JAKARTA - Calon Wali Kota (Cawalkot) New York, Zohran Mamdani menyatakan lebih dari 1.000 mahasiswa demonstran pro Palestina yang ditangkap hingga mengalami luka-luka akibat tindakan represif aparat merupakan korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
“Ini adalah posisi yang saya pegang sebagai cerminan konsistensi terhadap apa pun masalahnya. Ini adalah posisi yang sejalan dengan sikap yang saya pegang ketika menyangkut konstituen saya sendiri," kata Mamdani pada Kamis waktu setempat dikutip dari Arab News, Jumat.
Pernyataan Mamdani itu terkait dengan demonstrasi pro Palestina di banyak kampus di AS, termasuk universitas di New York, pada musim semi 2024. Sikap tersebut otomatis berseberangan dengan kebijakan keras Wali Kota New York Eric Adams.
Selain direspons represif oleh aparat keamanan, banyak mahasiswa karena keikutsertaan dalam unjuk rasa pro Palestina kala itu, dikeluarkan dari universitas. Sementara lainnya ditolak kelulusannya lantaran ikut demonstrasi selama 10 hari berturut-turut pada bulan April 2024.
Namun, tindakan berbeda diterima para mahasiswa yang mendukung Israel di New York dilaporkan tidak menghadapi kebijakan keras kampusnya.
Menurut Mamdani, kepala daerah di Amerika Serikat harusnya menerapkan hukum dan moralitas secara setara kepada semua warganya.
"Maksud saya adalah, saya pikir warga New York sudah muak dengan politikus yang bicaranya tidak jelas, yang punya satu set aturan untuk satu kelompok orang dan kemudian set aturan lain untuk kelompok orang lain," ujarnya.
"Saya pikir sudah saatnya kita percaya pada kesetaraan untuk semua orang. Jadi, jika kita mengatakan bahwa kita percaya pada kebebasan, keadilan, keamanan, dan kebebasan, lalu bagaimana kita bisa terus menarik garis batas pada Palestina?" sambung Mamdani.
"Kita tahu bahwa semakin Anda menarik garis batas, semakin mudah untuk menarik garis batas itu bagi semakin banyak orang, dan semakin Anda akan berakhir dengan membenarkan apa yang sebelumnya Anda anggap tidak dapat dibenarkan," lanjutnya.
Mamdani diketahui sempat memimpin aksi mogok makan di depan Gedung Putih AS pada November 2024. Aksi itu menyerukan resolusi gencatan senjata di Gaza.
Jika terpilih dalam pemilihan pendahuluan Demokrat pada tanggal 24 Juni 2025 dan menjadi Wali Kota New York, Mamdani berjanji akan memperlakukan semua orang dengan setara.
“Saya pikir hal itu juga berlaku pada kebijakan dan dampak sehari-hari bagi warga New York, dengan satu contoh bagi saya adalah bahwa sebagai [politikus] Demokrat, kita sering berbicara tentang bagaimana senjata di lingkungan sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas membuat lingkungan tersebut menjadi lebih tidak aman. Dan kita mengejek gagasan Partai Republik bahwa jawaban atas kekerasan senjata adalah dengan menempatkan lebih banyak petugas bersenjata di lingkungan pendidikan tersebut,” tutur Mamdani.
“Namun, ketika menyangkut pengorganisasian siswa untuk mendukung kebijakan dan hak asasi manusia, ada terlalu banyak pejabat terpilih di New York City yang mendukung keputusan wali kota untuk mengirim NYPD (Departemen Kepolisian New York) ke lingkungan Columbia dan CUNY (Universitas Kota New York)," sambungnya.
Adapun aparat keamanan bertindak represif masuk kampus-kampus lokasi perkemahan para pengunjuk rasa pada gelombang demonstrasi pro Palestina di banyak universitas di AS pada musim semi 2024 lalu. Demonstrasi ini menjalar ke banyak kampus di dunia.
Upaya aparat membubarkan demonstran mahasiswa di AS tak jarang mendapat perlawanan. Namun sayangnya, pembubaran dengan cara respresif itu banyak atas permintaan petinggi universitas, termasuk Walkot New York Adams.
“Keyakinan pada pentingnya politik yang konsisten membuat saya mengatakan, tidak akan mengirim polisi untuk menanggapi perkemahan seperti yang kita lihat pada tahun ajaran sebelumnya," kata Mamdani.
"Karena tindakan tersebut justru membuat mahasiswa jauh lebih tidak aman daripada sebelumnya, karena seorang petugas melepaskan tembakan saat menjalankan tugas tersebut. Dan itu hanya beberapa saat sebelum seorang siswa dibunuh oleh NYPD. Dan saya pikir itu membuat saya mengerti dengan jelas mengapa kita cenderung menentang hal-hal ini dan mengapa kita perlu melakukannya, apa pun masalahnya," ujarnya.
BACA JUGA:
Lebih jauh, Mamdani menilai Walkot New York Adams merupakan politikus pro Israel. Menurutnya, Adams telah menyalahartikan gerakan demonstrasi mahasiswa dengan bertindak keras terhadap unjuk rasa pro Palestina lantaran membenarkan apa yang dilakukan Israel.
“Saya pikir itu salah mengartikan sentimen warga New York. Saya pikir mayoritas … terutama Demokrat New York, ingin melihat genosida berakhir, ingin melihat genosida,” kata Mamdani.
Ia mengklaim banyak yang tersinggung dengan kebijakan Walkot New York Adams selama setahun terakhir yang menolak seruan gencatan senjata di Gaza membenarkan pembunuhan anak-anak, termasuk sikapnya terhadap demonstran mahasiswa pro Palestina pada musim semi lalu.
Di satu sisi, Mamdani menegaskan banyak pemilih New York yang beragama Yahudi membela kehidupan warga Palestina mendukung gencatan senjata di Gaza dan menyerukan setop bantuan militer untuk Israel.
“Ada populasi Yahudi yang besar dan cantik di seluruh Kota New York, dan seperti agama lain, mereka juga beragam secara politik. Dan banyak tindakan pembangkangan sipil dan protes yang telah saya ikuti selama setahun terakhir yang menyerukan gencatan senjata, menyerukan embargo senjata, sebenarnya dipimpin oleh warga Yahudi New York," tuturnya.
“Ribuan warga Yahudi New York. Saya bangga telah didukung oleh Jewish Voice for Peace Action sebagai kandidat kota pertama yang mereka dukung dalam sejarah mereka sebagai sebuah organisasi,” lanjut Mamdani.