Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, revisi aturan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) ditargetkan rampung pada Januari 2025.

"Time frame-nya mungkin sekitar sebulan dari sekarang," kata Airlangga dilansir ANTARA, Jumat, 20 Desember.

Dia menjelaskan, pelemahan mata uang rupiah menjadi salah satu alasan Pemerintah bakal merevisi aturan DHE SDA.

"Penguatan dolar itu terkuat dua bulan terakhir. Saya tadi sampaikan bahwa depresiasi (rupiah) Indonesia itu masih lebih tinggi dari Korea, Jepang, Turki, dan beberapa negara lain. Kita bicara year to date. Jadi tentu ini fenomena global. Nah tentu kalau fenomena global kan kita harus jaga fundamental ekonomi," katanya.

Diketahui, nilai tukar (kurs) rupiah tengah mengalami depresiasi hingga Rp16.222 per dolar Amerika Serikat (AS).

Airlangga mengatakan, pihaknya tengah mengkaji peraturan DHE SDA.

Namun, ia enggan membeberkan rincian perubahan dari aturan tersebut.

Nantinya, aturan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri Keuangan (PMK), Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Peraturan OJK (POJK).

Airlangga menilai, aturan DHE SDA yang saat ini mewajibkan eksportir menyimpan DHE SDA paling sedikit 30 persen di sistem keuangan Indonesia sudah berkontribusi cukup baik dalam menambah devisa negara.

"Sudah hampir 90 persen compliance dan diperkirakan sampai akhir tahun bisa (penambahan devisa) sekitar 14 miliar dolar AS. Nah tentu akan kita intensifikasikan lagi," jelasnya.

Adapun aturan mengenai DHE SDA saat ini masih diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023.

Dalam peraturan tersebut, eksportir wajib memasukkan DHE SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia melalui Rekening Khusus DHE SDA di bank yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.

Penempatan DHE SDA harus dilakukan paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran pemberitahuan pabean ekspor. DHE SDA yang disimpan dapat digunakan untuk membayar bea keluar, pungutan ekspor, impor, pinjaman, keuntungan atau dividen, dan keperluan lain penanaman modal.