Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, RI memiliki cadangan tembaga sebesar 28 juta ton. Di samping itu, Indonesia juga merupakan produsen timah terbesar kedua dunia, dengan kontribusi 14 persen terhadap total produksi global.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Setia Diarta mengatakan, pihaknya terus memperkuat hilirisasi dan meningkatkan daya saing industri tembaga dan timah nasional.

"Potensi besar tersebut perlu terus dioptimalkan agar memberikan nilai tambah lebih tinggi bagi ekonomi nasional," ujar dia dalam keterangan tertulisnya, dikutip Rabu, 30 Oktober.

Setia Diarta menyebut, hilirisasi harus menjadi fokus utama untuk menghasilkan produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi, seperti katoda tembaga, tin plate dan produk hilir lainnya.

"Hal ini juga akan memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama di pasar internasional," tegasnya.

Dia menambahkan, bahwa Kemenperin akan membentuk material center untuk tembaga dan timah. Pusat bahan baku ini diharapkan menjadi induk inovasi dan distribusi bahan baku yang terkoordinasi dengan baik untuk industri tembaga dan timah dalam negeri.

"Material center ini akan mendukung hilirisasi, mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku dan memperkuat efisiensi rantai pasok. Sehingga, dapat mendorong pertumbuhan ekspor produk bernilai tambah tinggi," ucapnya.

ke

Namun demikian, Setia Diarta tak menampik bahwa salah satu tantangan utama dalam industri tembaga dan timah adalah mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah.

Saat ini, sebagian besar tembaga Indonesia diekspor dalam bentuk konsentrat dengan nilai tambah rendah.

Oleh karena itu, mulai 1 Januari 2025 konsentrat tembaga dan lumpur anoda akan dilarang ekspornya.

"Ini merupakan upaya untuk terus mendorong hilirisasi lebih lanjut. Di sisi lain, timah masih banyak diekspor dalam bentuk logam mentah," pungkasnya.