkatan teknologi produksi.

Dirjen Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita mengatakan industri pengolahan porang merupakan salah satu sektor yang tumbuh positif dan kian merambah pasar ekspor di tengah tekanan dampak pandemi.

“Tepung porang hasil produksi telah diekspor ke China,” ujarnya seperti yang dilansir laman resmi, Minggu, 22 Agustus.

Menurut Reni, saat ini pelaku usaha terkendala oleh injeksi teknologi yang belum dimiliki perusahaan untuk pemurnian glukomanan dari umbi porang. Akibatnya, produksi hanya mampu menghasilkan tepung porang dengan kandungan 60-70 persen glukomanan, sedangkan kandungan glukomanan yang dimiliki oleh produsen glukomanan di China telah mencapai lebih dari 90 persen.

“Kandungan glukomanan inilah yang bernilai ekonomi tinggi karena dapat dijadikan bahan baku berbagai macam produk,” tuturnya.

Untuk itu, pemerintah memberikan fasilitasi bimbingan, pendampingan dan sertifikasi, serta reimburse atas pembelian mesin peralatan melalui program restrukturisasi mesin. Selain itu pemerintah akan juga mendorong inovasi dalam pembuatan beras porang dan mi porang.

“Dalam pengembangan tepung porang pada skala petani atau industri kecil perlu mempertimbangkan aspek keterserapan produk di pasar,” tuturnya.

Disebutkan pula jika Kementerian Perindustrian mendukung pengembangan ekosistem pengolahan porang bersama perguruan tinggi dan praktisi dalam hal pengurangan kandungan oksalat porang agar porang dapat diolah menjadi produk lain yang bernilai jual tinggi.

“Mesin pengering efek rumah kaca tipe dome dan mesin perajang porang sedang diusulkan untuk digunakan di pilot project, agar nanti petani porang memiliki nilai tambah produk sesuai dengan keamanan pangan, dan biaya operasional tetap rendah,” tutup Reni.