Bagikan:

JAKARTA – Peristiwa memilukan terjadi di Pantai Drini, Gunungkidul, Yogyakarta, Selasa (28/1/2025). Study tour yang seharusnya menjadi momen menggembirakan berubah jadi mimpi buruk setelah 13 siswa terseret arus gelombang laut, empat di antaranya meninggal dunia.

Sebanyak 257 siswa SMP 7 Mojokerto bersama 16 guru tiba di Pantai Drini untuk kegiatan outing class. Sebelum memula aktivitas, rombongan diminta sarapan, namun sejumlah siswa laki-laki memilih langsung bermain air.

Sekitar pukul 07.00, datang ombak besar dan menyeret 13 siswa ke tengah laut. Sembilan siswa berhasil diselematkan oleh tim penjaga pantai, namun empat pelajar lain ditemukan meninggal dunia dalam insiden ini.

Penyebab Kecelakaan di Pantai

Pantai memang sering menjadi destinasi favorit untuk berlibur, termasuk kegiatan outing class yang dilakukan sejumlah sekolah. Namun di balik keindahannya, terdapat bahaya yang tidak disadari pengunjung.

Seperti yang dialami belasan siswa SMP 7 Mojokerto di Pantai Drini beberapa hari lalu. Diketahui lokasi mereka saat bermain air tepat berada di celah antara terumbu yang biasanya digunakan sebagai jalur masuk kapal.

Peristiwa ini terjadi saat kondisi gelombang dan ketinggian pasang cukup untuk membentuk rip current, arus laut kuat yang bisa menyeret perenang hingga ke tengah laut dalam hitungan detik.

Pengunjung berwisata di Pantai Parangtritis, Bantul, D.I Yogyakarta, Sabtu (13/4/2024)(ANTARA/Andreas Fitri Atmoko)
Pengunjung berwisata di Pantai Parangtritis, Bantul, D.I Yogyakarta, Sabtu (13/4/2024)(ANTARA/Andreas Fitri Atmoko)

Fenomena ini menjadi penyebab utama kecelakaan dan tenggelamnya wisatawan di berbagai pantai di dunia. Menyusul insiden di Pantai Drini, istilah rip current kini menjadi perbincangan khalayak.

Mengutip laman Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (MBKG) rip current adalah arus kuat dari air laut yang yang bergerak menjauh dari pantai. Mereka bahkan dapat menyapu perenang terkuat sekalipun ke laut.

“Rip current disebabkan karena adanya pertemuan ombak yang sejajar dengan garis pantai sehingga menyebabkan terjadinya arus balik dengan kecepatan arus yang tinggi,” demikian dikutip laman BMKG.

Dosen Sekolah Vokasi, Hendi Fachturohman, S.Si., M.Sc., mengatakan, dari hasil riset yang pernah ia lakukan sebelumnya, di kawasan Pantai Drini memang terdapat rip current dengan tipe menetap di lokasi tersebut.

“Rip current yang bersifat menetap dapat muncul pada waktu tertentu ketika kondisi gelombang cukup,” ujar Hendi.

Faktor pembentuk rip current, kata Hendi, dipengaruhi oleh kondisi hidrodinamis atau ombak dan pasang surut, serta kondisi batimetri atau kedalaman dasar laut. Struktur keras seperti tebing juga bisa menjadi faktor pembentuk rip current karena memantulkan gelombang yang datang.

Namun, rip current ada yang bersifat menetap dan ada pula yang berpindah pindah, bergantung pada kondisi morfologi dasar laut ketika rip current terbentuk.

“Peningkatan aktivitas gelombang dapat meningkatkan juga kekuatan rip current karena bisa membangkitkan arus umpan yang lebih kuat,” jelasnya.

Mengenali Tanda Rip Current

Meski berbahaya, masyarakat sebenarnya bisa mengetahui tanda-tanda adanya rip current. Salah satu tanda yang paling mudah dikenali adalah tidak terbentuknya buih setelah gelombang pecah. Dituturkan Hendi, jika ombak tidak pecah dan permukaan air yang terlihat tenang, tidak terdapat buih atau riak sebenarnya justru terdapat arus balik yang sangat berbahaya.

“Yang jelas, jika tidak bisa berenang jangan sekali kali-kali masuk terlalu jauh ke laut, dan selalu patuhi himbauan petugas,” katanya.

Tim gabungan masih mencari satu korban tenggelam di Pantai Drini, Kabupaten Gunungkidul, DIY. (ANTARA/HO-Dokumen SAR Linmas Gunungkidul)
Tim gabungan masih mencari satu korban tenggelam di Pantai Drini, Kabupaten Gunungkidul, DIY. (ANTARA/HO-Dokumen SAR Linmas Gunungkidul)

Apabila terjebak di dalamnya, Hendi menyarankan untuk berenang ke samping kanan atau kiri. Lalu berenang mengikuti arah rip current hingga keluar dari saluran saat rip current terpecah sehingga bisa mudah untuk berenang menuju kembali ke darat.

Hal tersebut bisa dilakukan daripada melawan arus karena akan sangat susah dan banyak menghabiskan energi. Hendi menjelaskan, salah satu alasan rip current banyak menelan korban karena perenang biasanya kehabisan tenaga akibat melawan arah arus.

Selain itu, semua pemangku kepentingan perlu duduk bersama merumuskan pengelolaan wisata yang lebih aman sehingga dapat memberikan edukasi ke pengunjung wisata.

Pemerintah hendaknya mendukung dengan memberikan perhatian lebih terhadap upaya mitigasi di kawasan pesisir, tidak hanya untuk rip current tapi juga ancaman bencana yang lain. Di samping itu, pengelola juga diharapkan memprioritaskan keselamatan dan keamanan pengunjung dan aktif melakukan edukasi dan sosialisasi.

“Wisatawan juga perlu proaktif dalam mencari informasi mengenai hal-hal apa saja yang penting untuk dilakukan dan tidak dilakukan ketika berwisata ke pantai. Terpenting, mematuhi himbauan dari petugas,” Hendi menjelaskan.

Ia menuturkan, banyak media edukasi dan cara yang bisa digunakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait rip current ini. Akses informasi saat ini pun sudah sangat mudah.

“Kami sebagai peneliti juga sudah berupaya untuk menyampaikan berbagai cara mitigasi dengan bekerjasama dengan berbagai media”, ungkap Hendi.

Di samping itu, informasi mengenai rip current sebenarnya juga bisa disampaikan oleh para tour leader atau pihak-pihak yang berkepentingan di bidang wisata.

“Kegiatan study tour seperti yang terjadi di Pantai Drini sebenarnya menjadi wadah yang pas untuk edukasi hal-hal seperti ini sehingga ada proses pembelajaran yang disampaikan,” pungkasnya.