Teknologi Balai Kemenperin Tingkatkan Nilai Tambah Komoditas Salak
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Doddy Rahadi. (Foto: Dok. Kemenperin)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian fokus menjalankan kebijakan hiliriasi industri guna meningkatkan nilai tambah komoditas di dalam negeri, termasuk di sektor agro.

Salah satu komoditas agro potensial di Indonesia adalah buah salak, yang sebagian banyak ditanam di wilayah Sulawesi Utara.

"Buah salak juga sudah terdaftar sebagai unggulan nasional dikarenakan tingginya permintaan pasar dalam negeri, serta potensi ekspor yang semakin terbuka," kata Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Doddy Rahadi di Jakarta, Rabu, 14 Desember.

Sulawesi Utara dikenal memiliki dua varietas salak, yakni varietas zalacca yang banyak tumbuh di Pulau Tagulandang, Sangihe dan Talaud. Kemudian, varietas amboinensis yang banyak ditemui di Desa Pangu, Minahasa Tenggara.

Di antara kedua varietas tersebut, Salak Pangu memiliki keunggulan dibandingkan dengan jenis salak lain, yakni rasanya yang manis dan gurih.

Karakteristik ini dipengaruhi kandungan gula yang tinggi sebesar 23,30 persen dan komposisi tanninnya yang relatif kecil, yaitu 0,08 persen.

"Namun, buah salak memiliki sifat mudah rusak. Selain itu, jika sudah terlepas dari tandannya, buah salak tidak dapat disimpan lama. Hal ini menjadi permasalahan ketika masa panen tiba, yang mana jumlah salak melimpah, namun tidak dapat segera didistribusikan," ungkap Doddy.

Saat masa panen, pohon salak diketahui dapat dipanen dua kali sebulan dan setiap hektar kebun salak bisa menghasilkan 600-1.000 kg salak.

Menurut data Balai Penyuluhan Pertanian, Pertanian dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Ratahan Timur, di wilayah Pangu, terdapat 553.000 pohon salak produktif.

Total produksi buah salak dari Minahasa Tenggara tercatat sebanyak 32.000 ton pada 2020.

Saat masa panen ini, harga salak di pasaran akan turun dari harga normal Rp10.000 menjadi Rp3.000 per kg.

"Hal ini tentu menjadi masalah besar bagi petani salak di wilayah Pangu. Oleh karena itu, Balai Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri (BSPJI) Manado berupaya untuk mencari solusinya dengan memperkenalkan teknologi pengolahan buah salak menjadi produk pangan dodol salak," ungkap Doddy.

Sementara itu, dalam upaya memperkenalkan hasil inovasi teknologi tersebut, Kepala BSPJI Manado, Henry Pajow, menyebut pihaknya bekerja sama dengan UD Mandiri sebagai mitra penerapan teknologi pengolahan dodol salak.

"Awalnya buah salak yang diproses menjadi dodol hanya berasal dari kebun milik UD Mandiri. Setelah produknya mulai dikenal dan permintaan naik, UD Mandiri mulai mengambil buah salak hasil kebun di sekitar Desa Pangu. Produk dodol yang sudah jadi dikemas dalam kemasan plastik dan juga kemasan tradisional daun woka (daun lontar)," jelasnya.

Untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat dari waktu ke waktu, baik pasar lokal Sulut maupun luar Sulut, dalam sebulan UD Mandiri memproduksi sekitar 400 pak dodol siap jual.

Menanggapi hal tersebut, pemilik UD Mandiri, Artje Sengkey, menyebut pihaknya melakukan tiga kali produksi setiap bulannya.

"Dalam setiap bulannya, kami biasanya tiga kali berproduksi, yang hasilnya berkisar 400 pak dodol. Jumlah tersebut cukup memenuhi kebutuhan pasar saat ini," ujarnya.

Dengan asumsi 400 pak terjual per bulan, maka omzet bisa mencapai Rp4 juta. Untuk menghasilkan dodol sebanyak itu, dibutuhkan daging buah salak sebanyak 50 kg.

Jika dijual segar, 50 kg buah salak hanya dihargai Rp400 ribu. Angka tersebut menunjukkan betapa meningkatnya nilai ekonomis buah salak setelah diolah menjadi dodol.

Produk dodol salak UD Mandiri dapat ditemui di toko oleh-oleh di Minahasa Tenggara dan Manado, serta di beberapa toko daring.

Saat ini, dodol salak produksi UD Mandiri telah dikenal sebagai oleh-oleh khas dari Sulawesi Utara.

Setiap pak dodol salak seberat 130 gram, dijual dengan harga Rp10.000. Hal ini tentunya jauh lebih menguntungkan, jika dibandingkan harga buah salak segar.

"Kami hanya pengusaha kecil di daerah, oleh karena itu, kami bangga jika hasil produk kami bisa dibeli oleh banyak orang, termasuk para wisatawan dari luar negeri. Bahkan, dodol produksi kami juga sudah pernah dipasarkan sampai ke luar daerah Sulut dan cukup laris," tandas Artje.