JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, Indonesia membutuhkan realisasi investasi sekitar 70,57 miliar dolar AS untuk kebijakan hilirisasi logam dasar guna mengembangkan produk hilir di sektor tersebut sampai 2029.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier merincikan, investasi untuk industri nikel sebesar 51,7 miliar dolar AS, 270,3 juta untuk sektor bauksit serta 18,6 miliar dolar AS diperuntukkan guna hilirisasi industri tembaga.
Taufiek menilai, untuk industri nikel, realisasi investasi tersebut akan dipergunakan untuk pengembangan nikel kelas satu, seperti mixed hydrocide precipitate (MHP), nikel matte, nikel plate serta olahan nikel lanjutan, yakni nikel sulfat dan cobalt sulfat.
"Kami sudah melihat bahwa untuk target investasi ini ke depannya juga sangat tinggi untuk masuk ke hilirisasi. Ini kalau di industri nikel kami punya hitungan sekitar 51,7 miliar dolar AS sampai 2029, itu termasuk tadi yang disampaikan pak dirjen minerba, ada MHP, nickel matte dan sebagainya. Termasuk, hidrometalurgi itu ada di situ untuk mendukung baterai listrik," ujar Taufiek di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 19 Maret.
Sedangkan untuk industri bauksit akan digunakan untuk pengembangan smelter alumina, ingot alumunium dan alumunium ekstrusi.
Sementara itu, nilai investasi 18,6 miliar dolar AS di industri tembaga akan dipergunakan untuk pengembangan katoda tembaga, batang tembaga (copper bar and rods) serta kawat tembaga.
BACA JUGA:
Menurut Taufiek, investasi di sektor tembaga sangat dibutuhkan oleh Indonesia. Sebab, produk tembaga dibutuhkan 4,5 kali lipat dalam proses transisi energi konvensional ke energi terbarukan (EBT).
"Ini tembaga juga sangat dibutuhkan terutama untuk renewable energy. Ini hampir 4,5 kali lipat kebutuhan tembaga akan dibutuhkan di sektor-sektor renewable dan juga untuk kendaraan listrik," ucapnya.