Pengamat: Revisi Aturan Devisa Hasil Ekspor Harus Disertai Penerapan Sanksi Tegas
Ilustrasi Devisa (Foto: ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) agar selaras dengan pertumbuhan ekspor dengan cadangan devisa.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia Yusuf Wibisono, mendukung langkah pemerintah untuk merevisi peraturan Devisa Hasil Ekspor (DHE). Namun dia memberi beberapa catatan terkait rencana tersebut, salah satunya penerapan sanksi tegas.

“Menambahkan sektor yang wajib membawa pulang DHE tidak hanya SDA namun juga sektor lain termasuk manufaktur, itu sah-sah saja. Tapi tidak akan menyelesaikan masalah selama kebijakan DHE hanya sekedar pencatatan DHE sudah ditempatkan di dalam negeri dengan sanksi yang cenderung ringan, umumnya hanya sanksi administratif,” ujar Yusuf, Sabtu, 14 Januari.

Menurutnya, banyak DHE yang tidak kembali ke Indonesia karena pengusaha menahan dollar mereka untuk berbagai hal.

"Pengusaha membutuhkan devisa untuk kebutuhan impor mereka, guna membayar utang valas dan juga untuk antisipasi karena kekhawatiran atas ketidakpastian pasar valas. Bahkan posisi hold dollar menjadi pilihan menguntungkan untuk spekulasi,“ ungkap Yusuf.

Sedangkan faktor yang paling jelas, kata Yusuf, adalah bunga deposito Dollar yang jauh lebih tinggi di bank luar negeri dibandingkan bank di Indonesia.

“Hal ini ironis dan terlihat amoral karena DHE dari hasil kekayaan alam negara digunakan untuk keuntungan pribadi semata bahkan dengan kerugian rakyat dari instabilitas Rupiah,” tegas Yusuf.

Untuk itu, Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) itu, menilai perlu reformasi secara struktural yang bisa dilakukan pemerintah. Yaitu, mereformasi sistem devisa bebas.

"Kita seharusnya mulai menerapkan kewajiban repatriasi DHE dan kewajiban konversi DHE ke Rupiah, tidak perlu secara penuh, katakan misalnya 50 persen saja. Jadi di satu sisi ketidakpastian pasar valas bisa ditekan dengan pasokan Dollar yang memadai, namun di sisi lain pengusaha pemegang DHE juga masih tetap memiliki DHE dalam jumlah signifikan,” pungkas Yusuf.

Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengatakan akan revisi PP terkait DHE dari Pengolahan SDA dilakukan untuk menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Tadi arahan Bapak Presiden bahwa ekspor yang selama ini terus positif perlu diikuti dengan peningkatan cadangan devisa. Oleh karena itu, bapak presiden meminta agar PP 1/2019 tentang devisa hasil ekspor itu untuk diperbaiki," kata Ketum Golkar itu.