Gembar-gembor Pajak Karbon, Bos BRI Ingatkan Syarat Ini Jika Negara Ingin Menarik Pungutan
Direktur Utama BRI Sunarso (Foto: Tangkap layar Youtube BEI)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BRI) Sunarso mengatakan bahwa pihaknya mendukung wacana pemerintah untuk mengenakan pungutan terhadap aktivitas produktif yang menghasilkan emisi karbon.

Meski demikian, pengenaan kewajiban tertentu dalam bentuk pajak karbon harus dibarengi dengan penyelesaian sejumlah syarat khusus.

“Isu carbon tax ini sangat mungkin direalisasikan. Tetapi harus diingat, sebelum memberlakukan itu harus ada alat ukur maupun lembaga yang bersifat kredibel dan independen yang bisa menjadi acuan,” ujarnya ketika menjadi narasumber ESG Capital Market Summit yang diadakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa, 27 Juli.

Menurut Sunarso, instrumen ukur ini nantinya berfungsi menakar sebuah aktivitas yang menghasilkan emisi karbon untuk kemudian diterapkan rate perpajakannya. Dalam konteks yang lebih besar, lembaga kredibel yang disebutkan tadi juga harus mampu menghitung besaran karbon yang dihasilkan oleh sebuah negara.

Sebagai contoh, bos BRI itu memberikan asumsi tentang penggunaan listrik yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.

“Kita memakai listrik itu tidak tahu listrik yang digunakan ini berasal dari pembangkit mana. Apakah dihasilkan dari membakar minyak, batubara, atau dari pembangkit yang ramah lingkungan seperti pembangkit listrik tenaga air,” jelas dia.

“Nah, seharusnya harga yang diberikan ke masyarakat itu berbeda-beda, kalau dari hasil pembakaran fosil maka dikenakan pajak (karbon) yang lebih tinggi, atau listrik yang ramah lingkungan maka pajaknya lebih rendah. Pengenaan carbon tax akan bisa dilakukan apabila sudah ada alat ukur yang bisa merekam ini,” sambungnya.

Ke depan, Sunarso memproyeksi apabila sudah terdapat ketentuan baku yang bisa mengukur emisi karbon dan diterima secara internasional maka pajak sektor ini dapat segera dipungut.

“Kalau itu sudah terbentuk, saya yakin bisnis turunannya akan mengikuti dan potensi pajak dari karbon akan tinggi,” katanya.

Dalam pemberitaan VOI sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut jika pengenaan pungutan berdasarkan emisi masuk dalam agenda reformasi perpajakan yang merupakan bagian dari omnibus law.

Regulasi pajak karbon yang kini tengah digodok oleh pemerintah menjadi salah satu isu strategis dalam upaya menopang pendapatan negara dan juga pengembangan ekonomi yang lebih ramah lingkungan.