Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus untuk terus mengembangkan porang sebagai komoditas yang memiliki potensi ekonomi tinggi dengan cara hilirisasi.

Oleh karena itu, kebijakan hilirisasi perlu dijalankan untuk meningkatkan nilai tambah porang di dalam negeri melalui pemanfaatan teknologi sesuai arahan Presiden Joko Widodo.

"Produk olahan porang punya pasar ekspor yang menjanjikan, seperti tepung glukomanan, beras porang, dan lain sebagainya. Apalagi, harga porang di pasaran ekspor saat ini terus meningkat," kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, dalam acara Forum Grup Diskusi (FGD) Pengembangan Industri Pengolahan Berbasis Tanaman Porang, di Jakarta, Kamis, 15 Desember.

Dalam FGD ini, Kemenperin melaporkan beberapa perkembangan yang telah dicapai dalam upaya pengembangan industri pengolahan porang.

"Bahwa dari sisi produksi sudah cukup meningkat, termasuk juga investasi di sektor ini mulai bertambah. Jadi, industri ini semakin tumbuh dan kemampuan produksinya sudah ada yang sampai pada produk tepung glukomanan," ujar Putu.

Guna lebih mengoptimalkan kebijakan hilirisasi sektor agro ini, Putu menegaskan, pihaknya proaktif menggandeng berbagai pihak dan stakeholder terkait.

"Melalui kolaborasi ini, kami ingin mendapatkan solusi yang komprehensif, khususnya mengoptimalkan penyerapan porang di dalam negeri. Selain itu, diharapkan dapat menjadi embrio terbentuknya sebuah ekosistem atau wadah untuk pengembangan industri pengolahan porang yang inovatif dan berdaya saing," tegasnya.

Putu menambahkan, budidaya tanaman porang terbilang mudah dan murah karena tidak memerlukan banyak perlakuan khusus.

"Tanaman porang mudah tumbuh dalam berbagai kondisi tanah, bahkan di lahan kritis sekalipun, sehingga jika dikembangkan lebih lanjut pada sektor hilir di Indonesia, seharusnya tidak akan memiliki kendala berarti dalam hal pemenuhan bahan baku," jelas dia.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, sumber bahan baku tanaman porang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, seperti di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali, dan beberapa daerah lainnya, dengan estimasi total luasan 47.641 hektar.

"Sehingga jika satu hektar lahan menghasilkan 15 ton, estimasi produksi porang adalah kurang lebih 714.000 ton dalam satu tahun," sebut Putu.

Adapun manfaat porang, terutama umbinya, bisa digunakan untuk bahan baku pembuatan tepung konjak atau tepung glukomanan.

"Umbi porang berpotensi memiliki nilai ekonomis tinggi karena mengandung glukomanan yang baik untuk kesehatan, sehingga prospektif dijadikan sebagai bahan baku industri pangan," terang Putu.

Beberapa produk pangan yang mengandung olahan porang, di antaranya jelly powder, mi shirataki, beras shirataki, konyaku, sosis, bakso, produk bakery, cokelat, dan es krim.

"Potensi ekonomi ini jika dikelola dengan baik dan diiringi sinergi antar berbagai pihak, akan memberikan keuntungan, baik bagi petani sebagai penyedia bahan baku, maupun industri sebagai penyerap bahan baku untuk diolah lebih lanjut," papar Putu.

Kemenperin telah mencanangkan target-target hilirisasi komoditas porang ini, khususnya periode 2021-2027.

Untuk target jangka pendek, Kemenperin akan menjaga pasar ekspor chip porang dan mulai mengembangkan produk tepung glukomanan, serta mengupayakan injeksi teknologi pengolahan porang.

Sementara target jangka menengah, penguasaan teknologi dan substitusi impor produk tepung, serta mengembangkan industri pengguna tepung glukomanan potensial. Sedangkan untuk jangka panjang adalah mengimplementasikan hasil penelitian dan pengembangan sektor industri potensial berbahan baku atau bahan penolong tepung glukomanan.